#21 GEDE RASA

50 10 1
                                    

'Cause friends don't the things we do

Everybody knows you love me too

Trying to be careful with the words I use

I say it cause I'm dying to

I'm so much more than just a friend to you

(Just A Friend To You – Meghan Trainor)


Ada dua panggilan tidak terjawab saat Yausal memeriksa telepon genggamnya. Dua-duanya dari Bunga. Dia menduga, mungkin gadis itu ingin mengabari kondisi ayahnya, atau bisa jadi dia hanya ingin sekedar bercerita. Namun Yausal memilih mengabaikan, tidak menelepon balik atau pun mengirim pesan. Bukannya dia tidak paham bahwa saat ini Bunga sedang butuh dukungan, tapi dia juga ingin sedikit demi sedikit menjauh supaya gadis itu mengerti. Entah mengapa, laki-laki itu merasa, Bunga seperti tidak membiarkan celah kosong di hidupnya tanpa ada notifikasi darinya. Dia seolah-olah sedang menandai teritori supaya kemana pun Yausal melangkah, ada batas wilayah bernama Bunga yang tidak boleh dia lupakan. Dan Yausal lama-lama terbebani dengan perasaan itu. Dia khawatir perasaan Bunga padanya semakin dalam dan akan membuatnya semakin sulit memberikan penolakan.

Jendela mobil Yausal tiba-tiba diketuk dari luar. Dia menoleh seketika dan melihat Naraya tengah merundukkan badannya, melihat ke dalam dari balik kaca.

Yausal membuka kunci pintu dan membiarkan Naraya masuk. Wajah perempuan itu terlihat murung.

"Gimana?" Tanya Yausal, berharap ada kabar baik yang bisa dia dengar. Namun melihat ekspresi yang sudah bisa dia pahami tanpa harus dijelaskan panjang lebar, bisa dipastikan ini adalah sesuatu yang buruk.

Naraya menggeleng. Dia tidak berkata apa-apa lagi. Sementara beberapa saat setelahnya, gadis itu tampak lebih banyak diam sepanjang perjalanan pulang dari rumah Rio. Yausal yang melihatnya hanya duduk seraya membuang muka ke kaca jendela, merasa penasaran tapi masih mencoba untuk menahan diri untuk tidak bertanya. Mungkin tadi Naraya menemukan sesuatu dan belum siap untuk cerita, pikirnya.

Namun hening di antara mereka membuat Yausal, mau tidak mau, jadi menduga-duga banyak hal. Tentang Naraya yang merasa terpukul karena kehilangan uang yang tidak sedikit. Lalu merasa sakit hati oleh pengkhianatan temannya sendiri. Kemudian tentang bagaimana menghadapi klien-kliennya nanti, mungkin ada yang mengerti, mungkin tidak. Atau bisa jadi tentang bagaimana dia harus menutupi kerugian di tengah biaya operasional perusahaan event organizer-nya.

Yausal hanya berharap semoga semuanya bisa baik-baik saja.

"Laper nggak, Na?" Tanyanya saat mobil berhenti di lampu merah. Kali ini dia agak lama melihat ke arah Naraya.

Naraya tampak menghela napas, lalu menatap Yausal. "Nggak. Kamu mau makan dulu?"

"Nggak, sih. Aku sempet nyemil berat sebelum keluar kantor tadi, jadi masih aman. Tadinya barangkali kamu laper, kita bisa mampir dulu mumpung banyak tempat makan di sepanjang jalan. Atau makanan ringan, mungkin?"

"Mmh... aku belom pengen makan sih, sebenernya," jawab Naraya, masih dengan mata tertuju pada laki-laki di sebelahnya. "Tapi kalau kamu mau nyemil, ayo aku temenin."

Sebetulnya Yausal bisa saja mengiyakan, tapi saat sekilas dirinya bisa melihat tatapan mata sedih, sedikit tertekan dan lelah, dia memilih untuk tidak memaksakan.

HATTRICK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang