¹⁰O : Omelan Lalu

46 9 0
                                    

Jaya libur dulu ya, dia mau pergi kerja hwhw

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaya libur dulu ya, dia mau pergi kerja hwhw

***




Berbaring dan tidak melakukan apapun adalah hal yang paling kubenci. Terlebih hanya memperhatikan Juan yang duduk di tepi ranjang sambil bermain gim.

Jangan tanyakan seberapa ribut suara ponselnya. Membuat aku beberapa kali mendecak. Namun, ia tidak mungkin mendengarnya karena terlalu fokus pada ponsel.

"Heh, kalo mau main, keluar sana!" seruku tak tahan juga mendengar suara bising tembak-tembakan dari gim itu.

"Ndak mau aneh, nanti Emak marah kalo aku main di luar," ucapnya tanpa menoleh ke arahku.

Agak lain ini anak. Sebisa mungkin aku menghirup oksigen, lalu mengembuskannya pelan. Mencoba bersabar dengan sikap anak ini.

"Wan, aku laper."

"Mau apa? Cuma ada bubur di kulkas, tinggal diangetin," sahutnya yang lagi-lagi tidak menoleh ke arahku.

"Pengin ke kampus, pengin beli nasi kuning di kampus," jawabku yang mendapat decakan darinya.

Namun, tak ayal ia berjalan keluar. Entah dia memang akan pergi ke kampusku atau tidak.

"Aku gak tau jalan ke kampus side Kak," katanya kembali dengan kunci motor di tangan.

Aku mendelik. Tidak bisakah ia menggunakan map? Sekarang zaman sudah canggih, bro!

"Bentar," tahannya, tapi kembali keluar dari kamarku.

Apa-apaan anak itu, heh!

Lagi. Kini Juan duduk di tepi ranjang. Melanjutkan aktivitas bermainnya. Sementara aku menatapnya heran.

"We kamu jadi beliin aku nasi apa gak sih?"

Juan mengangguk, "Udah kok, tenang aja. Aman."

"Jangan bilang kamu nelpon Alfian?"

Juan menoleh, melemparkan delikan. "Pede banget! Bang Alfian mah hari ini ada kelas, lagian dia ada kencan sama Kak Joya," selorohnya membuat aku meringis pelan.

Sedikit malu sudah melempar pertanyaan demikian. Aku tak lanjut bertanya, memilih meraih ponsel di atas nakas. Menghilangkan rasa bosan yang melanda saat ini.

***

Aku sibuk menyantap nasi kuning yang dibelikan Jaya. Mengunyah dengan kesal. Jangan tanyakan siapa biang kerok semua ini. Tentu saja Juan.

Anak itu ternyata menelepon Jaya untuk membelikanku nasi di kampus. Padahal bisa saja ia memesan melalui online.

Aku menoleh pada Jaya yang sibuk dengan kameranya. Ah, melihat itu aku meringis pelan. Malu karena mengganggu waktu luangnya. Terlebih saban hari ia bercerita bahwa hari ini memiliki job penting. Namun, sepertinya aku membuat job-nya berantakan.

Not Kovalent Bond✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang