Happy Reading
.
.
.Selamat membaca 🤗🤗🤗🤗
----------
Pintu terbuka membuat Rad yang sedang duduk memainkan rubiknya menoleh.
"Lama banget lo. Gue udah keburu lapar." Rad kesal, setengah jam dia menunggu tapi Bernard tak kunjung datang.
Bernard masuk dan menutup pintu, dia menyengir sambil berjalan. "Rame banget cok, mana antrian gue paling belakang lagi." dia meletakkan kresek diatas meja yang ada didepan Rad kemudian duduk disebelah cowok itu.
"Banyak tempat makan, gak cuma dia." Rad mengambil satu kotak makan dan membuka bungkusnya. Wangi nasi goreng babi membuat perutnya kembali meronta.
Bernard ikut melakukan hal yang sama. "Cuma tempat itu yang bikin gue selera makan. Yang lain mah lewat."
Rad mengangguk. "Nggak salah sih lo ngantri lama, dari wanginya aja pasti ini enak banget."
"Lo pimpin doa." Bernard melipat kedua tangannya.
Rad meletakkan kotak nasi keatas meja, melipat tangannya dan mengucapkan doa.
Dengan mulut mengunyah dan telapak tangan kiri menahan pantat kotak nasi, Bernard menatap seseorang yang terbaring dikasur ditengah ruangan.
"Heran gue, mimpinya seindah apasih ampe gak mau bangun."
Rad reflek tertawa mendengar ucapan Bernard. "Mimpi baikan lagi ama Melody."
Bernard menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil menyendok nasi dia berkata. "Gue gak sabar nunggu dia bangun."
Pria yang memiliki tato garuda dipunggung itu menoleh dengan kening mengerut. "Gak sabar kenapa?"
"Gak sabar lihat dia syok saat tau istri keduanya ternyata seorang pengkhianat."
"Eh! Iya bener juga! Gue juga gak sabar liat reaksi dia. Mampus kali ya si Gabe." Rad tampak antusias.
"Jelas, demi cewek itu si Melody yang baiknya bukan main di sia-siakan." ungkap Bernard.
Sudah tiga hari Gabriel berbaring dirumah sakit. Dokter mengatakan dia mengalami krisis. Luka yang dia dapat lumayan parah, tulang dipipi sedikit bergeser tapi dengan cepat dokter menangani.
"O-dy.."
Suara yang terdengar lirih bahkan hampir tak dapat didengar itu membuat Bernard berhenti mengunyah. Keningnya mengerut mempertajam pendengarannya.
"Bun.."
Bernard melotot, dia menatap Gabriel dan melihat jari-jari tangan kanannya bergerak. "Gabe!" serunya.
Bernard meletakkan kotak nasinya dan mendekati Gabriel. Dia menekan tombol khusus memanggil dokter atau perawat.
Rad ikut kaget karena dia sempat melihat tangan Gabriel bergerak.
"O-dy..."
"Sabar! Dokter mau kesini!" Bernard masih panik, tapi dalam diam dia menghembuskan napas lega. Sahabatnya sudah sadar dan asik bergumam.
"O-dy..."
Bersamaan itu pintu terbuka, dokter masuk diikuti suster dari belakang. Bernard menyingkir membiarkan dokter memeriksa Gabriel.
"Puji Tuhan, Gabriel udah sadar. Sekarang tinggal pemulihan aja. Pasien jangan dibiarkan banyak bergerak. Kalau udah bangun langsung kasih air putih." ucap si dokter setelah memeriksa Gabriel dan berdiri didepan Bernard.
Bernard mengangguk, melirik sahabatnya sekilas. "Iya, dok, makasih. Kita bakal jagain dia." Bernard menyengir membuat si dokter terkekeh.
"Kalau begitu saya permisi." dokter keluar diikuti suster.
KAMU SEDANG MEMBACA
GABRIEL
Teen FictionSpin-off Nathan "Kamu kemana kok baru pulang jam segini?" dengan menahan sesak Melody bertanya pada suaminya dengan suara yang ia usahakan agar tidak terdengar serak. Gabriel menegang. Jantungnya bertalu seperti kepergok mencuri. Mata cowok itu liar...