A L A M 30

1.2K 158 11
                                    

"Shine."

Suara Reiner mengalun di telinga pemilik nama. Lelaki itu menutup pintu dengan pelan, sebelum ikut bergabung duduk di samping gadis itu. Shine sama sekali tidak mengubris keberadaannya. Karena itu Reiner memberanikan diri untuk bicara lebih jauh.

"Selama tiga tahun ini, apa perasaan lo sama sekali belum berubah buat gue? Sedikitpun?" tanyanya dengan suara rendah.

"Lo tahu sendiri." sahut Shine tanpa repot-repot mau menatap lelaki itu. Keindahan di balkonnya lebih baik dari pada Reiner yang jelas-jelas tidak ia inginkan kehadirannya. Namun ia tak memiliki niat untuk mengusir lelaki itu. Entahlah, walaupun Reiner bukanlah orang yang tepat berada di sini sekarang, tapi ia benar-benar membutuhkan keberadaan seseorang. Ia ingin mencurahkan keluh kesahnya.

"Sebesar itu perasaan lo buat Alam, sampai gue nggak bisa sedikitpun dapat perasaan lo?" ujar Reiner nanar.

Shine pada akhirnya menoleh. Matanya langsung bertubrukan dengan manik teduh Reiner dengan jarak yang begitu dekat. Beberapa saat keduanya terdiam dan menyelami semua isyarat yang menguar. Shine yang pertama tersadar pun langsung membuang pandangan ke depan. Namun Reiner menarik dagu gadis itu, agar kembali menatap padanya, di maniknya.

"Gue sayang sama Lo Shine, sayang banget. Gue nggak pernah sesayang ini sama perempuan selain Mama dan Kak Vanilla." tutur lelaki itu.

"Tapi gue nggak." Shine menarik wajahnya terlepas dari tangan Reiner.

"Sampai kapan pun?" tanya Reiner.

Shine terdiam. Gadis itu menunduk menatap kedua kakinya yang tidak beralas apapun. Ia juga bingung dengan perasaannya sendiri. Ia menyukai Alam pada pandangan pertama sejak ia menginjak bangku SMK. Ia tidak pernah tertarik pada siapapun kecuali lelaki itu. Ia menyukai senyum Alam dan perawakannya yang selalu ceria. Setidaknya ia bisa mendapatkan itu disaat ia mendatkan kehidupan yang pahit dari keluarganya. Tapi di sisi lain, ada Leonor. Shine adalah pengamat yang peka pada sekitaran. Sekali lihat saja, ia bisa tahu jika Alam memiliki sedikit ketertarikan pada Leonor.

"Kalo selamanya lo nggak bakalan balas perasaan gue... Nggak apa-apa. Gue hargain itu." Reiner berkata sambil tersenyum. Ia menepuk-nepuk puncuk kepala Shine sebentar, lalu bangkit berdiri.

Shine mengangkat kepala, memandang Reiner yang menjulang. Bibirnya masih terkatup rapat.

"Kejar keinginan lo, gue nggak bakal jadi penghalang lagi. Mungkin lo bukan jodoh gue dan begitupun sebaliknya. Tapi jangan sampai lo sakit hati kalo lo gagal, jangan berbuat hal nekat yang bisa ngerugiin lo sendiri. Kalo lo lelah dan ingin bersandar sebentar, gue selalu ada buat nyemangatin dan dukung lo sampai lo nemuin kebahagiaan impian lo. Gue tetap ada di sini buat jadi orang pertama yang bakal narik lo saat lo jatuh. Gue masih Reiner yang sama buat lo." lelaki itu berucap.

"Gue bakalan bujuk Bibi Pamela agar setuju batalin hubungan kita. Tenang aja, dia nggak bakalan marah sama lo. Soal bisnis bokap lo yang beliau tinggal, gue bakalan ngomong sama Mama buat tetap bantu bisnis itu." lanjutnya.

Reiner menarik napas. Ia menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Lelaki itu kemudian bergeser menatap jari manis Shine. Tidak ada cincin yang sama seperti miliknya. Dengan bibir yang terus tersenyum, ia melepas cincin miliknya. Reiner menarik telapak tangan Shine, lalu meletakan cincinnya di sana.

"Lo tenang aja, gue bakalan mundur. Tapi gue nggak janji bisa hapus perasaan gue. Ayo semangat Shine, lo pasti bisa nyari kebehagiaan setelah selama ini menderita. Gue supporter lo paling depan." setelah mengatakan itu, dengan perlahan Reiner beranjak dari sana, meninggalkan Shine yang membisu di tempat.

Lama ia terdiam sambil memperhatikan cincin di genggamannya. Gadis itu tidak melakukan apapun selain memperhatikan benda cantik itu. Hampir setengah jam ia dalam posisi itu hingga ia kemudian menutup mata.

A L A M [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang