Happy Reading
.
.
.Selamat membaca 🤗🤗🤗🤗
-----------
Melody keluar dari kamar dengan muka yang teramat lelah. Kida yang melihat majikannya memasuki dapur dibuat ingin menangis lantaran wajah Melody yang begitu putus asa.
Dia ingin memeluk Melody, tapi takut wanita itu marah. Sungguh, majikannya yang sekarang sangat berbeda dari majikannya yang dulu. Melody yang dulu selalu tampil ceria, mau itu pagi, siang ataupun malam. Dia selalu tersenyum ceria, apapun masalahnya tetap ceria.
Kida mundur selangkah memberi ruang majikannya untuk berjalan menuju kulkas. Dia menatap Melody yang membuka kulkas, meraih botol minum kemudian meneguknya langsung.
Kida menelan ludah, jantungnya berdetak antara ingin bertanya atau tidak.
Dari ekor mata Melody melihat gelagat Kida yang aneh. Kemudian dia menoleh lalu bertanya datar. "Kenapa?"
"Ha-hah?! Eh- enggak! Enggak! Gapapa mbak!" Kida menyahut panik sambil menggelengkan kepalanya. Kedua kakinya mundur selangkah lalu menunduk.
Melody menoleh acuh, dia menutup kulkas lalu membawa botol minum ditangannya menuju ruang tamu. Dia duduk lalu meraih remot televisi.
Kida memperhatikan punggung Melody, saat berjalan punggung wanita itu terlihat lemas, kedua kakinya gemetaran saat melangkah. Wajahnya juga pucat dan kantung matanya begitu jelas terlihat, hitam pekat.
Mengetahui penyebab majikannya seperti ini, tanpa sadar Kida meneteskan airmatanya. Kenapa dunia sekejam itu pada Melody. Sejauh ini Melody tidak pernah berbuat jahat pada dirinya selaku bawahannya. Dia diperlakukan baik, gajinya besar dan makan ditanggung. Libur dua kali seminggu, sabtu dan minggu. Tapi, karena Kida yang jauh dari orangtua membuatnya tidak libur sabtu minggu. Dia tetap dirumah majikannya menemani Mesya bermain.
Wanita itu juga sangat sopan pada orang yang lebih tua darinya. Contohnya pada satpam yang berjaga diluar sana, meski dia seorang majikan Melody tetap menundukkan kepalanya dan menyalimi tangan laki-laki paruh baya itu selayaknya orangtuanya sendiri.
Lantas, kenapa kebaikannya ini dibalas dengan tidak adil?
Melihat punggung yang tadinya tenang perlahan bergetar membuat Kida tak tahan langsung berlari menghampiri Melody kemudian memeluk majikannya erat.
"Mbak, kalau mau nangis, nangis aja. Jangan ditahan, nanti mbak sakit. Gapapa keluarin aja semuanya. Semuanya keluarin tanpa tersisa. Tapi ingat, setelah ini jangan nangis lagi. Mbak harus kuat, mbak jangan lemah. Mbak harus berjuang demi diri mbak sama Mesya. Ingat, Mesya cuma punya mbak."
Kata-kata dari Kida membuat tangis Melody pecah. Dia memeluk gadis belia itu erat menyalurkan semua rasa yang dia rasakan melalui pelukan itu. Walau merasa sesak, Kida tetap menyalurkan kata-kata penyemangat.
Saat Kida sudah tidak mendengar suara tangis Melody, dia menarik tubuhnya sedikit sambil menahan bobot tubuh Melody yang memberat lalu melihat Melody memejamkan mata. Hal itu membuat Kida panik, lalu berusaha menggoncang tubuh Melody. Tapi wanita itu tidak bergerak, Kida berteriak histeris memanggil satpam yang masuk tergopoh-gopoh.
Sementara ditempat lain, tepatnya di Prancis Gabriel sedang menemani Gladis check-up di-salah satu rumah sakit ternama, rumah sakit yang pernah didatangi oleh artis terkenal Gigi Hadid. Gabriel memilih rumah sakit itu untuk memeriksa kandungan istri tercinta karena tempatnya begitu terjamin. Semua fasilitas lengkap, ga perlu dioper ke-rumah sakit lain dengan alasan fasilitas tidak lengkap jika keadaan darurat. (Hanya ilusi, gausah dibawa serius)
Pria bermata sipit itu tampak berkaca-kaca melihat bayi didalam perut Gladis bergerak melalui sebuah layar hitam putih. Hatinya begitu hangat melihat buah cintanya dan Gladis tampak sehat melalui penuturan sang dokter yang menjelaskan secara detail. Gladis juga mengalami hal yang sama, dia teramat bahagia anaknya baik-baik saja disana.
"Tadi nama Ayahnya siapa?" sang dokter yang ternyata asal Indonesia bertanya pada sepasang suami istri yang duduk dihadapannya. Meja panjang sebagai pemisah diantara mereka.
