Huhu maaf banget baru bisa up lagi🙏🏻Soalnya sibuk banget akhir-akhir ini, ngurus kuliah dll nya🤧
Gaoaoa ehe, Ra kuad kok pake d:)
Jadi cus langsung aja xixi
***
Hampir seminggu aku dan Lalu tidak saling sapa. Bahkan di saat diskusi pun ia hanya membahas tentang proyek kami. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, yang diselingi dengan tingkah jailnya.
Aku menghela napas pelan, melihat Lalu yang menjauh. Jujur saja, aku marah. Namun, aku paham dengan sikapnya itu. Aku tau ia butuh waktu untuk sendiri. Sejatinya memang aku tidak tau bagaimana patah hatinya seorang laki-laki.
Aku menghela napas lagi. Pikiranku juga penuh dengan wajah cowok-cowok ini yang sering menggangguku. Aku merasa sangat bersalah, tetapi juga aku tidak bisa untuk memaksakan rasa. Sebenarnya aku sedih saat menyuruh Alfian dan Lalu menjauh, tapi apa dayaku jika hal itu baik untuk mereka?
Biarkan aku egois lagi kali ini. Aku benar-benar tidak siap menerima orang untuk masuk ke dalam hidupku lebih dari status teman. Hal itu juga yang kulakukan sekarang. Menjauh. Menghindar. Membuat mereka pura-pura tidak mengenalku.
Aku menoleh ke arah Dian yang sibuk menyantap sotonya. Cewek bule satu ini sekarang terlihat lebih tenang dari biasanya. Ia bahkan tidak pernah mengeluhkan lagi tentang hubungan jarak jauhnya. Apa perlu ya aku bertanya padanya tentang cinta?
"Ya, besok aku kayaknya ke Jakarta deh. Mau jenguk kakakku."
Urung. Aku mengangguk, tepatnya aku tak pernah bercerita pada siapapun. Malam kemarin pun Alfian hanya menebak. Sepertinya ia menguping saat aku berada di lantai 3 waktu itu. Bahkan keempat sohibku belum kuceritakan pasal Lalu ini.
"Btw, kakakmu ngelahirinnya kapan?" tanyaku teringat cerita Dian tentang kakak iparnya yang hamil.
Dian terkekeh pelan setelah mengelap mulutnya. "Masih lama, Ya, umur kandungannya baru mau masuk 3 bulan. Tapi sayang banget, harus tiap hari ke rumah sakit karena drop."
Aku mengernyit, yang mendapat helaan napas dari Dian. "Fisiknya lemah setelah kecelakaan dulu, aku jadi sedih kalo dia terus begitu sampai kandungannya membesar," ucapnya berubah sendu.
Aku menelan saliva dalam diam. Cukup berat membayangkan betapa sakitnya melahirkan dengan fisik yang lemah.
Dian kembali menyantap sotonya. Sementara aku memperhatikan sekitar kantin yang ramai karena jam makan siang. Namun, netraku tak sengaja menangkap sosok Lalu yang berjalan dengan seorang perempuan. Aku menyipit, mencoba melihat siapa perempuan di samping Lalu itu.
"Eh, itu bukannya Lalu?"
Sontak aku mengangguk karena Dian juga melihat ke arah kolam air mancur. Kini dua orang yang kami perhatikan duduk membelakangi kami. Tepat di tempat aku menenangkan Dian dulu.
"Mereka pacaran?" Aku menggeleng, tak tau.
Namun, aku seperti pernah melihat cewek itu. Rambutnya panjang dengan gurat wajah yang terlihat galak dan lembut secara bersamaan. Oh, jangan lupakan bahwa ia juga cantik.
Aku melebarkan mata, mengingat siapa cewek di samping Lalu itu. Detik berikutnya, aku tertawa sumbang. Membuat Dian melirikku heran.
"Mantan gebetannya, Di."
Dian tak kalah syoknya seperti aku tadi. Ia sampai menutup mulut dengan telapak tangan. Lupa jika baru saja habis menghirup kuah dengan nikmatnya. Bahkan di ujung bibirnya masih terdapat sisa minyak kuah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Kovalent Bond✔
Romance[Campus Life 1.2] Lalu, Jaya dan Yaya adalah trionya prodi kimia. Ketiganya selalu pergi bersama, di kampus maupun di tongkrongan. Kata orang-orang, ketiganya seperti ikatan kovalen, yang berkaitan karena saling membutuhkan. Terlihat pula bagai saha...