Mari bertemu Jaya kali ini hwhw
***
Beberapa waktu lalu, Jaya menghampiriku. Ia baru masuk lagi setelah seminggu penuh tidak masuk kuliah. Saat kutanya alasannya, ia menjawab dengan wajah berbinar, bahwa ia mendapat job dengan penghasilan besar. Aku ikut senang mengetahuinya, tapi juga merasa sedih karena seminggu ini ia tak ada. Terlebih saat Lalu menjauhiku, jadi tidak ada yang bisa kumintai tebengan pulang.
Yah, memang apa yang kalian harapkan? Aku suka pada Jaya? Oh, ayolah. Aku adalah salah satu dari sekian persen orang yang percaya akan persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Yakin bahwa tidak ada terselip tentang rasa. Namun, kemarin asumsiku terpatahkan begitu saja. Seolah memang aku tidak benar dengan hal itu.
Aku bahkan tidak tau rasanya mencintai seseorang. Memangnya jika jantung berdetak cepat dan wajah bersemu malu, apakah dapat dikatakan bahwa sedang jatuh cinta? Bisa saja kan, itu hanya perasaan wajar karena malu?
Ah, aku lelah dengan pikiranku. Mereka berdebat. Membuat aku bingung dengan apa yang sebenarnya aku pikirkan dan rasakan. Aku sedikit berharap, sesuatu bisa menjawab keganjalan yang kurasakan. Tidak dengan jawaban pikiranku yang berteriak.
Setidaknya kali ini aku ingin tenang. Tak terbayang wajah-wajah patah hati yang membuatku semakin merasa bersalah. Pun tidak terbayang dengan tugas-tugas yang semakin hari semakin menumpuk. Jujur saja, ini menyebalkan. Seumur hidup, mungkin kali ini aku merasakan berada di titik terendah. Berhari-hari menangis tanpa air mata, memikirkan hal-hal yang sudah terlewati. Beriringan dengan rasa bersalah yang enggan pergi.
Aku kadang bertanya-tanya, apa yang membuat mereka bertahan di sisiku? Apa yang mereka sukai dariku? Apa benar yang mereka ucapkan adalah cinta?
Sungguh, jika disuruh memilih, aku berharap mereka tidak memiliki rasa terhadapku. Lebih baik mereka hanya menganggapku cewek tanpa akhlak seperti biasanya, daripada menganggap diriku sebagai wanita yang membuat mereka pura-pura.
Aku merasakan sinar matahari menyengat kulit. Sempat meringis, tetapi kemudian membuatku membuka mata karena tiba-tiba menjadi teduh.
"Gak takut hitam, Ya?" kekehnya membuat aku mendengus.
"Nih, pake!" Aku menangkap jaket dari Jaya. Ia lantas duduk di sampingku.
Aku menutupi kepala dengan jaket Jaya. Tak peduli dengan tatapannya yang terlihat bertanya-tanya.
"Kenapa? Kamu galau karena drakor lagi?" Ia terkekeh sejenak, kemudian menyesap kopinya dengan tenang.
Aku mengangkat bahu, mengambil gelas tersisa di atas meja. Tanpa menunggu ditawarkan, aku mulai meminumnya—
Huek
Jaya tertawa, membuat aku melayangkan tatapan sinis karena merasakan pahitnya rongga mulutku akibat kopi tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Kovalent Bond✔
Romance[Campus Life 1.2] Lalu, Jaya dan Yaya adalah trionya prodi kimia. Ketiganya selalu pergi bersama, di kampus maupun di tongkrongan. Kata orang-orang, ketiganya seperti ikatan kovalen, yang berkaitan karena saling membutuhkan. Terlihat pula bagai saha...