#2 KAMPRET YANG KEMBALI

133 20 4
                                    

"I was doing fine without you,
'Till I saw your face,
now I can't erase."

(The Less I Know, The Better – Lame Impala)



Naraya mengetuk-ngetukkan jarinya ke keramik wastafel. Dari cermin, pantulan wajahnya terlihat galau. Pandangan matanya menatap ruang kosong di antara keran dan bak cuci tangan yang terdapat sisa-sisa air.

Seseorang keluar dari toilet tidak lama kemudian. Dia lalu membasuh kedua tangannya seraya memperhatikan wajahnya sendiri di kaca.

"Vic," panggil Naraya tanpa mengalihkan matanya pada Vicky, gadis yang kali ini sedang menggunakan hand dryer dengan menggerak-gerakkan tangannya. "Seandainya kontrak sama Tapao Jaya kita cancel aja, gimana?"

"WHAT?!" Tangan Vicky berhenti bergerak di antara udara hangat yang keluar dari mesin pengering itu. Dia menatap Naraya tidak percaya.

"Why? Bukannya lo bilang proyek ini lumayan gede nilainya? Yang bener aja mau di-cancel? Kesambit apa sih lo, Mbak?"

Reaksi Vicky tidak mengagetkan Naraya. Dia sudah menduga rekan kerjanya itu akan memberikan respon seperti yang didengarnya barusan.

"Kita kan udah deal sama mereka sejak jauh-jauh hari dan so far nggak ada masalah, right? Gue pikir tadi pas lo presentasi pun mereka oke-oke aja, tuh. Masa mau tiba-tiba dibatalin? You okay?"

Naraya menghela napas seraya membenarkan perkataan Vicky dalam hati. Selama dia presentasi tadi, pihak dari Tapao Jaya tidak ada yang keberatan dengan usulan yang diajukannya. Tapi dengan Yausal yang ternyata klien mereka sekarang, itu yang benar-benar masalah buat Naraya. Kemunculan laki-laki itu secara tiba-tiba saja sudah jadi perkara. Ditambah mereka sekarang mempunyai hubungan kerja. Tidak pernah sedikit pun hal tersebut terlintas di pikirannya.

"Ada apa sebenarnya, Mbak? Nolak-nolak rejeki kayak gini tuh nggak lo banget." Sekilas Vicky terlihat menatap Naraya curiga sebelum akhirnya lanjut membenahi rambutnya. Dia memastikan keriwil-keriwil itu terlihat sempurna di matanya

Iya sih, pamali menolak rejeki. Nilainya lumayan, lagi. Naraya berkata dalam hati. Namun kenyataan bahwa Yausal adalah owner dari perusahaan yang menyewa Pandora untuk acara ulang tahunnya beberapa minggu ke depan ini terlalu mendadak. Rasanya seperti berada di detik-detik Naraya harus menangkap sebuah durian jatuh dalam kondisi tidak siap. Satu sisi dia tidak bisa mengelak. Sisi lain, dia takut tangannya terluka karena duri-durinya yang tajam.

Mana gue harus ngontak duluan, lagi. Apa kabar nomornya yang udah diblokir?

"Malah bengong." Vicky menjawil pipi Naraya. "Lo mau naik apa masih mau di sini?"

"Ya naik lah. Ngapain gue di sini?"

"Ya kali, rek jadi jurig cai." Vicky mendahului langkah Naraya sambil terkikik.

"Elu tah, jiga jurig. Penampakan persis kuntilanak nggak sempet rebonding."

"Ya Allah, rebondiiiing. Ketauan banget sih umur lo, Mbak. Pasti kalo ngisi tanggal lahir, scroll tahunnya jauh banget, ya?" Kali ini Vicky ngakak.

"Kita cuma beda empat tahun ya, Vic. Nggak usah sok muda."

"At least gue masih twenties ya, Mbak. Elu?" Vicky berhasil membungkam Naraya dengan fakta bahwa umur mereka berada di angka puluhan berbeda. Gadis itu tersenyum puas.

HATTRICK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang