#18 BADAI

57 10 4
                                    

"Not all storms come to disrupt your life...
Some come to clear your path"

(Quoted)


"Sorry Yaaaa, semalem aku ketiduran." Suara Nino di seberang terdengar memelas dan penuh rasa bersalah. "Kemaren cape banget."

"Iya, No. Nggak papa."

"Marah, ya?"

"Nggak lah." Naraya menjawab santai seraya memeriksa laporan satu per satu. Setelah berdiskusi dengan Nino tempo hari di kedai baso Malang itu, Naraya akhirnya memutuskan untuk mengiyakan ajakan makan malam Yausal. Katanya kondisi laki-laki itu sudah jauh lebih baik meskipun masih cuti kerja. Dan seperti skenario biasanya, Nino akan menelepon Naraya saat dirinya tengah bersama Yausal. Tapi hingga makan malam keduanya selesai semalam, telepon Nino tidak kunjung datang.

"Seru makan malamnya?" Tanya Nino penasaran.

"Lumayan," Naraya menjawab apa adanya.

"Anything happened?"

"Seperti?" Tanya Naraya balik.

"Next meet-up plan selain kerjaan, maybe?"

"Maybe." Naraya tertawa kecil. "Tapi yang pasti masih seputar pekerjaan."

"Bagus lah."

"Kok bagus?"

"Karena kita nggak tahu ujung dari sandiwara ini dimana." Nino terbahak di seberang sana, yang malah disambut sepi oleh Naraya.

"Eh Ya, sorry. Becanda."

"Nggak No, bukan itu. Gue tiba-tiba teringat sesuatu." Naraya menutup map laporannya. Kali ini dia fokus pada obrolannya di telepon. "Gue tahu ada apa sama Farrah sampai akhirnya dia menduda sampai sekarang."

"Oh ya? Tahu dari mana?"

"Bu Diah. Mamanya Yausal."

Ingatan Naraya tentang bagaimana tercengangnya dia ketika ibunya Yausal berdiri di hadapannya melintas cepat. Seandainya dia bisa melihat mukanya sendiri saat itu, sudah pasti wajahnya tampak pasi akibat turunnya saturasi. Apalagi dia tidak sempat memeriksa apakah matanya belek-free atau pipinya bebas iler. Naraya betul-betul baru saja bangkit dari kasur ketika tiba-tiba Bu Diah datang lalu memperkenalkan diri.

"Masuk, Bu. Oh ya, makasih bingkisannya. Silakan duduk. Saya ijin ke kamar mandi sebentar."

Naraya menaruh tas belanja yang diberikan Bu Diah di meja dekat jendela. Dia kemudian menghilang di balik pintu kamar mandi ketika wanita paruh baya itu masuk lalu duduk di sofa biru yang menghadap pintu.

Sementara itu di kamar mandi, Naraya sibuk memeriksa dirinya sendiri di cermin wastafel. Wajahnya jelas sekali terlihat baru bangun. Rambutnya pun sedikit acak-acakan. Giginya masih bersih karena selalu disikat sebelum tidur, tapi sudah pasti mulutnya beraroma tidak sedap. Kemudian dia menunduk, melihat baju yang sedang dikenakannya. Celana pendek yang panjangnya kurang lebih dua puluh senti di atas lutut dan atasan kaos longgar yang sudah tipis dan mempunyai beberapa lubang di jahitannya. Belum lagi sablonan yang sudah memudar di bagian dadanya dan... APA ITU?

Naraya tersentak. Dia spontan menutupi dada dengan kedua tangannya.

Beha mana, beha?

Mata Naraya berkeliling ruangan yang tidak terlalu besar itu. Dia panik mencari-cari bra yang semoga dia tinggalkan di kapstok kamar mandi atau di tempat baju kotor. Namun nihil. Benda yang dicari sudah pasti ada di kasurnya. Dia lepas semalam sebelum tidur.

HATTRICK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang