A L A M 14

1.4K 163 4
                                    

"Dasha! Woy Dasha!"

Suara cempreng itu berhasil menghentikan langkah Dasha yang baru saja menginjak halaman kampus. Gadis itu menatap teman satu jurusannya yang baru saja berteriak.

"Kenapa Mel? Habis dari mana kok teriak-teriak." tanya Dasha pada Melia.

"Gue barusan setor uang kuliah semester ini di bank depan itu." Melia menunjuk bank di seberang kampus.

"Nahh pagi tadi gue sempat pas-pasan sama ketua administrasi kita waktu lagi ngambil nomer antrian. Katanya lo harus ngehadap beliau hari ini." lanjut gadis itu.

Dasha menelan ludah. Gadis itu tahu ada maksud apa wanita itu menyuruhnya bertemu. Tentu saja karena dia belum membayar uang kuliah.

"Kalo gitu gue pulang dulu Das." Melia melambaikan tangan sebelum berjalan ke arah motornya. Dasha sendiri dengan wajah kusut dan gelisah itu langsung pergi ke kantor administrasi.

Tangan gadis itu kedinginan saat memegang ganggang pintu. Dengan sekali hembusan napas, ia mendorong pintu. Beberapa orang karyawan tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing, tanpa menghiraukan keberadaan Dasha.
"Permisi, saya mau bertemu ketua administrasi." ujarnya dengan sopan.

"Silahkan masuk saja." seorang lelaki paruh baya menunjuk sebuah pintu khusus ruangan ketua administrasi. Dasha mengangguk patuh, kakinya langsung melangkah untuk mengetuk pintu.

"Masuk."

Dasha masuk ke dalam. Terpaan pendingin ruangan menambah kadar suram yang diterima Dasha. Di depan sana, seorang wanita dewasa sedang mengerjakan sesuatu dari balik layar komputernya.
"Kamu Dasha Martawin?" tanya ketua administrasi tanpa perlu menatap sang lawan bicara.

"Iya Bu." jawab gadis itu.

"Silahkan duduk." ujar wanita itu.

Dasha duduk dalam diam dengan jari saling bertautan. Wanita di depannya memperbaiki letak kacamata tebalnya. Mouse bergerak ke sana kemari sesuai tangan yang menempel pada punggung benda itu. Tak lama mesin print di atas mejanya mulai bekerja sesuai perannya. Selembar kertas yang sudah dibubuhi deretan kalimat keluar dari dalam sana. Wanita itu mengambilnya, menandatangani, dan membubuhkan stempel.

Ia menurunkan kacamatanya, lalu mengulurkan kertas itu di depan Dasha.
"Ini bukti tanda terima uang seminar dan wisuda kamu."

Dasha linglung sambil menggaruk tengkuknya. Ia dari tadi sudah menguatkan hati jika kegiatan pembuatan skripsinya ditunda. Atau yang paling menyakitkan adalah di drop out. Lalu apa barusan ia salah dengar? Dengan tangan gemetar gadis itu mengambilnya. Matanya membulat setelah maniknya dengan liar menyusuri kata demi kata, lalu menyimaknya dalam-dalam. Dasha mengangkat wajahnya, menatap wanita di depannya dengan pandangan bingung.

"Bu, kapan uang seminar dan wisuda saya dilunasi? Dan juga, bukannya uang ini masih belum diminta?" tanya Dasha.

"Kemarin sore ada yang bayar ke saya. Tentang uang yang memang masih belum diminta pihak kampus itu, saya kurang tahu. Makanya beliau meminta saya untuk membuat surat tanda terima." jawab wanita itu tanpa ragu.

"Kalau saya boleh tahu, siapa orang itu Bu?" tanya Dasha ragu-ragu.

"Saya tidak tahu, beliau tidak memberi tahu namanya. Sepertinya dia lebih muda dari kamu. Ah ya, beliau memiliki mata emerald yang langka." jawabnya.

Dasha mengerutkan keningnya.
"Saya kira, saya dipanggil karena belum melunasi uang kuliah." ujarnya dengan bingung.

"Uang kuliah kamu sepertinya sudah dilunasin juga. Ada notif tadi malam masuk ke email kantor. Saya cek dulu." wanita itu kembali mengutak-atik komputernya, mencari sebuah nama dari deretan mahasiswa-mahasiswi lain yang sudah membayar uang kuliah mereka di bank. Dasha menggigit jarinya harap-harap cemas. .

A L A M [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang