GABRIEL | 22

5.7K 458 716
                                    

Happy Reading
.
.
.

Selamat membaca 🤗🤗🤗🤗

---------

Malam hari tiba, Gabriel keluar dari kamar inapnya dengan kondisi kacau. Wajahnya kusut bukan main disertai dengan penampilan yang berantakan.

Dua jam merenungi kesalahannya sambil rebahan dikasur, Gabriel sudah menemukan keputusannya. Apapun yang terjadi, siapapun yang menentang dirinya, Gabriel tidak akan melepaskan Melody.

Wanita itu miliknya, semua yang ada didiri Melody itu miliknya. Bahkan hati wanita itu sekalipun, Melody hanya miliknya. Sudah mutlak, tidak bisa diganggu gugat.

Pria dengan seragam rumah sakitnya melambaikan tangan, memanggil taksi. Dia masuk ketika taksi itu berhenti dan mengatakan alamat rumahnya.

Sambil mengendarai mobil, supir melirik Gabriel dari kaca spion. Penampilan penumpangnya seperti orang sakit jiwa membuat dia mendadak takut. Apa dia sedang kedatangan penumpang orang gila? Dia menelan ludahnya susah payah.

"Ma-masnya kabur dari rumah sakit yah?" tanya bapak supir takut-takut.

Gabriel yang sedang mengamati jalan dari balik jendela menoleh, menatap supir tersebut dari spion.

Gabriel tersenyum sopan. "Iya, Pak, saya nggak suka rumah sakit."

Mengernyit, bapak itu bertanya. "Loh? Kok ndak suka? Namanya yo sakit atuh, kudu di rawat di rumah sakit."

Merapikan rambutnya yang berantakan setelah dia berkaca dan sadar rambutnya seperti orang stres, Gabriel menjawab. "Bau obatnya itu saya ga tahan, Pak. Mau muntah saya mah."

Kepala pria tua itu mengangguk-ngangguk. "Iya sih, nggak semua orang suka sama bau rumah sakit." mengetahui orang yang diajak bicara ternyata masih waras, badannya yang tadi sempat tegang seketika rileks.

Gabriel tersenyum tipis membalas. Kembali dia menatap jendela, tangannya saling meremas dengan kening mengerut dalam. Jantungnya terus berdetak kencang, cemas, takut, semua menjadi satu.

Mobil biru itu berhenti didepan sebuah rumah besar. Bapak supir terpanah sebentar melihat kemegahan rumah itu.

"Pak, tunggu bentar boleh? Saya manggil satpam bentar." suara Gabriel membuat si bapak supir tersentak pelan.

Dia menoleh kebelakang lalu mengangguk. "Iya, mas.

"Bentar ya, Pak," Gabriel keluar, dia mengetok gerbang sambil memanggil Pak Udi. "Pak Udi! Pak!!" teriak Gabriel.

Pak Udi yang sudah tidur di Posnya tersentak. Dia menatap sekitarnya linglung sebelum menatap kearah gerbang yang digetok-getok kuat.

"E-eh be-bentar, Den." dengan cepat Pak Udi mengambil remot control untuk membuka gerbang.

Gabriel langsung menengadahkan tangannya. "Bapak ada uang lima puluh? Pinjam, Pak, buat bayar taksi. Nanti saya bayar. Dompet saya nggak tau kemana."

"Bentar ya, bapak ambil dulu." Pak Udi memasuki Posnya, mengeluarkan uang biru dari dompet kemudian diberikan pada majikannya.

Gabriel menerimanya dengan senyuman kemudian dia berikan pada supir yang sudah menunggunya. "Makasih yah, Pak." ucap Gabriel dari balik kemudi depan, badannya sedikit membungkuk dengan tersenyum manis pada bapak supir.

Mengangguk membalas senyuman manis itu. "Iya, mas, sama-sama. Kalau begitu saya permisi."

Gabriel mengangguk, dia menjauh membiarkan mobil itu bergerak meninggalkan rumahnya. Kemudian dia berbalik, meminta Pak Udi menutup pintu gerbang.

GABRIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang