Chapter 28

945 86 8
                                    

Erwin berdiri menatap sekitar, sebelum akhirnya berujar dengan nada suara yang amat terkejut.

"Levi?!"

Pria pirang itu segera berlari dan memeluk pria kecil yang sedang terisak itu, ia mengusap pipi nya yang basah dan memaksa pria kecil itu untuk menatapnya.

"Ada apa? Kenapa menangis?" Erwin masih terus mengusap kedua pipi nya dengan ibu jarinya, namun ketika Erwin bertanya, Levi malah semakin menangis.

Erwin menatap sekeliling, Rico hendak menjelaskan namun Kuchel lebih dahulu mengeluarkan suara.

"Aku menyuruhnya untuk tidak membuang waktu dan bermain-main dengan seni-seni bodoh ini!" ucap Kuchel keras.

Rahang Erwin tampak mengeras, tampaknya dia mencoba untuk menahan amarah.

"Kuchel-san, anda tak berhak melarangnya melakukan apa yang ingin ia lakukan" Erwin mencoba untuk bersuara tenang sementara Levi berada di pelukan nya. Erwin melanjutkan. "Levi punya keinginannya sendiri, biarkan dia mendalami apa yang ingin ia selami. Menurutku kecintaannya terhadap seni bukan sesuatu yang buruk"

Kuchel melotot. "Tidak, Levi tak bisa melakukan itu. Dia penerus keturunan ku. Dari dulu Ackerman haruslah terhormat dan pintar dalam segala hal. Seni hanya membuang-buang waktu nya untuk belajar!"

Erwin mengerutkan dahinya. "Justru karena tekanan dari andalah Levi memilih untuk membuang-buang waktunya dari pada belajar. Namun sekarang Levi memiliki keinginan yang kuat dalam mempelajari seni, mengapa anda tidak membiarkannya berjuang dan belajar sesuatu yang ingin ia pelajari? Levi bukanlah pria bodoh yang anda pikirkan, Levi hanya salah menyelam jika anda memaksanya untuk masuk ke bidang akademik. Bidangnya ada di seni, dan dia akan menjadi orang yang luar biasa jika dia tetap mengasah kemampuan itu!"

Kuchel tampak sangat marah sekarang. "Jadi maksudmu Levi akan belajar lebih baik ketika ia mendalami seni, begitu?!"

Erwin mengangguk tanpa ragu. "Tentu saja, aku percaya akan hal itu"

"Aku ingin dia membuktikan mengapa dia merasa lebih baik ketika ia memilih jalan seni. Aku ingin tahu seperti apa kesuksesan yang ia dapatkan ketika ia lebih memilih keinginannya dibandingkan memilih apa yang menurutku baik untuknya"

Erwin mengangguk lagi, tentu tanpa keraguan. "Akan di buktikan oleh Levi. Dan anda bisa melihatnya sendiri, bahwa Levi bisa berhasil dengan seni yang ia cintai"

Kuchel berang sekali, namun akhirnya ia memilih untuk diam dan menuntun Mikasa yang sedang menunduk ketakutan. Kuchel tidak mengatakan sepatah katapun sebelum akhirnya ia meninggalkan kelas yang keadaannya sangat hening itu.

Rico menatap Erwin dan Levi. Pria pirang itu masih mencoba menenangkan Levi yang terisak dan mengatakan beberapa patah kata yang mampu membuat tangis Levi sedikit mereda.

"Levi-san, kamu baik-baik saja? Apa perlu ku ambilkan minum?" Rico menawarkan, namun Levi menggelengkan kepalanya seraya mengusap air matanya yang tersisa.

"Maaf telah membuat keributan di sini Rico-sensei. Aku menyesal" ujarnya dengan suara serak, lantas kembali berdiri dengan di bantu oleh Erwin.

"Tidak apa-apa Levi-san, aku mengerti perasaanmu. Apa kamu baik-baik saja?"

Levi mengangguk, Erwin merangkulnya dan satu tangannya kembali mengusap air mata yang turun melalui pipi nya.

"Aku baik-baik saja Rico-sensei, aku dan Erwin akan menyelesaikan mural nya sekarang. Maaf atas kekacauan nya"

Rico hanya tersenyum, sedikit bersyukur karena Levi benar-benar baik-baik saja. Rico akhirnya berpamitan untuk pulang setelah Levi menolak bantuannya untuk membersihkan beberapa cat yang tumpah. Levi tak ingin merepotkan Rico yang mungkin saja sudah sangat lelah setelah mengurus bocah-bocah bandel seharian. Levi maupun Erwin tidak ingin menambah pekerjaannya.

Mine [ ERURI ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang