17 agustus

18.3K 1.3K 19
                                    

) ini special chapter untuk merayakan hari kemerdekaan Indonesia sekaligus 100k pembaca cerita ini.

Jadi ini chapter ini ngga berkaitan dengan chapter sebelum/ atau sesudahnya nanti ya. Chapter ini juga lumayan panjang, semoga ngga bosan❣️

Kalo ada typo boleh kasih tau aku.

•••

Pagi pagi sekali, bungsu Gavinandha sudah terbangun dari tidurnya. Ia mengedipkan matanya beberapa kali dan terdiam untuk mengumpulkan nyawanya yang sempat berkelana dialam mimpi. Dan saat sedang asik melamun, ia teringat ucapan sang kakak yang mengatakan hari ini akan ada lomba untuk merayakan kemerdekaan Indonesia.

Ia sebenarnya tak mengerti, namun Elio bilang acaranya akan sangat seru jadilah ia tertarik. Dengan segera, ia turun dari kasur dengan hati hati agar tak membangunkan kedua orang tuanya yang masih tertidur.

Kaki kecilnya melangkah menuju kamar sang kakak. Ketika sampai, ia lihat pintu kamar masih tertutup rapat. Diketuknya pelan pintu itu, namun tak ada jawaban apapun.

"Abang, bukaa." Karena tetap tak mendapatkan jawaban apapun, Ezra yang sudah lumayan kesal pun mengetuk pintu kamar Elio dengan kencang.

"Kenapa sih?" Ucap sang pemilik kamar ketika pintu terbuka, nadanya menyiratkan kekesalan namun wajahnya justru seperti orang linglung.

"Ayo kita lomba." Ezra mengajak dengan polosnya hingga membuat Elio merasa gemas sendiri karena tingkahnya.

Elio tak menjawab, ia menggendong adiknya dan membawa masuk kedalam kamar.

"Adek tau ngga sekarang jam berapa?" Elio menunjuk jam dinding yang terpasang di kamarnya.

Si kecil mengikuti arah pandangan kakaknya, "Adek ndak ngelti."

"Sekarang masih jam lima dek."

Ezra mengangguk, "telus kenapa bang?"

"Masih lama lombanya adekk." Elio menciumi seluruh pembukaan wajah adiknya dengan gemas, hingga Ezra kini terkikik geli.

"Sekarang kita bobo lagi." Ia membawa tubuh kecil adiknya untuk rebahan pada kasur. Tetapi Ezra memberontak tak nyaman seraya mencoba melepaskan pelukan Elio.

"Adek ndak ngantuk." Elio hanya diam seolah tak mendengar, ia menutup matanya berpura pura sudah tertidur. Ezra memukul mukul pelan lengan abangnya.

Karena sudah tak nyaman di dekap terlalu kencang, si bungsu kini sudah mulai merengek minta di lepaskan. "Aaa lepas abang."

Ia terus merengek bahkan kini sudah hampir menangis, Elio terlalu erat memeluknya dan membuat ia tak bisa hanya untuk sekedar menggerakkan badan.

Elio hanya diam ketika melihat sang adik kini mendekatkan mulutnya pada telinga dirinya, ia penasaran apa yang akan anak itu lakukan. Namun ia tak menyangka bahwa Ezra akan menggigit telinganya dengan begitu kencang, bahkan sepertinya bekas gigi susu itu menapak pada daun telinganya.

Elio melepas Ezra dalam pelukannya, "Aakh, sakit." Ia langsung mengusap pelan telinganya.

Elio menatap adiknya yang kini sudah berubah posisi menjadi terduduk di kasur. Ia langsung menelan kembali niat untuk memarahi adiknya karena kini Ezra sedang menatapnya dengan mata yang sudah berkaca kaca. Mereka kini saling menatap satu sama lain, dan Elio menghitung mundur dalam hati.. satu, dua, ti-

"Huaaa papa." Elio terkekeh pelan saat tebakannya benar. Ezra kini menangis dengan kencangnya dan mencoba turun dari kasur yang lumayan tinggi.

"Enghh, susah, hiks." Kaki pendeknya bahkan sedari tadi tak bisa menapak pada lantai, ia menatap Elio yang kini malah menatapnya dengan pandangan mengejek.

Ezra, anak bungsu. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang