Eheq kamu cinta dia, dia cinta dia awokwok
***
Pemuda berhoodie biru itu setia menyusuri jembatan penyeberangan di perempatan Sweta. Ia berhenti di tengah, lantas menaruh tangannya pada pagar pembatas. Manik hitamnya menyapu ke bawah. Ada banyak kendaraan berlalu-lalang malam ini. Mungkin karena malam minggu? Entahlah pemuda itu enggan memikirkannya.
Tangannya mengeluarkan kotak kecil dari saku hoodie-nya. Lengkap dengan korek gas. Ia mulai menyalakan rokoknya. Menyesapnya lama, sebelum akhirnya menghembuskannya dengan pelan.
Hari ini ia merasa bodoh. Benar-benar bodoh karena berani mengungkapkan perasaan yang terpendam lama terhadap temannya itu. Harusnya ia sadar posisinya, tapi ... ditahan dan dipendam saja akan lebih menyesakkan, bukan?
Hah
Alfian menghela napas, membiarkan rokoknya terbakar. Hanya menikmatinya di awal tadi.
"Sekarang bagaimana? Saya bodoh banget sampai membuat jarak lagi!" rutuknya membuang percuma rokok yang tadi bertengger di tangannya.
Laki-laki itu mendecak ketika ponselnya berdering. Mau tak mau ia menerima panggilan setelah melihat siapa si pemanggil.
"Hm?" Dahinya berkerut, menunggu ucapan temannya di seberang.
"Saya baru abis dari rumah Ryana, memang ada apa?" tanyanya karena nama Ryana dibawa-bawa.
"Saya males ke rumahmu, saya mau pulang."
"Ck, iya dah, sekarang saya ke rumahmu."
Tanpa mau berdebat lagi dengan orang di seberang, Alfian langsung beranjak turun dari jembatan penyeberangan. Ia mengambil motornya yang terparkir di samping penjual lalapan di depan toko tertutup itu. Lantas melajukannya kembali ke arah rumah Ryana. Namun, kali ini tujuannya adalah rumah Iksa, teman SMP-nya bersama Ryana.
***
Sedari tadi Alfian hanya diam melihat rekan-rekannya sibuk bermain gim. Ia tak berminat sekedar bersorak seperti biasanya. Lebih memilih memandang langit hitam kelam di atas sana. Seolah menggambarkan suasana hatinya saat ini.
Hanan menyadari rekannya itu terlihat menyendu seolah memikul beban paling berat sedunia. Alias menyedikan.
"Dia kenapa?" tanya Hanan penasaran.
"Galau palingan," jawab Iksa yang sibuk mengocok kartu kecil berwarna kuning itu.
"Diputusin ceweknya?"
Aghin yang mendengarnya mendecih, "Mana ada dia pernah galau karena diputusin cewek. Yang ada cewek yang galau karena dia," katanya sambil menerima uluran kartu dari Iksa.
"Anjir ah, terus dia galau karena apa?"
Iksa menunjuk si bontot tanpa dosa. Membuat laki-laki paling muda di antara mereka itu mendelik. Tidak mau disalahkan atas perbuatan kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Kovalent Bond✔
Romance[Campus Life 1.2] Lalu, Jaya dan Yaya adalah trionya prodi kimia. Ketiganya selalu pergi bersama, di kampus maupun di tongkrongan. Kata orang-orang, ketiganya seperti ikatan kovalen, yang berkaitan karena saling membutuhkan. Terlihat pula bagai saha...