#3 WONDERING

91 20 5
                                    

"Cause I'm not ready to find out you know how to forget me

I'd rather hear how much you regret meAnd pray to God that you never met me than forget me..."

(Forget Me – Lewis Capaldi)


Gedung Dandelion adalah sebuah gedung dua belas lantai yang ada di Jalan Setiabudhi. Letaknya tepat bersebelahan dengan apartemen Setiabudhi. Baru direnovasi sekitar lima tahun lalu, gedung ini bukan satu-satunya yang disewakan untuk kebutuhan usaha. Masih ada belasan gedung bertingkat lainnya dan kantor-kantor serta ruko di sekitarnya yang membuat kawasan ini menjadi area bisnis dalam beberapa tahun terakhir. Lokasinya sering disebut-sebut strategis karena terdapat banyak tempat makan dan toserba di sekelilingnya. Belum lagi dua tempat karaoke yang letaknya berseberangan yang sering membuat daerah ini ramai, terutama saat akhir pekan.

Sudah hampir dua tahun Yausal menyewa salah satu kantor di gedung ini, tepatnya di lantai tujuh. Namun baru seminggu dia resmi pindah dan menetap bekerja di sini. Bekerjasama dengan dua orang temannya dari Singapura, dia membuka sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa marketing digital, Tapao Jaya Creative Network. Pada tahun ke-dua ini, sudah puluhan klien yang ditangani kantornya, termasuk enam perusahaan besar Indonesia dan dua dari Singapura yang sedang mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Perusahaan-perusahaan itu memercayakan pemasaran mereka untuk ditangani Tapao Jaya. Yausal sendiri sulit untuk percaya bahwa kurang dari dua tahun, bisnis yang dibangunnya berkembang sangat pesat. Namun dia yakin bahwa tidak ada yang mustahil selama Yang Kuasa menghendaki itu terjadi. Selain itu dia juga percaya pada kemampuan orang-orang yang bekerja untuk perusahannya. Apa yang dia capai hari ini tidak akan mungkin tanpa mereka.

Sejak sepuluh menit lalu Yausal duduk di sofa single yang ada di lobi, membelakangi pintu masuk yang terbuat dari kaca, seperti halnya dinding gedung seluruhnya. Di sofa yang lain, sudah ada beberapa orang yang kelihatannya juga sedang menunggu. Yausal sendiri tengah menanti kedatangan mobilnya yang baru selesai diservis dan janji akan diantar pada jam pulang kantor. Sesekali melayangkan pandangan melalui dinding kaca di sampingnya, jalanan di luar terlihat tidak terlalu ramai karena hujan yang turun dari tadi. Yausal memeriksa ponselnya, membaca hasil tangkap layar berupa daftar belanja titipan yang harus dibelinya.

Rinso matic. Pewangi pakaian. Sunlight. Enzim. Sabun cair. Kopi. Gula. Oatmeal. Selai kacang. Malkist. Chitato. Kacang atom. Softex. Durex.

Yausal meringis. Dia yakin dirinya sedang dikerjai.

Orang yang ditunggu tidak kunjung datang, itu berarti sudah lebih dari dua puluh menit Yausal tertahan di lobi kantor. Padahal dia punya janji lain setengah jam lagi. Sesekali mengedarkan pandangan ke lobi gedung yang cukup luas itu, matanya menangkap sosok yang tidak asing dari kejauhan. Naraya, dengan ponsel di tangan dan hands-free terhubung ke telinganya, berjalan dari arah lift. Yasual spontan membetulkan letak duduknya dan seketika merapikan rambutnya, entah untuk alasan apa. Matanya tidak lepas dari perempuan yang kini bergerak ke arahnya, berharap dia akan melihat balik dan Yausal bisa menyapa lalu mengajaknya ngobrol. Sejak berpapasan dengan Naraya tadi pagi, dia merasa gadis itu membuat jarak yang sulit dilewati.

Jangan-jangan dia masih dendam ke gue.

Namun Yausal tidak menyerah. Kedua matanya masih mengikuti kemana Naraya berjalan. Semakin dekat Naraya dengan tempatnya berada, seketika badannya mulai gemetar. Meskipun demikian, dia berusaha bersikap sesantai yang dia bisa. Sekilas dirinya melihat Naraya yang sudah menyadari keberadaanya dari jarak yang sudah tidak terlalu jauh. Perempuan itu pun melihat ke arahnya. Pada saat yang bersamaan Yausal merasakan jantungnya seperti melorot ke lantai ketika tiba-tiba Naraya melambaikan tangan ke arahnya sambil tersenyum lebar. Wajahnya tampak dipoles oleh make-up tipis ala kadarnya.

HATTRICK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang