#22 JUST IN CASE

42 11 0
                                    

"I once had a thousand desires,

But in my one desire to know you,

All else melted away."

(Rumi)



'Bisa ketemu, gak? Mo ngobrolin acara.'

Yausal bergeming saat membaca sebaris pesan dari Naraya pagi ini. Entah mengapa ada sedikit rasa enggan di satu sisi dan semangat yang menyala di sisi lain. Dia tidak ingin mengakui bahwa apa yang dilihatnya malam itu memengaruhinya. Namun nyatanya itu yang dia rasakan.

Naraya terlihat masih online. Mungkin dia sedang menunggu jawaban. Namun bukannya membalas, Yausal memilih keluar dari aplikasi pesan itu dan menaruh ponselnya di meja, lalu memeriksa laptopnya.

Cieee... ngambek, ledek hatinya yang dia coba tidak hiraukan dan fokus pada pekerjaan di layar komputernya. Tapi ponsel yang diam di meja tidak jauh dari macbook-nya itu mendistraksinya. Benda mati itu seolah melambai-lambai meminta perhatian. Yausal beberapa kali melirik telepon pintarnya yang sengaja dia simpan terbalik, mencoba memusatkan pendengaran barangkali ada nada getar. Mungkin saja, mungkiiiiin, Naraya di seberang sana meneleponnya karena tidak sabar harus segera bertemu. Namun nyatanya, hanya hening dan suara napasnya sendiri yang terdengar bersahutan dan entah mengapa itu terasa mengusiknya.

Kok gue bete, ya?

Satu pertanyaan tiba-tiba datang.

Emang gue siapanya?

Disusul pertanyaan lain yang mencoba menyadarkan akal sehatnya.

Yausal menghela napas beberapa kali sebelum akhirnya meraih teleponnya. Alih-alih membalas pesan yang tadi sempat dia abaikan, Yausal memilih menelepon Naraya.

"Hai, Na. Aku free makan siang nanti. Mo ketemu di mana?"


Yausal memasuki sebuah kedai kopi yang letaknya tidak jauh dari Dandelion. Tiga meja dari pintu, Naraya terlihat tengah duduk dengan posisi memunggunginya. Gadis itu tampak sedang menggulir tabletnya. Entah betulan sibuk, entah mengusir bosan. Yausal berjalan perlahan mendekati mejanya seraya mencoba mengenyahkan bayangan Naraya dan Nino yang muncul tiba-tiba. Bayangan keduanya tengah berpegangan tangan di kantor Pandora.

"Na..."

"Hey." Naraya mendongak saat dia menyadari Yausal sudah ada di depan meja.

"Dari tadi?" Tanyanya sambil duduk di hadapan gadis itu. Sebuah cangkir yang sudah setengah kosong terlihat menemaninya.

Naraya melirik arlojinya. "Sejam yang lalu."

"Loh? Aku telat, ya?" Yausal melihat layar ponselnya, memeriksa jam. "Kita janjian jam segini, kan?"

"Iyaa." Naraya tertawa pelan. "Aku emang sengaja di sini dari tadi. Agak males mau balik kantor."

"Oooh. Kirain aku yang terlambat dateng." Yausal lalu berdiri. "Aku pesen dulu, ya," ujarnya. Namun baru beberapa langkah, dia balik lagi. "Eh, ada rekomendasi, nggak? Aku belom pernah ke sini, soalnya."

Naraya menarik menu yang ada di meja. Dia membaca sesaat. "Coffee? Non-coffee?"

"Anything."

HATTRICK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang