GABRIEL || 27

5.8K 404 544
                                    

Happy Reading
.
.
.

Selamat membaca 🤗🤗🤗🤗

-----------

Gabriel berjalan menuju kantin dan melihat teman-temannya sudah kumpul dimeja membentuk lingkaran.

"Boleh gue duduk disini?"

Kehadiran Gabriel membuat mereka yang ada disana segera berhenti bicara. Tanpa kata, Nathan bangkit berdiri meraih ranselnya kemudian pergi. Tak lama berselang satu persatu dari mereka menyusul Nathan.

Senyum Gabriel luntur, matanya berkaca-kaca melihat punggung-punggung sahabatnya. Sekarang dia sendirian. Keluarganya menjauhinya. Begitu juga dengan sahabatnya.

Bernard yang belum jauh menoleh kebelakang, dia menatap sedih sahabatnya yang sedang mengusap ujung matanya dengan jempol.

"Sorry.." bisik Bernard. Binar matanya menunjukkan kekecewaan.

Gabriel meninggalkan kantin, meninggalkan orang-orang yang menatap Gabriel kasihan. Entah apa masalah mereka, mereka hanya bisa menebak kalau Gabriel melakukan kesalahan hingga teman-temannya marah.

Karena sudah tidak ada kelas, Gabriel memutuskan untuk kembali mencari Melody. Yah, mencari Melody. Itulah kegiatannya belakangan ini.

Kalau sudah pulang Kampus dia langsung mencari Melody. Biarpun badan Gabriel capek, dia tidak menyerah untuk mencari Melody. Dia tidak akan menyerah sampai nanti mencapai batas kemampuannya.

Lampu merah. Mobil hitam Gabriel berhenti. Mata Gabriel menatap kosong kedepan. Hati Gabriel merasa kosong. Dia merasa tidak memiliki tujuan. Tidak ada semangat untuk hidup dalam dirinya. Gabriel mati rasa.

"Mel... aku butuh kamu." Gabriel berbisik lirih, lagi dan lagi ia meneteskan airmata. Belakangan ini dia cengeng. Jelas saja, dia ditinggal oleh orang-orang yang sangat dia cintai.

"Kemana lagi aku harus cari kamu? Semua udah aku jalani. Kamunya gada." Gabriel menunduk mengusap matanya, sebelum menjalankan mobilnya saat mendengar suara klakson dari belakang.

"Boleh aku nyerah?"

-Gabriel-

"Gue merasa bersalah sama si Gabe." Al yang sedang memetik gitar tiba-tiba menyeletuk. Dia bersama teman-temannya berkumpul di markas seperti biasa, markas yang sudah mereka tempati mulai dari SMP, Sma, hingga Kuliah. Tidak hanya anggota Archimosh saja, anggota Scoliov turut hadir.

Valloz menghembuskan asap rokok keudara. "Udah sih, resiko dia. Nanggung sendiri. Biar dia sadar kalau dia itu salah."

Reyhan mengangguk, "Bener. Yang kita lakuin pun belum seberapa sama yang dia lakuin sama si Ody."

"Omong-omong soal Melody, dia kemana yak? Semua akun sosmednya gak aktif. Gue pake nomor baru juga tetap gak aktif." Rad bertanya-tanya ditengah tangannya memainkan rubik.

"Yang pasti gak di jakarta sih." kata Dion.

Suara tangisan seseorang membuat semua orang menoleh, termasuk Nathan yang sedari tadi diam sambil merokok.

"Ber, lo nangis?" Dhika yang duduk lesehan disamping Bernard memegang pundak sahabatnya.

"Sebenarnya, sebenarnya gue kecewa sama si Gabriel. Kecewa banget. Dia ampe nikah dua kali tanpa kita tau sama sekali. Tapi, mau sekecewa apapun gue, dia tetap sahabat gue. Karna kesalahan Gabriel seharusnya kita ga boleh kayak gini."

Bernard menatap Nathan dengan mata berkaca-kaca. "Jangan karna kesalahan Gabriel, kita kehilangan sahabat untuk kesekian kali. Cukup mereka aja, Gabriel jangan. Harusnya sebagai sahabat kita bantu dia, bukan malah gini. Dia dijauhi sama keluarganya, kita jangan ikut jauhin dia. Kalau kayak gini dia mau ngeluh kemana? Mau ngadu kemana dia coba?" suara Bernard terdengar serak. Sungguh, hatinya sakit setiap membayangkan sahabatnya yang masuk Kampus dengan muka lelah dibalik muka dingin yang dipasang.

GABRIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang