A L A M 22

1.2K 169 4
                                    

Leonor Seraphine adalah nama yang diberikan Marveen Valenca padanya. Dia sosok paruh baya yang amat dicintai Leonor. Walaupun hidup susah, tapi dirinya tidak pernah kekurangan kasih sayang.

Dia, dia salah satu anak yang tidak pernah bertemu ibunya dan tidak tahu bagaimana rupanya.

Di usianya dulu yang sudah memasuki masa remaja, gadis itu akhirnya tahu jika ibunya pergi meninggalkan ayahnya secara tidak baik-baik. Leonor akhirnya mengerti kenapa ayahnya selalu menangis setiap malam di dalam kamarnya. Leonor akhirnya paham kenapa ayahnya melampiaskan perasaannya dengan minum minuman keras. Leonor juga tahu kenapa ayahnya sering meracau menyembut-nyebut nama ibunya di dalam tidurnya.

Ayahnya akan selalu menjadi manusia paling bahagia ketika di depannya dan menjadi manusia paling terpukul di belakangnya. Mungkin sampai akhir hayatnya, pria itu tidak pernah menyadari, jika bayi yang ia asuh selama bertahun-tahun sudah bisa memperhatikan dan menganalis yang terjadi.

Tidak ada siapapun yang tahu bagaimana sakit hatinya seorang anak yang menyaksikan keterpurukan ayahnya.

Leonor mulai membenci, membenci sosok yang telah mengandungnya. Ibu, wanita itu membuang dirinya dan sang ayah. Ibunya tidak menginginkan mereka. Bahkan mengenaskannya, Leonor tidak diberi kesepatan untuk merasakan setetes asinya. Leonor hanya bisa menangis saat jarum suntik setiap minggunya menembus kulitnya, saat kekebalan tubuhnya menurun dan menjadi sakit-sakitan. Ia butuh asi, bukan susu formula. Ia juga butuh figur ibu untuk melangkapi kehadiran figur ayah.

Dan saat sosok itu memeluknya penuh kehangatan, Leonor segera melepaskan diri, lalu membuat jarak. Perasaannya kacau dan ia sulit mengenali dirinya sendiri. Ia juga tidak bisa mengontrol maniknya yang menatap tidak suka pada pemilik mata amber, mirip dengannya.

Sesaat Lucy terkejut. Tangisnya surut digantikan wajah kecewa bercampur sedih, saat mendapat penolakan dari gadis cantik itu.
"Leonor..." panggilnya dengan napas tercekat seakan ada batu besar yang menghantam dadanya.

"Lucy..."

Leonor melirik sosok pria yang baru saja keluar dari dalam kamar. Pria itu berdiri di samping Lucy dan merangkul pundak wanita itu dengan memberikan tatapan penuh khawatiran dan--cinta. Leonor akhirnya tahu lagi, jika inilah sumber kesakitan ayahnya. Ibu, wanita itu memilih orang lain dibanding mereka berdua.

Dalton yang tidak mendapatkan jawaban dari sang istripun segera menoleh, menatap lurus sosok yang berdiri di depan mereka. Mata pria itu bergetar, tubuhnya kaku, dan napasnya melambat.
"Kamu..."

Leonor tersenyum dingin.
"Sepertinya Anda telah bertindak terlalu jauh Nyonya, tidak mungkin Anda ibu saya. Ibu saya sudah mati sejak saya lahir. Lagipun... " ia menatap Lucy tanpa ekspresi.

"Ibu saya pasti bukan wanita yang tidak setia pada ayah saya." lanjutnya. Ia menggulir pandangannya dari Lucy yang tertegun ke Dalton yang mematung.

Setelah mengatakan itu ia berbalik pergi. Namun baru dua langkah, ia terdiam saat di depannya sudah ada Dasha dan Orion yang memperhatikan mereka. Lalu kehadiran Daniella, Kaiser, dan juga Alam tak jauh di belakang kedua orang itu.

Leonor tidak punya cara selain terus melangkahkan kaki agar segera cepat-cepat keluar dari rumah yang menyesakan ini.

"Leonor." Lucy mengejar gadis itu, lalu memeluknya dari belakang.

"Ini kamu, Mommy tidak mungkin salah." ujar wanita itu. Ia semakin mengeratkan pelukannya, takut jika sedikit dilonggarkan saja, maka Leonor akan menghilang.

"Nyonya, Anda benar-benar sudah salah besar. Sepertinya Anda harus berpikir berulang kali tentang perkataan Anda terhadap saya yang merepakan orang asing di sini." Leonor kembali membalas dengan perkataan yang semakin membuat Lucy sesak

A L A M [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang