GABRIEL || 42

4.4K 239 38
                                    

Happy Reading
.
.
.

Selamat membaca 🤗🤗🤗🤗

-----------

USAPAN ringan di kepalanya membuat Melody terbangun dari tidurnya. Dia mengangkat kepala sambil mengerjapkan matanya. Begitu melihat Gavan, mata Melody melebar.

"Anak Bunda udah bangun? Bentar yah, Bunda panggilkan dokter dulu." Melody sudah akan berdiri untuk memencet tombol ketika tangan kurus Gavan memegang jemarinya.

Melody menatap manik lemah Gavan. "Iya sayang, bentar yah, Bunda pencet dulu tom-"

"Ga-gavan.. ndak uat agi.." suara Gavan sungguh lirih, dia berkata susah payah. Wajah pucatnya sudah nampak lemas, namun dia berusaha untuk kuat.

"Kamu ngomong apa sih, nak." Mata Melody sudah memanas. Dia duduk sambil menggenggam lembut telapak tangan kanan Gavan yang entah kenapa sedikit dingin.

"Akit.." kedua sudut bibir Gavan menurun, menangis tertahan. Matanya sudah berlinang air mata.

Melody menggigit bibirnya yang bergetar hebat. "Gavan pasti sembuh, sayang. Gavan hanya perlu berdoa sama Tuhan biar diberi kesembuhan." Kata Melody parau. Dia mengusap pipi Gavan yang tirus. Kepala anak itu yang sudah tidak memiliki rambut tertutup topi berbahan rajut coksu.

"Papa.. Apan mau Papa.." Gavan menangis menyebut-nyebut Papanya.

Hal itu sungguh menggores luka di hati Melody. Andai Gavan tau, Papanya juga sedang berjuang melawan kematian.

Di saat kayak gini, aku butuh kamu kak.

Melody berdiri, dia berbaring disebelah kanan Gavan dan membawa putranya kedalam dekapannya. Gavan menangis di dada Melody sambil menyebut Papa.

"Nanti yah sayang. Papa lagi keluar ada urusan sama dokternya Gavan. Gavan sama Bunda dulu." Bujuk Melody lirih ketika Gavan sedikit memberontak di dekapannya.

"Ndak mau, Apan mau Papa. Apan au amit." Ucapan Gavan sontak membuat jantung Melody mencelos.

"Kamu ngomong apa sih. Mau pamit kemana? Jangan kayak gini, Bunda gak suka." Tuhan, Melody takut. Sungguh.

Tenaga Gavan habis. Dia tidak memberontak lagi. Anak itu menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan pelan.

Tarikan napas itulah yang membuat Melody segera melepas pelukannya dan memeriksa Gavan. Perempuan itu menangis histeris saat Gavan sudah mulai melemah.

Segera dia memencet tombol dan menelpon semua orang sambil sesegukan. Dilihatnya putranya tampak sulit menarik napas.

Pintu terbuka, dokter masuk dan menyuruh Melody untuk keluar. Namun, Melody keras kepala. Perempuan itu berteriak tidak mau keluar. Dia ingin melihat Gavan.

Karena waktu sudah mepet. Dokter menghiraukan Melody dan segera memeriksa Gavan. Melody menutup bibirnya melihat garis naik turun di layar. Itu detak jantung Gavan. Anaknya ternyata sudah tidak kuat.

Karena terus menangis sambil berdoa, Melody tidak menyadari mantan anggota Archimosh sudah datang. Beberapa dari mereka sudah berlinang air mata. Termasuk orang tua Gabriel.

Mata dokter itu sudah berkaca-kaca, dia mengusap pipi Gavan. "Gavan mau nyerah, sayang?" Tanyanya dengan lirih.

Gavan yang sudah dipasang masker oksigen, mengangguk pelan dengan mata berkedip lemah. "Angan iksa Apan ama ini emua.. Apan ndak uat.." bisik Gavan. Dokter bahkan sampai membungkuk mendekatkan kupingnya pada Gavan.

GABRIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang