"Swear I feel you in my memory
I think I've seen you in my dreams
Maybe you and I have history
But I don't think you know me..."(Have We Met Before? - Sarah Barrios)
Maaf, siapa?
Kata-kata itu masih saja terngiang-ngiang di telinga Yausal. Bayangan ekspresi wajah perempuan yang ditemuinya di lift tadi tidak bisa dia hapus begitu saja. Dirinya yakin sempat melihat raut terkejut, tapi tidak menyangka bahwa kalimat itu yang akan dia dengar. Sekarang yang paling mengusik Yausal adalah pertanyaan dari dirinya sendiri yang sejak tadi tidak berhenti berputar-putar di kepala.Masa dia nggak inget gue?
Ada apa, ya?
Amnesiakah?
Ataaau... gue gantengan?Yausal langsung berkaca di layar ponselnya yang gelap. Seraya membenarkan kacamatanya, dia meneliti setiap lekuk wajahnya dari kiri ke kanan, lalu kembali dari kanan ke kiri. Dia yakin penampakannya masih sama.
Iya sih, banyak yang bilang gue lebih kece sekarang. Lebih kasep, punya aura, berkarisma, sebelas dua belas lah sama idola masyarakat.
Yausal memuji diri sendiri dengan lebay.Tapi masa iya saking kecenya, dia sampai nggak mengenali gue?
Yausal berdecak. Entah kenapa hal ini sangat mengganggu pikirannya. Terus-terang dia sedikit tidak terima. Masih dia ingat dengan jelas bagaimana bauran emosinya waktu melihat orang itu. Sampai-sampai dia bingung mendefinisikan perasaannya. Namun di tengah campur aduk yang tidak karuan, Yausal seperti menemukan semacam excitement yang pernah dirasakannya dulu, meskipun ujung pertemuan tadi membuat hati mencelos.
"Maaf, siapa?" Tanpa sadar Yausal mengulang pertanyaan itu lagi seraya mencoba mencari makna dari dua kata tak terduga itu. Rasanya tidak masuk akal, seseorang yang cenderung mudah ingat dengan wajah orang lain, tiba-tiba lupa wajah Yausal. Apalagi dulu mereka pernah dekat.
Tapi masa iya dia benar-benar nggak kenal?
Yausal masih saja bertanya-tanya.
Kecuali memang dia hilang ingatan.
Atau jangan-jangan...?
Semakin banyak kemungkinan yang dipikirkan Yausal, semakin dia takut dengan isi kepalanya sendiri. Dia menghalau pergi satu bayangan mengerikan yang sempat mampir ke benaknya. Dengan mengingatnya saja sudah membuat dia merasakan lagi sakit dan penyesalan dua tahun lalu. Kehilangan orang-orang yang disayanginya berturut-turut pada tahun yang sama bukan hal yang mudah diterima. Yausal sudah ikhlas, tapi tetap saja semua itu berbekas.
Ponselnya berdering. Sebuah telepon masuk. Yausal kembali dari pikirannya tentang masa lalu.
"Kang, anak-anak EO udah di ruang meeting. Ditunggu, ya."
"Oh, oke."
Barusan itu adalah Zacky, salah satu karyawan di kantor Yausal. Tepatnya, asisten Yausal. Saat Yausal masih lebih banyak tinggal di Singapura, Zacky ini lah yang mewakilinya mengawasi kantor dan memastikan semua kegiatan operasionalnya berjalan lancar. Dia juga yang merekomendasikan event organizer yang akan mengurus hari jadi ke-dua perusahaannya.
"Well-recommended, Kang," Ujar Zacky pada suatu hari, saat mereka sedang mengadakan zoom meeting. Yausal waktu itu tengah sibuk menyelesaikan beberapa tanggungjawabnya di Singapura sambil mengurus kepindahannya ke Bandung.
"Udah banyak perusahaan yang pakai mereka untuk acara-acara internal. Jadi inshaallah nggak akan mengecewakan."Yausal percaya pada Zacky. Saking percayanya, dia tidak sempat bertanya nama event organizer yang dimaksud. Lagipula untuk urusan perayaan ulang tahun perusahaan, Yausal sudah menyerahkan pada beberapa orang bawahannya. Dia hanya ingin hadir di presentasi pertama untuk memastikan detail dari pihak EO sesuai dengan tema dan konsep acara yang diinginkan. Itu pun sebenarnya tidak harus.
KAMU SEDANG MEMBACA
HATTRICK
RomanceNaraya dan Yausal kembali bertemu untuk ketiga kalinya. Tiga tahun putus kontak, mereka terlibat satu pekerjaan yang sama. Lagi-lagi saling terhubung, tenyata banyak hal yang terjadi di luar dugaan mereka, termasuk usaha keduanya untuk tidak saling...