#28 ALASAN BERTEMU

77 7 5
                                    

"Love looks not with the eyes,

but with the mind,

and therefore is winged cupid painted blind."

(William Shakespeare)



Kalau bukan karena merasa tidak enak, Yausal mungkin akan lebih memilih berada di manapun di belahan bumi ini, kecuali di ruang tunggu ICU sebuah rumah sakit demi menemani Bunga untuk kedua kalinya. Iya, ini adalah saat kedua setelah hari Minggu kemarin, Yausal dengan terpaksa mengabulkan permintaan gadis itu. Dan kali ini, dia datang lagi karena ibunya Bunga memintanya secara langsung via telepon, supaya anak gadisnya tidak sendirian menunggui ayahnya karena sang ibu katanya harus berada di luar kota selama dua hari. Dan Yausal, tidak berdaya menolak.

'Cheese cake, A." Yausal melirik sebuah toples kecil yang disorongkan Bunga yang sedang duduk di sebelahnya, lengkap dengan sendok plastik putih berukuran kecil. Menghela napas pelan, laki-laki itu menerimanya dengan sedikit malas.

"Thanks," ujarnya pendek. Sepanjang duduk bersisian sore itu, Yausal memang sengaja tidak banyak bicara. Selain ingin menunjukkan ketidaktertarikannya, dia merasa pikirannya riuh dengan banyak pertimbangan. Dirinya tidak berhenti bertanya-tanya, apakah sekarang waktu yang tepat untung mengatakan bahwa dia tidak bisa membalas perasaan dan perhatian Bunga. Dia menyesal, kenapa tidak dari kemarin-kemarin dia mengakhiri ini semua.

"Cheesecake-nya enak deh, A. Cobain." Bunga membuka kemasan miliknya, menyendok, lalu menyuapkan kue berwarna kuning pucat itu ke mulutnya. "Kamu suka, kan?"

Yausal mengangguk asal seraya memandangi kue keju dengan topping strawberry yang belum dia apa-apakan itu. Penyesalan itu terasa semakin berat.

"By the way, makasih ya, udah mau nemenin aku. Rasanya jadi sedikit lebih ringan kalo ada kamu."

"Bunga..." Yausal menggeser duduknya, sedikit menghadap Bunga. Dia pikir, mungkin ini saatnya. Yausal sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi

"Eh, nanti malem kita makan apa, ya?" Tanya Bunga tanpa melihat ke arah Yausal dan menghiraukan panggilan laki-laki itu. Dia berhenti menyuap, mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, lalu menggulir layar.

"Aku sebenarnya lagi pengen makan tom yam, nih, tapi nggak bisa makan sendiri. Porsinya kebanyakan. Kayaknya harus makan berdua, deh. Kamu mau nggak, A? Tempatnya nggak jauh kok dari sini." Bunga menunjukkan sebuah informasi tempat makan yang dia cari lewat telepon pintarnya.

"Tapi Bung, aku kayaknya nggak bisa lam-"

"Eh, Mamih vidcall. Ya, Mih?"

"Neeeng... lagi di rumah sakit ini?"

"Iya, Mih."

"Papih gimana?"

"Masih belom ada progress."

"Oooh. Yausal di situ?"

"Ada. Nih." Bunga menggeserkan ponselnya supaya wajah Yausal terlihat di layar.

"Tantee..." Yausal seketika menyetel raut wajahnya dengan lebih ramah. Dia melambai pada perempuan yang seumuran dengan ibunya itu.

"Hai, Yausal." Ibunya Bunga terlihat semringah seraya balas melambaikan tangan. Dari latar yang terlihat, beliau tampak sedang berada di sebuah kamar hotel.

"Apa kabar?" Tanya Yausal, basa-basi.

"Baik, alhamdulillah. Makasih loh ya, udah mau meluangkan waktu buat nemenin Bunga, padahal kamu sibuk. Tante jadi nggak terlalu khawatir di sini."

HATTRICK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang