#29 ANGIN SURGA

71 8 1
                                    

"Kuajak kau melayang tinggi
dan kuhempaskan ke bumi

Kumainkan sesuka hati,
lalu kau kutinggal pergi."

(Babydoll - Utopia)


'Gue di parkiran.'

Sebaris pesan pendek yang masuk ke ponsel Naraya membuatnya menutup laptop seketika. Sore itu, dia adalah orang terakhir di kantornya setelah Rena pamit pulang sepuluh menit lalu. Sementara Vicky dan Putra sedang bertemu klien, Gugi izin tidak masuk karena ada keperluan keluarga.

Naraya melenggang keluar dari gedung dan menemukan mobil Donna diparkir tidak jauh dari pintu masuk. Semalam bumil itu memintanya untuk mengantar ke dokter kandungan. Ini adalah bulan ketujuh dimana Donna harus lebih sering memeriksakan calon bayi kembarnya. Berhubung suaminya sedang ke luar kota, Donna merasa butuh ditemani.

"Loh, nggak jadi sama sopir?" Tanya Naraya sambil melongokkan kepalanya melalui jendela depan. Dia mendapati Pandu yang duduk di belakang kemudi.

"Dia sopir gue hari ini,' ujar Donna yang duduk di kursi tengah, sambil memakan cemilan buah yang selalu dia bawa dari rumah.

"Gayyaaa. Tengah apa depan, nih?"

"Depan aja. Gue pengen duduk merdeka di belakang."

"Siap, Bu Bos. Merdeka!" Naraya membuka pintu, lalu duduk di kursi sebelah Pandu. Dia tahu, ini tidak hanya akan jadi acara mengantar Donna ke rumah sakit. Bisa jadi setelahnya ada agenda tambahan seperti makan malam, ngopi, bahkan nonton bioskop. Donna jelas tidak akan membiarkan kesempatan kumpul bertiga ini berakhir di satu kegiatan saja.

"Kalau periksanya selesai cepet, kita langsung makan, ya," kata Donna dari kursi belakang.

Tuh kan, bener?

"Gue lagi ngidam kambing bakar, nih, dikasih kecap, irisan bawang merah, cengek sama tomat. Ya Allaaah, ngileeer." Donna terlihat menelan air liur.

"Mudah-mudahan di dokternya nggak ngantri ya, Don. Gue juga udah laper soalnya," sahut Pandu sambil melirik Donna dari kaca spion.

"Ah, emang dasar hidup lo mah cuma laper ma laper banget bawaannya."

"Ini udah masuk jam makan malem, Donnaaaa. Lo juga laper kan, Ra?"

"Nggak. Biasa aja gue mah."

"Euh, suka nggak kompak."

Pandu menyalakan mesin, siap menjalankan mobil. Saat Naraya akan memasang sabuk pengaman, dia teringat sesuatu.

"Eh Don, seatbelt lo nggak macet, kan?"

"Nggak, tuh. Kenapa emang?"

Naraya memencet tombol merah sabuk pengaman itu berkali-kali. Dia mencoba menghubungkan pengait dengan kuncinya lalu menekan tombolnya sekali lagi. Tali keselamatan itu berhasil terlepas.

"Sip. Aman," ujarnya, kemudian memasang kembali sabuk itu ke penguncinya. Tanpa dia sadari, Donna dan Pandu tengah memperhatikan apa yang tengah dilakukannya.

"Lo kejebak seatbelt, Ra?" Tanya Pandu sembari melajukan mobil keluar dari Dandelion.

"Iya."

"Di?"

"Mmmmh... taksi online."

"Wah?" Pandu melirik Naraya sekilas. "Trus gimana, dong?"

"Bisa akhirnya. Sempet agak macet beberapa saat aja, sih. Tapi ya, gue jadi sedikit waswas."

HATTRICK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang