20 | As a Friend

472 52 8
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




***

Duduk di kursinya, mata Jenny tertuju pada buku yang terbuka di depannya, tapi sejujurnya pikirannya tidak ada di sana, melayang entah ke mana. Suara teman-teman sekelasnya terdengar samar di sekitar, tidak menganggunya dalam lamunan yang berkepanjangan. Sejak kemarin, ada sesuatu yang terus mengganggu pikirannya, sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya.

Pertengkaran yang terjadi saat dia sedang bertelfonan dengan Gallio masih terngiang-ngiang di kepalanya. Suara bentakan dan pukulan yang dia dengar di ujung telepon membuatnya takut, membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Jenny tidak terbiasa dengan hal-hal seperti itu, suara kekerasan dan kata-kata kasar terasa sangat asing baginya. Namun, ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang membuatnya merasa khawatir, meskipun dia tidak sepenuhnya mengerti kenapa.

"Oi.. Jangan melamun terus. Kesambet loh ntar," Ziesya menepuk bahu Jenny dengan ujung pulpen, membuat sepupunya itu tersadar dari lamunannya.

Jenny mengedipkan mata beberapa kali. Tapi sebelum dia bisa merespon ucapan sang sepupu, Ocha udah bicara lebih dulu sambil memegang perutnya, "Duh, aku tiba-tiba pengen seblak deh. Selesai kelas, makan seblak yuk."

"Aku kayaknya ngga bisa," jawab Jenny, sedikit menyesal.

"Lah kenapa?" kedua temannya bertanya serempak.

"Udah ada janji sama Alex mau ke toko buku."

"Yah. Kan bisa makan se—" Ocha mulai mengeluh, tapi Ziesya dengan cepat memotongnya.

"Gapapa, lo pergi aja bareng Alex. Makan seblak bisa kapan-kapan. Atau ngga, gue aja yang nemenin nih bocah," kata Ziesya dengan bersemangat. Wajahnya berseri-seri, jelas dia sangat mendukung momen apapun yang melibatkan Jenny dan Alex. Bagi Ziesya, ini adalah kesempatan emas agar Jenny mulai melihat Alex lebih dari sekedar teman. Sejak dulu, Ziesya selalu jadi pendorong utama yang berharap Jenny memberi Alex kesempatan untuk jadi pacarnya.

Dan seperti biasa, Jenny tidak merespons berlebihan ucapan Ziesya. Hanya menampilkan ekspresi datar yang sudah jadi ciri khasnya.

Saat itu, sosok Gallio muncul di ambang pintu kelas. Dia berbicara sebentar dengan Bob di sana sebelum akhirnya melangkah masuk. Gallio menoleh ke kursi depan, tempat Jenny biasanya duduk, namun kali ini dia tidak menemukannya di sana. Sebentar dia terlihat linglung, mencari-cari, hingga matanya menemukan Jenny yang duduk di kursi paling kiri.

"Hm, udah dateng aja si pengacau," gumam Ziesya pelan, melirik Gallio dengan jengkel. Entah kenapa, setiap laki-laki itu sudah ada di dekat mereka, suasana mendadak menyebalkan bagi Ziesya. "Lo jangan mau lagi digangguin sama dia, Jen. Tegas dikit, biar kapok anaknya."

JENNY PRISKILLA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang