⊹ ventiquattro ⊹ ²⁴

15.6K 1.4K 14
                                    

Semetara di sisi lain, anak manis yang sedang di cari oleh keluarganya itu kini masih dalam pengaruh obat bius. Lengan dan kakinya di ikat oleh tali, sedangkan badannya di baringkan begitu saja di lantai.

Si kecil tak sendirian di ruangan itu, di ujung ruangan ada seorang lelaki dewasa yang duduk di satu kursi. Lelaki itu sedari tadi hanya diam memperhatikan Ezra seraya menghisap nikotinnya.

"Kau bermimpi apa sampai tidur senyenyak itu."

Entah apa yang ada dipikirannya hingga akhirnya lelaki itu bangkit dan menghampiri Ezra yang masih diam dalam tidurnya, ia matikan batang nikotin yang masih tersisa setengah dan membuangnya ke sembarang arah.

Ia berjongkok tepat di samping tubuh Ezra, ia tepuk pelan pipi gembul itu, "hey, wake up."

"Sial, apa dosis yang mereka berikan terlalu banyak?" Ia bermonolog.

Lelaki itu mengangkat tubuh Ezra dengan begitu mudahnya, lalu di lemparkan begitu saja diatas ranjang besar hingga membuat tubuh kecil itu terpental seperti bola. Ia pikir itu bisa membuat Ezra sadar dari biusnya, namun ternyata tidak. Anak itu seakan tak terganggu dan tetap tertidur dengan nyenyaknya.

Ia menoleh kearah pintu yang terbuka secara tiba tiba, munculah satu bodyguardnya yang mempunyai badan cukup besar.

"Ada apa?" Ia bertanya langsung.

"Sepertinya Gavinandha sudah mengetahui keberadaan kita bos." Lelaki itu, Damian Hartono maju mendekat kearah bodyguardnya, ia cengkram kerah baju bawahannya itu.

"Secepat ini? Bagaimana bisa?" Bodyguard itu hanya diam, tak membalas ucapan Damian sedikitpun.

"Padah saya masih ingin lebih lama dengan bocah ini." Damian menatap Ezra dengan pandangan yang sulit di artikan.

Damian melepaskan cengkeramannya dengan keras, "Urus anak buah Gavinandha, akan saya pindahkan anak ini ketempat lain."

"Baik bos."

Setelah memastikan bodyguard nya benar benar pergi, Damian kembali menghampiri Ezra di ranjang. Ia duduk di samping tubuh anak itu. Hingga tak lama terdengar seperti suara lenguhan pelan.

"Hey, sudah bangun?" Ezra langsung membuka matanya ketika mendengar suara yang begitu asing, ia mengerutkan keningnya seraya bertanya siapakah lelaki berbadan besar ini.

"Mamaa." Ia merengek pelan memanggil Anita, berharap sang ibu datang dan memberinya susu.

"Sakit hiks Papa."

Ezra mencoba menggerakkan badannya namun tak bisa, lengan dan kakinya terikat membuat ia ketakutan sekarang. Ia menatap Damian yang kini juga sedang memperhatikan dirinya, "Om, buka."

"Say please."

Anak manis itu menatap bingung Damian, "Adek ndak ngelti."

"Bodoh, apa Gavinandha tak mengajari mu berbahasa Inggris?"

Ezra terdiam, bahasa Inggris yaa.. ia sedang mengingat apa saja yang di ajarkan mama nya dalam bahasa Inggris, "Octopus, milk, Lion, watelmelon dan Fish." Ia tersenyum senang saat berhasil mengingat.

"Astaga.., apa benar ini keturunan Gavinandha yang di kenal karena kepintarannya?"

Ezra tak memperdulikan ucapan lelaki dewasa di sampingnya, ia kini sedang berusaha membuka tali yang mengikat kaki kecilnya, namun nihil bukannya terbuka tali itu malah membuat kakinya terikat semakin kencang hingga mampu membuatnya meringis.

"Om, buka, akit."

"Bahkan kau belum bisa berbicara dengan benar." Lagi dan lagi, Ezra hanya bisa menatap Damian dengan tatapan polosnya.

Ezra, anak bungsu. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang