A L A M 23

1.2K 156 9
                                    

"Nggak mau ya?" ringis gadis itu kembali menurunkan tangannya, lalu menyembunyikannya di belakang punggungnya. Leonor merutuki kebodohannya, yang tak sempat berpikir sebelum menawarkan. Melihat wajah seram yang tidak berubah, membuatnya semakin ketar-ketir.

"Kalo gitu gue balik dulu." Leonor dengan kikuk mengambil ancang-ancang melarikan diri. Namun sayang sekali, baru saja ia melesetkan aksi itu, rambutnya yang diikat tinggi ditarik dari belakang.

Leonor menelan ludah. Habis sudah!

"Gue belum izinin lo pergi," ujar suara berat itu.

"Tapi gue harus pergi." ujar Leonor sedikit kesal.

Sosok itu merendahkan tubuhnya, mensejajarkan wajah mereka berdua.
"Lo nggak tahu siapa gue?" tanyanya.

Leonor mengerutkan keningnya. Matanya melirik ke arah depan, dimana Sofia yang tampak lemas di kelilingi para lelaki beringas itu. Setelah itu matanya menyoroti sosok di depannya. Dengan pelan ia mengangguk kaku.

Seringai yang terukir di bibir lelaki itu langsung surut. Maniknya menajam.
"Lo nggak tahu siapa gue?" tunjuknya pada diri sendiri.

Untuk kedua kalinya Leonor menggeleng. Matanya tidak menampilkan kebohongan. Memang benar, ia tidak tahu siapa lelaki itu. Apa dia orang terkenal? Jika iya, dirinya yang kudet tentu tidak tahu menahu. Lalu haruskah ia mengetahui siapa lelaki itu?

"Wahh bos! Dia nggak tahu lo. Kasih tahu dia bos," ujar seruan dari depan sana.

Leonor mundur menghindari telapak tangan yang ingin menyentuh inci wajahnya. Gerakannya yang menolak membuat tangan itu menggantung kaku udara, sebelum berubah menjadi sebuah kepalan. Sosok itu menurunkan tangannya, lalu menyembunyikannya di balik saku celananya.

"Gue Calix, kapten Aldofos Gang." ujarnya.

Leonor mengerjap. Sebuah Gang?

"Bos, ngapain ngenalin diri. Kasih pelajaran. Berani banget ganggu kita." seru anak buahnya.

Leonor mendelik mendengarnya. Hei! Dirinya tidak melakukan apapun. Kalaupun ada pilihan, ia lebih memilih jauh-jauh dari tempat terkutuk ini.

Rasa dongkolnya langsung berganti saat lengan itu merangkul bahunya. Kini giliran lelaki bernama Calix itu, yang mendapatkan delikan tajam.

"Karena lo ada di sini, temenin cewek itu." Calix menunjuk Sofia dengan dagunya.

Leonor menggeleng.
"Gue nggak mau, enak aj-HEH LO MAU BAWA GUE KEMANA?" Leonor berteriak saat tubuhnya diangkat secara tiba-tiba oleh Calix, seperti sedang memikul beban hidup.

Tidak ada balasan apapun bahkan saat dirinya sudah berusaha memberontak dengan brutal. Mereka berdua dibawa ke sebuah rumah tak jauh dari gang.

Leonor dan Sofia disatukan dalam satu ruangan yang sedikit kotor. Belum sempat Leonor ingin kabur lagi, pintu ruangan itu sudah ditutup. Gadis itu menendang pintu dengan kesal, melampiaskan emosinya yang meluap.

Leonor berjongkok di depan pintu. Ia mulai membuka kresek makanannya yang untungnya tidak kenapa-napa. Gadis itu mulai memakannya satu persatu, sambil memikirkan jalan keluar dari sana.

Leonor juga baru sadar jika bukan hanya dirinya di dalam sana. Gadis itu memperhatikan sosok Sofia yang meringkuk di sudut ruangan, sambil memainkan tebu yang menempel di lantai. Sofia masih saja bersinar dikeadaan seperti ini. Jika ini sebuah serial drama, mungkin sekeliling gadis itu mengeluarkan cahaya.

Leonor sama sekali tidak punya niatan berbasa-basi atau sekedar menyapa. Itu bukan tipenya sama sekali. Sikap bodo amatnya yang sudah mendarah daging, membuatnya memilih diam dan sibuk dengan dunianya sendiri.

A L A M [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang