Sejak hari dimana Nana bertemu dengan Raja. Sejak saat itu, Nana merasakan bagaimana melepas rindu setelah tiga tahun lamanya. Bertemu dengan keluarga saja yang notabenenya sudah kenal dari lama, ketika tidak bertemu satu hari saja, rasanya ada yang kurang, apalagi ini yang awal hanya orang asing, mendadak menjadi seorang teman.
Nana menyukai malam, ketimbang siang. Nana bilang, malam itu tempatnya untuk melepas penat setelah seharian memfosir tubuh. Maka yang ia lakukan, malam hari ini pada pukul delapan lewat seperempat, Nana duduk diatas kasur, menunggu balasan dari Teh Luna yang ia telpon dengan status berdering.
"Hallo Teh!" seru Nana sedikit berteriak. Mendengar suara yang bukan Teh Luna, membuat alis Nana bertaut, kenapa orang diseberang sana diam saja.
"Teh?" panggilannya lagi, melihat pada ponsel kembali, barang kali Nana salah menghubungi orang.
'Bos wanita itu mau diapakan, udah diiket tuh?'
Nana menajamkan pendengaran, sementara itu ponselnya masih terhubung. Entah dibiarkan dengan sengaja, atau memang tidak sengaja. Tetapi, melihat respon ketika Nana berteriak kata hallo, sepertinya orang itu memang sengaja.
'Biarin dulu aja, nanti biar gua yang urus.'
Rahang Nana mengeras. Ia kembali berteriak dengan lantang. "WOY! JANGAN MACEM-MACEM SAMA SODARA GUA!"
Pria disana tertawa dengan keras. Sementara Nana sudah berdiri sambil mengepalkan tangannya kuat. Wajah manis dan tampan nya hilang digantikan oleh aura menyeramkan, dengan urat yang menonjol pada area leher.
'Oh ini Kakak lo? Atau adik lo? Hhh, cantik juga ya, dilihat sih dia masih single. Gimana kalau gua coba?'
"GUA BILANG JANGAN APA-APAIN KAKAK GUA! ATAU LO G--"
'APA! Hah?!'
Stupid! Nana lupa, ia sedang di Yogyakarta, bukan kotanya, Kuningan. Mengumpat dalam hati, Nana dibuat gelisah, ia mengalihkan sambungan, beralih mengetikkan sesuatu pada kontak Ibu dan Ayah, memberi tahu jika Teh Luna, sedang ada dalam sebuah masalah.
Sambungan telpon beralih pada video call. Nana buru-buru mengangkat, terbelangkak saat Teh Luna yang sudah diikat diatas ranjang dengan dua tangan, juga kaki yang diikat. Pria itu mendekatkan kamera pada Teh Luna, Nana semakin berteriak gelisah.
'Na, Nana tolongin Teteh!'
'Haha. Kakak lo manis ya.' pria itu mencolek dagu Teh Luna. Mendekatkan wajahnya pada wajah Teh Luna yang masih terlihat pada kamera.
"Teh! Kasih tahu, alamatnya, sebutin aja!"
'Jalan m-'
'emm.'
Setelah itu sambungan telpon terputus. Nana membuang napas kasar. Melempar ponsel itu asal segera menyambar jaket, juga mengantungi uang beberapa, malam ini ia akan pergi kesana. Sekarang juga! Meski memakan waktu berjam-jam, Nana akan tetap kesana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mai[son] ✓
FanfictionBook 4🕊 [Sudah end]✓ [Belum revisi] Maison dalam bahasa Prancis artinya rumah. Didefinisikan sebagai bangunan yang tak kasat mata, atap adalah kenyamanan dan hangat adalah pertemuan. Bagi sebagian orang 'rumah' bagi mereka adalah keluarga, namun b...