⊹ ventinove ⊹ ²⁹

17.5K 1.5K 13
                                    

Wanita yang memiliki dua anak lelaki itu kini terduduk sedih seorang diri di sofa ruang keluarga. Setelah kejadian tadi, entah kenapa putra bungsunya tak mau bertemu dengan dirinya. Suaminya bilang anak itu mungkin takut karena insiden penculikan yang dialaminya.

Anita memahami, namun ia juga tak bisa membohongi hati kecilnya yang kini terasa begitu nyeri. Ia seolah di tolak oleh anaknya sendiri, dan untuk mencegah pikirannya yang akan berkelana lebih jauh. Lebih baik ia menghubungi putra sulungnya yang kini sedang berada di rumah Opa dan Omanya.

Ia menyuruh Elio untuk cepat pulang dan mengatakan bahwa adiknya telah kembali. Tanpa berpikir dua kali remaja tujuh belas tahun itu langsung menyanggupi ucapan sang ibu, Elio langsung tancap gas saat ini juga. Opa dan Oma sempat ingin ikut, namun Anita menjelaskan bahwa sepertinya kondisi anak bungsunya saat ini masih kurang baik dan belum bisa bertemu terlalu banyak orang. Jadilah keluarga besar lainnya pun ikut mengurungkan niat untuk menjenguk.

"Sayang." Anita menoleh kebelakang ketika mendengar Arjuna memanggilnya. Lelaki itu ikut duduk di sebelahnya.

"Adek gimana?"

"Masih bobo." Anita menoleh ke arah suaminya dengan pandangan tak suka, ia memukul pelan lengan lelaki itu. "kok kamu tinggal sih? kalo di culik lagi gimana?"

setelah mengucapkan itu Anita langsung bergegas naik ke lantai dua dimana kamar ia dan Arjuna berada. Begitu membuka pintu, ia melihat sosok kecil yang sedang meringkuk nyaman di atas kasurnya. Selimut tersampir hingga sebatas leher dan suhu ruangan yang sejuk mampu membuat si kecil tertidur dengan nyenyak nya.

Anita tersenyum lembut, ia usap pelan kening anaknya, menyingkirkan rambut yang menghalangi ia untuk melihat wajah tampan Ezra. "Anak mama sudah kembali."

Saat sedang asik menikmati wajah lucu namun juga tampan milik bungsunya, Pintu kamar di buka dengan kasar dari luar. Di sana ada Elio yang kini sedang mengatur nafasnya yang memburu. Ia berjalan mendekat kearah keduanya, mulutnya sedikit terbuka begitu melihat adiknya yang sudah kembali.

Lelaki itu tiba tiba saja langsung memeluk tubuh kecil Ezra dengan erat, bibirnya menyunggingkan senyum yang begitu lebar serta matanya kini sudah berkaca kaca.

"Akhirnya." Ia akhirnya bisa bernafas lega setelah beberapa hari ini nafasnya terasa begitu menyesakkan. Sesak di dadanya seakan hilang begitu saja, Elio sungguh merasa senang sekarang.

Tetapi tindakannya tadi justru membuat tidur Ezra menjadi terganggu, ia mulai melenguh tak nyaman dan berubah posisi tidurnya.

"Ssst, tidur lagi yaa." Anita mengisyaratkan Elio untuk bangkit, ia tepuk tepuk pelan bokong Ezra agar anak itu bisa kembali tertidur.

"Nanti dulu ya bang, kasian adek baru bobo."

"Iyaa, sorry tadi abang langsung peluk adek gitu aja."

"It's oke nak, lain kali liat dulu ya."

Anita tak mungkin memarahi Elio bukan? Ia tahu anaknya hanya terlalu merasa senang hingga tak tahan untuk memeluk adiknya.

Elio ikut duduk di atas ranjang, ia berada tepat di sebelah Ezra. Enggan beranjak dan hanya memperhatikan adiknya yang kini masih asik tertidur. Entah mimpi apa yang adiknya sedang alami namun sepertinya bukanlah hal yang bagus.

Karena saat ini kening anak itu berkerut dan wajahnya terlihat resah. Bibir itu bahkan mengeluarkan lenguhan serta rengekan entah karena apa. Elio mengusap punggung Ezra bermaksud menenangkan, namun tak ada hasil.

"Maa, sini dulu." Elio memanggil sang ibu yang kini sedang membereskan meja rias. "Adek keliatan ngga tenang tidurnya." Lanjutnya saat Anita sudah berjalan mendekat.

Ezra, anak bungsu. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang