#30 DIA PUNYA ORANG

61 9 2
                                    

"Kau membuatku berantakan

Kau membuatku tak karuan

Kau membuatku tak berdaya

Kau menolakku, acuhkan diriku."

(Cinta ini Membunuhku – D'Massive) 

Jam di ponselnya menunjukkan pukul setengah sepuluh lebih sedikit saat Yausal memasuki salah satu kamar tidur di rumah ibunya. Langkahnya gontai. Badannya terasa lemas. Bahkan untuk sekedar ganti baju saja pun dia malas. Dia menjatuhkan badannya begitu saja ke atas tempat tidur.

"Mau mandi air anget, A?" Tanya Diah ketika melihat Yausal masih dengan pakaian kerja, terbaring telungkup di tempat tidur.

"Nggak tahu, Mah. Pengen langsung tidur aja. Capek banget rasanya."

Hari ini cukup panjang buat Yausal. Setelah tiga rapat berturut-turut sampai sore, tadi di kantor sempat ada masalah dengan salah satu klien. Untungnya semua selesai saat itu juga. Dia sampai berpikiran bahwa dirinya mungkin kena karma karena sempat mengerjai Zacky tempo hari.

"Ih, mandi dulu lah. Biar seger. Abis itu tidur. Mau makan lagi, nggak?"

"Nggak, ah. Kenyang."

"Emang tadi makan banyak di rumah Bunga?"

"Iya." Yausal menjawab singkat. Dia bohong sebetulnya. Lagipula siapa juga yang bisa makan banyak di tempat orang yang sedang berduka kehilangan salah satu anggota keluarga. Yausal pun melakukan itu bukan karena dia lapar. Dia makan hanya karena merasa harus menemani Bunga yang tampak terpukul karena kehilangan ayahnya.

Kabar itu datang tepat setelah Yausal menyelesaikan rapat terakhir sekitar pukul setengah lima sore. Dia baru memasuki mobilnya ketika telepon Bunga masuk, dan dia biarkan. Setelah acara makan malam yang sengaja dia gagalkan itu, Yausal sudah benar-benar bertekad untuk menjauhi Bunga. Dia tidak ingin ada kesalahpahaman lebih lanjut lagi. Apa pun yang terjadi, Bunga harus mau menerima bahwa dirinya tidak ada perasaan seperti yang gadis itu tunjukan selama ini. Dia tidak mau membuat Bunga salah mengerti tentang keberadaannya. Itu bukan demi dia. Itu karena Yausal selalu terpaksa dan selalu kalah oleh perasaan tidak enaknya.

Dering telepon berhenti. Namun dalam hitungan detik, nama Bunga kembali terlihat di layar. Yausal mencoba tidak menghiraukan. Kali ini dia sedang menyetir mobil keluar dari parkiran sebuah kafe.

Bunyi telepon berhenti lagi. Notifikasi pesan menyusul berikutnya. Yausal sudah mengira itu pasti dari Bunga yang akan dia baca mungkin nanti malam. Atau besok. Atau bahkan tiga hari kemudian. Niatnya kali ini sudah kuat. Yausal akan berhenti mengacuhkannya.

Tidak sampai satu menit, telepon berdering lagi. Yausal membaca layar. Nama 'Mamah' terpampang di sana.

"Ya, Mah?"

"Lagi dimana?"

"Di jalan. Lagi nyetir. Gimana?"

"Aa udah tahu belum, papihnya Bunga meninggal?"

Yausal terhenyak. Jangan-jangan dua telepon Bunga sebelumnya adalah untuk mengabari kalau papihnya sudah tidak ada. Seketika Yausal merasa menyesal. Dia lalu menepikan mobilnya. Terus terang kabar tadi cukup mengejutkan.

"Innalillahi. Kapan, Mah?"

"Tadi jam empat lebih dua belas."

Yausal melirik arlojinya. Dua puluh menitan lalu.

"Katanya sekarang sedang diurus rumah sakit, mau dipulasara di sana," sambung Diah menjelaskan. "Mamah nunggu Osy jemput sejaman lagi. Mau langsung ke rumahnya aja."

HATTRICK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang