"My favourite journey is looking out the window."
(Edward Gorey)
Ada satu kebiasaan baru yang Yausal tidak sadari belakangan ini. Semenjak tahu bahwa dirinya dan Naraya bertetangga, dia jadi sering melirik ke rumah seberang begitu melewati jendela besar kamarnya. Sesekali selintas sambil lalu, seringkali dia terdiam beberapa detik disitu. Kemarin Yausal malah sengaja duduk di kasurnya menghadap jendela. Saat dia melirik jam di nakas yang menunjukkan pukul enam kurang, dia tahu kalau Naraya akan keluar dengan setelan olahraganya sebentar lagi. Apalagi ketika lampu dalam di rumah seberang sudah terlihat terang, dan lampu luar sudah dimatikan, itu tandanya Naraya sudah bangun.
Benar saja, tidak lama kemudian gadis itu keluar dari pintu dengan atasan berwarna pink terang dan celana legging capri hitam. Dia mengambil gembor yang disimpan di pojok halaman, lalu membawanya masuk. Tidak lama kemudian, gadis itu keluar dengan penyiram tanaman dan terlihat menyiram pohon-pohon kecil yang ada di pekarangan. Selesai dengan pot bunga yang ada di dekat pagar, dia lalu kembali ke dalam dan keluar lengkap dengan sepatu lari yang sudah dipakai seraya menggenggam sebuah ponsel dengan earphone terhubung ke telinganya.
Awalnya Yausal merasa biasa saja. Tapi setelah beberapa saat kegiatan berdiri di depan jendela itu berulang, termasuk pagi ini, dan dirinya jadi tahu hal-hal baru tentang gadis itu, Yausal jadi bertanya-tanya alasan dia melakukannya. Setelah agak lama berputar-putar dengan pikirannya sendiri, jawaban akhir yang dia dapat adalah bahwa dirinya hanya penasaran dengan apa yang Naraya lakukan sehari-hari. Setidaknya itu yang membuat Yausal merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan habit barunya itu.
Karena sebenarnya yang harus dikhawatirkan adalah Bunga dan efek perempuan itu pada dirinya.
Yausal berdecak sebal. Ingatan tentang kejadian dua hari lalu di kantornya itu sedikit membuatnya frustasi. Dia tidak menyangka kalau Bunga akan bergerak dengan begitu agresif.
Sesaat setelah Naraya pamit dari ruangannya waktu itu, Dinda masuk membawa beberapa map laporan yang harus diperiksa Yausal. Seperti biasa, ada bonus camilan yang kerap dia bawa: pastel goreng yang disimpan dalam wadah thinwall.
"Kali ini endorse dari mana lagi?" Tanya Yausal penasaran, waktu Dinda menaruh makanan itu di mejanya.
"Yang ini bukan endorse, Kang." Dinda menata meja Yausal, mengangkat dua cangkir kopi yang sudah hampir kosong, lalu menyimpan tumpukan map di bagian samping meja Yausal.
"Jadi?"
"Itu Dinda bikin sendiri," jawabnya dengan sedikit menunduk.
Yausal melihat pastel di wadah bening itu, lalu ganti melihat ke arah Dinda dan mendapatkan wajah gadis itu sedikit memerah. Dengan muka merona seperti itu, Yausal harus mengakui bahwa Dinda jadi terlihat lebih lucu dan menggemaskan. Apalagi penampakannya yang imut bukan hanya ditunjang oleh wajah manis dan postur tubuh yang kecil, namun juga cara dia berpakaian yang membuatnya terlihat begitu pantas dan enak dilihat. Rambut panjangnya yang lurus bervolume kadang dia tata dengan cara dibuat gelombang dan sesekali dipasangi bando warna warni. Tidak jarang bagian atasnya berbentuk menyerupai pita. Bukannya Yausal sering memperhatikan Dinda. Tapi siapa juga yang tidak akan ngeh ketika ada suara ketukan di pintu, dan yang masuk adalah seseorang yang penampakannya seperti kado: kecil dan berpita. Untung Yausal tidak pernah punya keinginan untuk membawanya pulang.
"Kamu bisa masak?" Yausal jadi semakin penasaran.
"Lumayan, Kang. Nggak bisa-bisa amat, sih. Tapi kalo bebikinan camilan ato makanan sederhana, Dinda udah biasa."
Yausal manggut-manggut. Lucu dan imut, penampilan enak dipandang, dan bisa masak. Dia membuat catatan di benaknya.
"Oke deh, Din. Makasih ya, pastelnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
HATTRICK
RomanceNaraya dan Yausal kembali bertemu untuk ketiga kalinya. Tiga tahun putus kontak, mereka terlibat satu pekerjaan yang sama. Lagi-lagi saling terhubung, tenyata banyak hal yang terjadi di luar dugaan mereka, termasuk usaha keduanya untuk tidak saling...