A L A M 46

1.3K 150 0
                                    

Bunyi ketukan heels terdengar saling bersahutan di lorong villa di keheningan malam. Pemilik kaki jenjang dan putih itu bergerak lembut, seirama dengan gaun kembang bewarna pink selutut yang melambai-lambai mengikuti irama. Pembawaannya yang manis benar-benar menghipnotis semua orang hingga siapapun yang melihatnya akan langsung jatuh hati.

Rambutnya yang bergelombang terurai indah di punggung kecilnya, yang kini mulai menuruni satu persatu anak tangga yang menghubungkan ke ruangan bawah tanah. Bibirnya yang teroles pemerah bibir membentuk senyuman cantik, saat matanya yang hangat memandang sosok yang terikat di besi panas yang melilit tubuhnya.

Sosok itu membuka matanya, memperlihatkan manik hijau emerald yang membuat semua orang ingin memilikinya. Saat rahangnya diangkat, mata itu bisa secara langsung melihat sosok bergaun pink yang masih tidak menyurutkan senyumnya.

"Bagaimana kabarmu?" Sofia bertanya sembari mengelus rahang saudara tirinya. Gadis itu benar-benar menikmati pemandangan di depannya. Aliran darah segar yang keluar dari pori-pori Alam begitu memikat untuknya.

Sofia mengelap tangannya dari darah yang menempel di tangannya menggunakan sapu tangannya. Ia menarik kursi kayu, lalu duduk di depan Alam dengan kaki yang disilang angkuh.

"Kakak sayang, akhirnya saat yang aku tunggu-tunggu datang juga. Bisa membawamu ke sini tanpa sepengetahuan Ayah, sedangkan Ibu membantuku melancarkan semuanya. Bukankah ini sangat menyenangkan, Kakak?" Sofia menopang dagu sembari memperhatikan Alam yang masih bungkam. Lelaki itu terlihat lemas setelah dua hari tidak makan.

"Sofia."

Pemilik nama menoleh. Patricia menuruni anak tangga dengan anggun. Di anak tangga terakhir, bibirnya melukiskan senyum sambil mendekati putrinya.
"Kamu begitu semangat malam ini sayang." tutur wanita itu.

"Tentu saja Ibu, hari ini aku akan membasmi orang asing di keluarga kita setelah berhasil menyingkirkan dua orang lain." jawab Sofia.

Patricia puas melihat kebahagiaan putrinya. Tak lama ia berpaling pada sosok Alam yang sempat ia abaikan. Wanita itu berjongkok di depan lelaki itu. Jari telunjuknya mengangkat dagu Alam hingga lelaki itu kembali mendongak. Ia memperhatikan mata sayu khas keturuan White. Patricia sangat menyayangkan karena kedua anaknya tidak mewarisi mata khas suaminya. Ia benar-benar membenci fakta satu itu.

"Apa kamu memiliki keinginan lain sebelum kamu mati hem?" Patricia bertanya dengan lembut. Jika orang asing yang mendengarnya, mereka akan mengira wanita itu sangat menyayangi sosok yang menderi saat ini.

Alam menatap Patricia seketika. Patricia sangat tahu tatapan itu. Ia pintar menilai seseorang dengan tatapannya. Walau lelaki itu selalu menatapnya dengan tulus tanpa ada kebencian, tapi hatinya sama sekali tak tergerak. Malahan ia sangat menyukai menyiksa orang yang menyayanginya secara tulus. Apalagi jika itu adalah orang yang harus ia singkirkan karena telah menjadi setitik debu di keluarganya.

"Jadi apa, Nak?"

Alam langsung terpaku mendengar panggilan Patricia untuknya. Matanya tak bisa untuk tidak mengembun. Setetes air bening akhirnya keluar juga dari pelupuk matanya. Melihat itu, Patricia tersenyum puas.

"Oh lihat anak kecil ini, dia terharu mendengar aku memanggilnya begitu. Kenapa? Karena pertama kalinya aku memanggilmu seperti itu? Benarkah? Lihat, akulah yang pertama memanggilmu dengan itu, bahkan saat Ayah dan Ibu kandungmu tidak sudi memanggilmu Anak." Patricia senang saat berhasil memporakan hati Alam. Ia tahu semua tentang lelaki itu, bagaimana ia tidak pernah mendapatkan kasih sayang, pengabaian, dan cinta. Ini kesenangannya. Ia senang melihat anak itu terluka. Semakin ia terluka, semakin pula rasa senangnya melimpah.

"Jadi katakan, apa maumu." Patricia kembali mengulang perkataannya. Ia dengan sangat sabar menunggu mengingat suasana hatinya sedang baik.

Alam membuka mulutnya dengan gemetar. Ia tidak punya tenaga di perut kosongnya. Lelaki itu menggigit bibirnya sebentar, untuk mengumpulkan energi yang tersisa.
"Berjanjilah untuk selalu bahagia setelah aku mati Ibu. Jagalah keluarga termasuk Kak Ansley."

A L A M [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang