⊹ trenta ⊹ ³⁰

17.4K 1.4K 11
                                    

"Mama, abang."

Panggilan itu begitu lirih, namun ternyata mampu di dengar oleh kedua manusia berbeda usia yang kini sedang berbincang ringan di ruang keluarga.

Keduanya menoleh kearah yang sama secara bersamaan. Mata mereka memanas dengan bibir yang menyunggingkan senyum indah saat tahu siapa yang memanggil mereka tadi.

Arjuna menghampiri keduanya dengan Ezra yang kini asik dalam gendongan koala. Ia mendudukkan diri di samping sang istri. "Ada yang mau minta maaf." Ujarnya seraya melirik si bungsu.

"Maaf adek buat mama dan abang sedih." Cicitnya pelan, jari jemarinya yang saling bertautan ia mainkan dengan harapan bisa menghilangkan sedikit gugup nya.

Anita membawa anaknya kedalam dekapan, ia sudah begitu merindukan Ezra hingga dadanya terasa sesak. "Maafin mama ya."

Karena sebenarnya, Anita pun sempat menyalahkan dirinya akibat hilangnya Ezra kemarin. Ia menyalahkan tindakan lalainya yang meninggalkan anaknya walau hanya untuk ke kamar mandi beberapa menit. Namun kini rasa itu hilang sudah saat ia merasakan tubuh mungil kesayangannya kini berada dalam dekapan hangat.

"Huaaa Mama." Anak itu akhirnya menangis dengan kerasnya, ia seolah menumpahkan semua rasa sakit dan sesak yang ia alami beberapa hari kemarin. Ia menangis dalam dekapan hangat Anita dan rasanya sangatlah nyaman.

Kedua lelaki yang berada di sana lebih memilih diam dan memperhatikan keduanya dengan raut bahagia. Elio diam diam sedang menunggu giliran kapan ia bisa memeluk adiknya. Ia sungguh tak sabar menunggu saat tubuh kecil Ezra berada dalam balutan tubuh besar miliknya.

"Mah, gantian dong."

Setelah mengucapkan itu, Elio mendapatkan tepukan yang lumayan kencang pada pahanya. Ia meringis pelan dan menatap Arjuna dengan pandangan kesal namun ternyata di balas tatapan tajam oleh sang ayah.

"Jangan ganggu dulu." Arjuna memperingati anaknya.

Kedua ibu dan anak yang sedang berpelukan itu tak memperdulikan apa yang terjadi di sekitarnya. Mereka terus menangis dan sangat sangat menikmati momen itu.

"Adek kangen mama, hiks" Ezra akhirnya berucap ketika ia menyelesaikan tangisnya dan kini hanya tersisa sedikit segukan kecil.

"Mama lebih kangen adek, mama khawatir, adek baik baik aja kan?" Anita melonggarkan pelukan keduanya, ia mengusap bekas lelehan air mata yang mengalir di pipi anak bungsunya.

"Adek sakit, Om jahat pukul adek kencang sekali." Anak itu mengadu dengan wajah sedihnya, bibirnya mencebik kesal. Ia angkat baju yang membalut tubuhnya, memperlihatkan perut gembulnya yang di penuhi dengan beberapa lebam.

"Lihat ini mama." Ia juga membalikan badannya sebentar untuk memperlihatkan punggungnya yang tak kalah menyedihkan.

Ketiga orang dewasa yang ada disana menahan nafas melihat bagaimana kondisi tubuh si kecil saat ini. Anita langsung menurunkan kembali baju yang di pakai Ezra, ia enggan melihat lebih lama. Terlalu sakit rasanya.

Jika ia bisa, ingin sekali Anita membunuh lelaki bajingan itu dengan tangannya sendiri. Begitu pun dengan Arjuna yang kini sangat menyayangkan Damian yang sudah mati terlalu cepat, bukan kah akan lebih menyenangkan jika ia menyiksa terlebih dahulu hingga membuat lelaki itu yang memohon sendiri untuk kematiannya.

Arjuna menghela nafas, "Nanti kita cari obatnya ya." Ia mengelus sayang surai anaknya.

"Sini dek, abang kangen."

Dan akhirnya, kesempatan yang Elio tunggu tunggu pun tiba. Tubuh kecil itu jalan merangkak kearahnya dan duduk di pangkuannya membuat Elio senang bukan main.

Ezra, anak bungsu. [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang