A L A M 47 [END]

3.6K 255 36
                                    

"Ibu, aku tidak pernah dendam dan tidak pernah membalas semua perlakukan kalian padaku. Tapi kali ini, aku benar-benar kecewa dan marah. Aku mengutuk kalian, semoga kamu dan saudariku mati dengan segera untuk membalas nyawa yang telah kalian renggut paksa."

Patricia tertawa.
"Bagaimana caranya kami mati? Sedangkan kamu saja akan mati sebentar lagi." bisik wanita itu.

"Kalian! Masukan tubuh anak sial itu ke dalam peti ibunya! Biarkan dia menikmati sisa napasnya bersama tulang Ibunya yang bodoh itu!"

Tubuh Alam diangkat dan di masukan ke dalam peti bergabung dengan kerangka Lin, Ibu kandung lelaki itu.

Dor!

Dor!

Dor!

Tembakan sembarang tanpa keahlian dari sipenembak berturut-turut meleset ke arah mereka. Dua orang yang memasukan tubuh Alam langsung tewas, sedangkan Sofia dan Patricia berusaha menghindar. Leonor yang gemetar terus menembak. Ia tidak mempedulikan dosanya yang telah membunuh orang. Yang penting ia harus membunuh Patricia dan Sofia.

Leonor berdecak saat pelurunya habis.

"TANGKAP PENYUSUP ITU!"

Leonor berlari menghindari orang-orang itu. Ia kesusahan karena tak ada penerangan. Ia ingin menangis saja saat pelurunya jatuh. Ia tak sempat mengutipnya lagi karena sebuah peluru berhasil melumpuhkan kakinya. Ia terjatuh dengan kasar di atas tanah. Rasa sakit yang sangat membuatnya ingin mati saja. Tangannya dengan lemas berusaha mengisi pelurunya.

Dor!

Dor!

Dor!

Leonor menembak secara asal. Terserah! Yang penting ia melesetkan pelurunya ke arah orang-orang itu. Gadis itu meraung dan pistolnya jatuh saat lengan kanannya ditembak. Tubuhnya dengan kasar diseret oleh orang-orang itu menuju tepi danau.

"Wahh wahh wahh ada pahlawan yang sedang menyelamatkan cintanya." Sofia bertepuk tangan saat Leonor dilempar tepat di samping Alam yang berusaha bangkit dari dalam peti.

"Apa yang lo lakuin di sini?" Alam jatuh di depan Leonor dan memegang kedua sisi pipi gadis itu.

Leonor memeluk lelaki itu tanpa menjawab lagi.
"Gue mau bawa lo pulang." ujarnya lirih.

Alam memejamkan mata.
"Kenapa? Ha? Kenapa lo nekad? Lo nggak tahu kalo apapun usaha lo nggak bakalan berhasil?" bisik Alam tak habis pikir. Disaat ia sudah pasrah, ia tak percaya jika ada yang akan datang untuk menyelamatkannya.

"Apa lagi? Gue nggak mau lo kenapa-napa, gue sayang sama lo."

Alam tidak tahu harus mengatakan apa. Kenapa masih ada orang berkorban? Tidakkah Leonor tahu jika gadis itu akan menjadi korban juga? Tapi dibalik itu, lelaki itu merasakan hatinya menghangat. Alam tidak berpikir apapun lagi, ia balas memeluk Leonor. Ia tidak peduli kulitnya yang terkelupas lengket di tubuh gadis itu. Ia hanya ingin merasakan kenyaman yang semu ini.

Alam tidak diinginkan oleh keluarganya, tapi dipelukan Leonor ia merasa aman dan diinginkan. Dalam keterdiaman air bening itu kembali keluar dipelupuk mata lelaki itu. Tidak apa-apa ia menangis di depan Leonor, ia tidak peduli lagi dengan tidak memasang topeng bahagianya. Nyatanya ia rapuh. Ia sudah tak sanggup untuk berpura-pura baik-baik saja. Selama ia hidup, orang luarlah yang menginginkan kehadirannya. Keluarga? Merekalah yang membuatnya sampai di titik tersakit ini.

"Sera, makasih. Walaupun lo nggak bakalan bisa bawa gue pergi, tapi setidaknya kehadiran lo buat gue ngerasain yang namanya kasih. Gue sayang sama lo. Walaupun gue mati nanti, gue selalu berharap suatu saat dikehidupan lain kita dapat bertemu lagi. Lo berarti buat gue. Gue nggak tahu apa yang bakal mereka lakuin sama lo setelah gue pergi. Tapi, hari ini dan nanti, gue tetap sayang sama lo. Te amo, Sera. Gue akhirnya bisa pergi dengan tenang dengan keberadaan lo di detik napas gue. Makasih banyak. Lo orang yang berarti bagi gue. Terima kasih banyak." lirih Alam sembari memuntahkan beberapa teguk darah. Penyakitnya sudah di tahap akhir setelah dipertemukan dengan sinar gamma.

A L A M [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang