"You walk into the room, I go quiet
I catch your eyes and don't blink an eyelid
Feels like the world locked us in an island
An island without waves..."
(Everywhere – Niall Horan)
Yausal membuka matanya yang seketika memincing karena silau dari jendela. Kamarnya sudah terang, tapi dia tidak ingat kapan dirinya membuka tirai. Yang dia tahu, dia baru bangun dari tidurnya yang pulas semalam.
Setelah beberapa saat terdiam dengan selimut masih menutupi setengah badannya, Yausal meraba-raba kasur untuk menemukan telepon genggamnya. Dia terbiasa melihat jam di situ dan kali ini perlu mencari tahu tanggal hari ini karena entah kenapa dia benar-benar lupa. Mungkin tidur nyenyak membuat dirinya relaks dan melupakan beberapa hal, terutama yang berhubungan dengan hari kerja dan juga pekerjaannya.
Yausal melirik nakas di samping tempat tidurnya, karena ternyata ponselnya tidak ada di kasur. Dengan agak malas, dia menjulurkan tangannya untuk sekedar menggeserkan lampu, buku-buku dan kalender duduk. Siapa tahu telepon genggamnya terselip di antara benda-benda itu. Namun ternyata yang dicarinya tidak ada di situ.
Sementara itu suara langkah kaki terdengar menaiki tangga. Tidak lama kemudian pintu kamar dibuka dan sebentuk wajah dengan senyum terulas muncul di situ. Yausal menoleh, dan orang yang tiba-tiba berdiri tidak jauh dari tempat tidurnya itu membuat dirinya terkejut seketika.
"Hey. Udah bangun, ya?" Sapa orang itu, kemudian menutup pintu.
Yausal yang masih belum sanggup mencerna situasi, tercengang saat melihat seseorang yang tak pernah dia sangka akan masuk dan melenggang ke kamar ini dengan santainya. Masih dengan tatapan tidak percaya, matanya mengikuti orang itu berjalan mendekatinya. Dia lalu duduk di tempat tidurnya, menghadap padanya, membelakangi jendela.
Dengan senyum yang belum hilang dari wajahnya, tangan orang itu kini meraba kening Yausal tanpa berkata-kata. Yausal yang masih terbaring, kali ini melihat wajah orang di depannya di antara cahaya yang masuk dari arah belakang Meskipun terkena backlight, tapi Yausal sangat yakin. Dia tidak mungkin salah mengenali.
Naraya...
"Ke bawah, yuk," ajak orang itu, setelah melepaskan tangan dari dahi Yausal.
Yausal menatap muka di hadapannya. Melihat Naraya berada di kamarnya lalu duduk di dekatnya serta mengajaknya turun bersama, laki-laki itu merasa seperti sedang bermimpi.
"Udah siang. Kamu mau sarapan apa?" Tanyanya lagi. Senyum itu masih belum hilang dari bibirnya.
Mata Yausal masih bergeming pada sosok perempuan di depannya. Belum sepenuhnya tersadar dari bengong panjang, dia pun akhirnya menjawab, "kamu."
Yausal terperanjat. Dia seketika terbangun dan badannya sedikit gemetar. Melihat sekeliling, Yausal mendapati dirinya bukan berada di kamarnya sendiri. Beberapa saat terdiam, dia baru ngeh bahwa dia sedang berbaring di sebuah ruangan di lantai satu rumahnya.
Tidak ada cahaya menyilaukan dari jendela.
Tidak ada langkah kaki yang sebelumnya seperti nyata dia dengar.
Tidak ada Naraya.
Ternyata yang dia alami barusan itu hanya mimpi. Tapi kenapa sentuhan di dahinya sangat berbekas? Cepat Yausal meraba keningnya dan sesuatu menempel di situ.
KAMU SEDANG MEMBACA
HATTRICK
RomanceNaraya dan Yausal kembali bertemu untuk ketiga kalinya. Tiga tahun putus kontak, mereka terlibat satu pekerjaan yang sama. Lagi-lagi saling terhubung, tenyata banyak hal yang terjadi di luar dugaan mereka, termasuk usaha keduanya untuk tidak saling...