Chapter 2

1K 108 3
                                    

"Duduk di sana" Erwin menunjuk sebuah kursi di tengah-tengah ruangan dengan meja tua di depannya, seperti kursi sidang untuk tahanan. Namun Levi langsung saja berjalan ke arahnya tanpa membantah apapun lagi. Sementara Erwin membawa kursi lainnya dan ikut duduk di hadapan Levi, dekat sekali sampai rasanya tidak ada jarak di antara mereka.

Erwin menatap bola mata Levi sangat tajam, pria pirang itu bersumpah bahwa ia dapat melihat gelagat Levi yang tampak salah tingkah.

"Siapa tadi namamu?" tanya Erwin ingin tahu, entah Levi sudah memberitahukan namanya atau memang ia yang lupa mengingat.

"Levi Ackerman" jawabnya datar.

Erwin mengangguk. "tentu saja.. Ackerman" ujarnya dengan suara yang menyeramkan, lantas ia bangkit dari kursinya.

"Kau mau apa?" tanya Levi sedikit panik, namun jika Erwin menggunakan kekerasan padanya, dia akan dengan mudah melawan.

"Memberikan pelajaran buatmu" ujarnya, berjalan ke arah sebuah laci tua dan membukanya, mengeluarkan dua lembar kertas dan menyerahkannya kepada Levi beserta sebuah pensil. Jelas pria kecil itu kebingungan ketika menerima kertasnya.

"Apa ini?" tanyanya, menyambar kertas dari tangan Erwin dan melihat isinya. "Matematika?"

Erwin mengangguk. "Itu pekerjaan rumahku. Kerjakan itu dalam satu hari, kebetulan harus di kumpulkan besok. Aku akan mengawasi mu yang mengerjakannya" Erwin kembali duduk di tempatnya, sementara Levi menatap kertas matematika itu dengan perut yang sudah sangat mulas.

"Kau tahu Smith? Aku lebih baik di pukuli dan melawan" ucap Levi tampak berang. "daripada harus mengerjakan soal matematika yang tidak aku kuasai!" sentaknya di akhir kata.

Erwin terkekeh. "aku bukan orang yang menggunakan kekerasan, sayangnya.."

Levi hampir meludah, sebelum akhirnya berujar. "kau sudah membuat kekacauan di sekolah khusus perempuan, kau juga menyerang sekolah Marley, dan berita terbaru, dengar-dengar kalian menyerang sekolah Rose juga"

"Benarkah? Berita konyol terlalu cepat menyebar ya?" ia masih tampak terkikik geli.

"Dan kau membuat kerusuhan, memukuli mereka dan membuat komunitas di media sosial seolah-olah pamer bahwa kalian adalah sekolah yang paling kuat" Levi menambahkan, dengan nada suara yang amat kesal. "kalian menjadi sangat 'sok' di antara sekolah-sekolah lain, karena itu aku ingin memberimu pencerahan bahwa masih ada langit di atas langit, jangan menyombongkan dirimu, aku lebih kuat dari komplotan mu"

Erwin mendekatkan wajahnya pada wajah Levi dengan tampang yang sangat galak. Dia berbicara. "dan apakah kau tahu mengapa aku membuat kekacauan di sekolah Maria? sekolah khusus perempuan itu?"

"Untuk membantu temanmu melihat pacarnya, atau mungkin agar kau bisa melihat pacarnya di sana" suaranya menjadi agak ketus, menatap Erwin dengan mata yang menyeramkan.

"Tentu berita di media sosial selalu mengada-ada dan tak pernah sesuai dengan kejadian aslinya" Erwin menjauhkan wajahnya dari wajah Levi, bersandar pada punggung kursi sebelum akhirnya berujar lagi. "kita bukannya membuat kekacauan, kita sebenarnya membuat kejutan untuk ulang tahun Petra, pacarnya Eld yang bersekolah di sana"

"A-apa?" Levi tampak ingin muntah mendengarnya.

"Aku rela melakukan apa saja demi temanku sekalipun harus memukuli raja di tanah airku" ujarnya sambil kembali tersenyum kecil. "menurutku itu bukanlah kekacauan, namun saat-saat romantis ketika Eld dan Petra tampak bahagia sekali. Aku berani bertaruh kalau anak-anak di sekolah Maria juga menyukai adegan itu, kami membuat beberapa petasan yang indah, taburan bunga dan sedikit musik, itu bukanlah kekacauan"

Mine [ ERURI ] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang