"A University degree, four books and hundreds of article
and I still make mistakes when reading.
You wrote me 'Good morning' and I read it as
'I love You'.
(Mahmoud Darwish)
Naraya mengeluarkan beberapa baju dari lemarinya lalu meletakannya di atas tempat tidur. Sejak akhirnya memutuskan untuk ikut ke Pangalengan, kepalanya tidak berhenti memikirkan apa yang akan dipakainya besok. Satu sisi, gadis itu tidak ingin terlihat terlalu berusaha, sementara di sisi lain, dirinya pun tidak mau tampak tidak menarik. Bukan karena faktor Yausal, tapi bagaimana pun penampilan jadi salah satu bagian representatifnya sebagai seorang event organizer.
Naraya mengamati satu per satu pakaian yang berjejer di kasur. Tiga dress semi formal, sepasang blazer crop dan pantalone warna gading, dan sebuah atasan sabrina hitam berbahan diamond crepe yang bagian lengannya transparan dengan model bishop dan terbuka di bagian bahu. Namun tidak lama kemudian, bajunya yang terakhir disingkirkannya. Dia memasukkanya kembali ke lemari.
Terlalu mencolok, ujarnya dalam hati. Naraya tidak dapat membayangkan apa yang dipikirkan Yausal saat melihat dirinya dengan atasan itu padahal tujuannya hanya akan meninjau lokasi.
Naraya berdiri mematung. Tangan kirinya di pinggang, sementara tangan kanannya sibuk menunjuk baju-baju yang terhampar di hadapannya. Sesekali memanyunkan bibir ke samping, lalu menyipitkan mata, kemudian mengusap-usap dagu, Naraya terlihat seakan-akan tengah berdiskusi serius dengan dirinya sendiri. Namun tidak lama kemudian gadis itu berdecak. Dari apa yang sudah dipilihnya, tidak ada satu pun yang dia rasa pas di hati. Naraya menaruh kembali baju-baju itu dengan setengah frustasi. Sempat terpikir untuk menghubungi Donna, tapi dia urung mengingat bumil itu pasti akan terus meledeknya begitu tahu kalo dirinya akan pergi dengan Yausal.
Naraya mengehempaskan badannya ke tempat tidur. Dengan posisi terlentang, dia menatap langit-langit kamarnya. Isi kepalanya tidak hanya tentang apa yang harus dipakai besok, sebetulnya, tapi juga perasaan aneh yang akhir-akhir ini hadir ketika dirinya tengah berinteraksi dengan Yausal. Entah apa yang membuat sikapnya melunak pada laki-laki itu. Kalau menurut teori Nino sih, itu karena Naraya sudah cukup dewasa menerima kenyataan yang ada. Bahwa Yausal hanyalah salah satu kliennya sekarang-terlepas dari apa yang terjadi di masa lalu. Bahwa Naraya hanya sedang memberikan pelayanan terbaiknya karena bagaimana pun profesinya di bidang jasa menuntutnya untuk itu. Bahwa wajar jika seorang klien menjemputnya ke rumah untuk urusan pekerjaan, terlebih karena dia juga adalah tetangganya, Dan Naraya merasa tidak ada yang salah dengan itu.
Tapi apa iya sampe harus nyamper segala? Kenapa nggak sebaiknya ketemuan di depan aja?
Meskipun akhirnya dia meragukan keputusannya sendiri.
Terduduk seketika, Naraya meraih ponsel di atas bantal. Dia membuka aplikasi pesannya. Membaca kembali obrolannya dengan Yausal, termasuk beberapa yang sudah lalu, lagi-lagi ada yang mengusik hatinya. Komunikasi yang sedikit lebih intens, tone yang lebih ramah, dan Yausal yang belakangan ini terasa lebih sweet seketika membuatnya takut. Bukan takut dia akan salah mengartikan sikap laki-laki itu, tapi takut bahwa itu akan membuat perasaannya sendiri hanyut dan dia tidak akan sanggup bertahan seperti yang sudah-sudah.
"Sejujurnya gue lebih ke takut sih, No. Gue takut aja kalo harus berada di satu momen sama dia lagi." Pengakuan Naraya pada Nino tempo lalu, membayang di benaknya.
"Kenapa? Karena dia pernah deket sama lo?"
"Karena dia Yausal."
Gadis itu merinding. Mungkin Naraya memang harus membuat batasan yang jelas antara dirinya dan Yausal, dan itu hanyalah sebatas pekerjaan. Tidak peduli sedekat apa pun tempat mereka tinggal, keduanya tidak perlu merasa punya keharusan untuk saling mengunjungi dengan alasan bertetangga. Mungkin memang hubungan antara EO dan klien harus diusahakan untuk tetap berada di zona itu, tanpa ada bumbu masa lalu dan relasi domisili.
KAMU SEDANG MEMBACA
HATTRICK
RomantizmNaraya dan Yausal kembali bertemu untuk ketiga kalinya. Tiga tahun putus kontak, mereka terlibat satu pekerjaan yang sama. Lagi-lagi saling terhubung, tenyata banyak hal yang terjadi di luar dugaan mereka, termasuk usaha keduanya untuk tidak saling...