"Gabriel Hanz." cowok itu menjawab datar, tangannya tak berhenti mengelus punggung tangan Gladis dibawah meja.
Dokter manggut-manggut sambil mencatat namanya. Lalu dia mendongak menatap istri dari laki-laki itu. "Nama Bundanya?" tanyanya lembut.
Gladis tersenyum ramah sebelum menjawab. "Gladisa Tina."
Dokter yang sudah ingin mencatat nama Gladis mengurungkan niatnya. Dia menatap Gladis dengan kening berkerut. "Loh, namanya bukan Melody?"
Pertanyaan sang dokter membuat cowok anggota Archimosh yang sedang menunduk memainkan jari-jari istrinya itu mematung begitu mendengar nama seseorang yang perlahan menghilang dari hati dan pikirannya. Nama seseorang yang masih sah istri pertamanya.
"Soalnya ada tato nama Melody dibelakang kuping kiri Ayahnya." sang dokter berujar bingung
Gladis perlahan menyurutkan senyumnya, dia melirik suaminya yang diam mematung lalu menatap dokter dan berkata. "Melody itu nama Mama mertua saya, dok. Dokter jangan salah paham."
Dokter membulatkan bibirnya. "Oh, saya kira tadi nama Bunda. Maaf, saya nggak tau." ucapnya menangkupkan kedua tangannya sopan.
Gadis berambut lurus itu tersenyum tipis sambil mengangguk. "Gapapa, dok."
Setelah urusan selesai, Gabriel mengajak istrinya menebus obat di-apotik. Lalu mereka pulang dengan bibir yang terkunci rapat-rapat. Tadi Gladis sudah mencoba untuk mengajak Gabriel bicara, tapi cowok itu hanya diam dengan pandangan kosong kedepan.
Sesampainya di-kamar, Gabriel berjalan masuk ke-kamar mandi, meninggalkan Gladis yang ingin meraih tangannya.
Menghidupkan keran, Gabriel duduk dikursi plastik yang disediakan disana sewaktu-waktu Gladis lelah berdiri. Dia membuka ponsel lalu mencari nomor sang istri dengan jantung berdetak kuat, rasanya begitu sesak. Matanya berkaca-kaca, dan bibirnya perlahan bergetar.
Yah Tuhan, bisa-bisanya dia lupa sama Melody. Apa kabar wanita itu sekarang? Apa dia baik-baik saja? Terakhir kali dia bertemu Melody saat dia ingin pergi ke-Bandara. Wajah istrinya tampak lelah, terlihat pucat dengan bibir pecah-pecah. Namun, karena hati dan pikirannya tertuju pada Gladis, wanita itu ia asingkan sementara dari hatinya.
Sambil menangis dalam diam, Gabriel mencoba mencari kontak Melody. Namun, tidak ketemu. Gabriel dibuat bingung, dia berusaha mencari kontaknya kemudian mendial nomornya setelah ketemu. Tapi, dia dibuat heran karena panggilannya tak tersambung kemudian badannya membeku. Gabriel baru ingat saat di-Bandara sebelum pesawatnya mengudara, dia memblokir kontak Melody. Alasannya agar wanitu itu tidak mengganggu dirinya.
Gabriel yang baru sadar akan sikapnya seketika bangkit lalu meninju dinding berkali-kali. Dia memukul dinding begitu kuat, hingga terdengar suara retakan tulang membuat Gabriel menghentikan aksinya kemudian berteriak kuat sambil menjambak rambutnya dengan punggung bersandar didinding yang terdapat bercak darah.
Brengsek! Dirinya begitu brengsek meninggalkan Melody demi wanita seperti Gladis. Hati wanitanya pasti begitu hancur. Ya Tuhan, Gabriel tak sanggup membayangkan sehancur apa Melody.
Setelah puas menangis, Gabriel mencuci wajah dan tangannnya lalu keluar. Dilihatnya Gladis duduk dikasur sambil menangis memeluk perutnya.
Tanpa memperdulikan wanita itu, Gabriel meraih tas hitam WB miliknya yang berisi barang-barang lengkap, seperti pasport.
"Gab," Gladis mencoba meraih tangan Gabriel yang sibuk mengganti baju. Tapi tangannya dihempas kasar oleh cowok itu.
Kemudian tanpa mengucapkan kata-kata, Gabriel keluar dari kamar setengah berlari. Dia menyetop taksi dan memintanya untuk diantar ke-Bandara.
Gladis yang ditinggal menangis memanggil Gabriel. Dia berteriak sambil memeluk perutnya yang kram.
Selasa 13 Juni 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
GABRIEL
Teen FictionSpin-off Nathan "Kamu kemana kok baru pulang jam segini?" dengan menahan sesak Melody bertanya pada suaminya dengan suara yang ia usahakan agar tidak terdengar serak. Gabriel menegang. Jantungnya bertalu seperti kepergok mencuri. Mata cowok itu liar...