Bagian 14🕊

43 8 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Sebelumnya, Nana tidak pernah merasa secemas itu untuk hari yang akan datang. Beberapa kali, otaknya dipaksa berpikir, sementara mata Nana membaca deretan informasi dari internet yang ia buka. Nana tidak memiliki riwayat depresi. Memang salah bertanya pada internet yang semakin membuat Nana tidak bisa fokus pada kuliahnya sendiri.

Beberapa hari, setelah kejadian dimana ia merasa kecewa, merasa marah pada dirinya sendiri. Hingga saat ini, hubungan pertemanan Nana dengan Raja sangat jauh dari kata baik.

Ditambah lagi, masalah keluarga Nana yang akhir-akhir ini membuat Nana terus kepikiran dengan Ibu. Semalam, Teh Luna menelpon Nana, Teh Luna bilang, hubungan Ibu dan Ayah sedang ada problem, Nana tidak tahu masalah apa karena Teh Luna sendiri tidak memberikan informasi yang lengkap.

"Permisi! Ini Boemgyu! Penghuni kamar delapan harap keluar!"

Mendengar suara memekik telinga, Nana membuang napas kesal. Masih dengan selimut yang menempel di tubuhnya, Nana menyeret langkah membuka pintu.

"Oh? Nana! Pagi Nana, ini ada undangan dari Pak Andre untuk semua penghuni kamar delapan. Besok malam, disuruh datang buat kumpulan panitia." Boemgyu menyodorkan kertas putih itu pada Nana.

"Panita apaan? Perasaan Pak Andre udah nikah," gumam Nana yang masih bisa didengar oleh Beomgyu.

"Yeuu, anak nya yang bungsu mau nikah, Na. Oke deh itu aja, eh, enggak masuk kelas tah?"

Nana menggeleng. "Lo, lihat muka gua?"

Boemgyu mendekatkan wajahnya pada Nana. Nyaris saja kepalanya membentur pintu, tubuhnya yang lebih tinggi dari Nana membuat Boemgyu tidak kesusahan melihat temannya itu.

"Muka lo? Kek orang depresi. Ati-ati lo bundir. Enggak elit banget nih kost jadi horor nanti."

"Sialan kali omongan lo." Nana memukul bahu Boemgyu dengan undangan yang anak itu berikan tadi.

Tertawa, Boemgyu segera pamit. Nana menatap punggung Boemgyu, sikap tengil nya sama seperti Echan. Membuang pikiran aneh yang tiba-tiba wajah Echan muncul, Nana menggelengkan kepala, menutup pintu kembali lalu duduk diatas kursi. Pagi ini, Nana mengambil cuti seperti karyawan kerja, Nana absen bukan karena sakit. Ia hanya membutuhkan waktu untuk sendiri.

Inginnya, Nana mengosongkan pikiran. Namun, semakin lama Nana menghabiskan waktu sendiri, semakin banyak masalah-masalah yang malah memadati memori Nana.

Pintu kembali dibuka, Nana berdecak kesal. Ia pikir itu Boemgyu yang kembali lagi kemari. Sudah siap menimpuk wajah Boemgyu dengan botol minum yang kebetulan ada dimeja, Nana membalikan badan selagi suara langkah seseorang masuk kemari.

"Boemgyu lo ngap--"

Terpaku diam. Raja melirik sekilas pada Nana, melanjutkan tujuannya kemari untuk mengambil laporan yang ia tinggalkan diatas kasur. Tanpa bertanya, kenapa enggak berangkat? Atau, basa-basi lainnya yang sering ia lontarkan.

Mai[son] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang