***Pagi itu kampus cukup ramai. Ini adalah hari pertama kuliah bagi mahasiswa baru di universitas tempat Gallio melanjutkan pendidikan. Banyak yang berlalu-lalang di koridor kampus, mencari kelas mereka untuk mata kuliah pertama pagi ini. Hal serupa juga dilakukan Gallio dan Bob. Mereka mencoba menemukan ruang kelas sesuai dengan jadwal yang telah diberikan.
Suasana kampus masih terasa asing bagi mereka. Tapi bukan Gallio namanya bila tidak penuh dengan percaya diri, seolah-olah dia sudah mengenali situasi kampus itu sedari lama. Bagaimana tidak? Di antara mahasiswa lain yang masih diharuskan memakai kemeja putih atau baju sopan bernuansa putih, dia sudah mengenakan kemeja flanel navy yang dipasang terbuka, sedangkan di dalamnya menggunakan kaos polos. Bahkan, hanya dia laki-laki yang masih memiliki rambut dengan tatanan model yang modis, dan di telinga kanannya ada tindik berwarna hitam.
Gallio benar-benar tidak takut penampilannya akan mengundang atensi dan ditegur oleh pihak kampus. Dia melangkah dengan santai, menikmati pandangan penasaran dari mahasiswa lain. Bob, yang berjalan di sampingnya, hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis, menyadari bahwa hari-hari mereka di kampus ini akan jauh dari kata membosankan dengan Gallio di sekitarnya.
"Bob..." panggil Gallio.
Bob menoleh.
"Ini ruangan gue. Gue masuk duluan, ya," lanjut Gallio sambil menunjuk ruang kelas di hadapannya.
A.2.8
Gedung A, lantai 2, ruangan nomor 8"Iyo. Masuk sudah," jawab Bob dengan anggukan.
Walau memilih jurusan yang sama, pembagian kelas untuk semester satu dan semester dua memisahkan mereka sementara.
Gallio melangkah masuk ke dalam ruangan kelasnya dengan gaya khasnya yang sedikit tengil. Permen tangkai terselip di bibirnya, dan matanya mengitari ruangan yang sudah diisi beberapa orang yang tengah mencoba saling berkenalan satu sama lain. Beberapa bahkan terlihat sudah sangat akrab. Gallio tidak begitu peduli. Sedikit pun niat berkuliah tidak ada terbesit di kepalanya.
Gallio melihat bangku kosong di baris paling belakang. Nah, itu dia, bangku yang paling tepat sesuai kriterianya. Paling belakang, paling pojok. Sempurna. Dia mengincar bangku itu dengan senyum tipis. Jauhkan bangku paling depan darinya.
Dengan langkah santai, dia memilih salah satu dari bangku kosong yang tersisa di belakang kelas, tidak terlalu tertarik membalas tatapan ramah teman-teman baru sekelasnya, apalagi untuk bergabung dalam percakapan yang sedang berlangsung di sana. Buat apa? Hanya buang waktu. Justru yang terpikir olehnya bagaimana cara tidur tanpa harus ditegur.
Sementara itu, teman-teman sekelasnya kini mulai menatapnya dengan rasa ingin tahu, tertarik dengan aura pemberontak yang memancar dari dirinya. Bukan hanya itu, Gallio dapat dikatakan tampan, dengan sorot matanya yang tajam. Padahal dia tidak berbicara dan hanya berjalan. Dia berhasil menimbulkan bisik-bisik di ruangan itu, di antara perempuan-perempuan ABG yang kesengsem dengannya, dan bisik-bisik di antara anak laki-laki yang memandang tidak suka gaya Gallio yang terlihat songong.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENNY PRISKILLA ✔️
Tiểu Thuyết ChungGallio Alessandro Kanaka belum pernah merasa sefrustasi ini untuk menaklukan hati seseorang. Biasanya, perempuan-peremuan selalu mau padanya karena dia tampan, kaya dan populer. Perbedaannya justru membuat Gallio semakin tergila-gila. Perempuan itu...