***Langkah Jenny terhenti mendadak saat mendapati Gallio dan Alex berdiri tepat di hadapannya, masing-masing dari mereka menjulurkan satu cornetto stroberi—es krim favoritnya. Dan itu berhasil membuat Jenny mengernyit, bingung dengan aksi keduanya.
"Untuk lo," ucap Gallio.
"Untuk kamu," ucap Alex.
Mereka melakukan itu secara bersamaan dengan senyum begitu lebar membuat Jenny menghela napas dalam. Apa-apaan mereka pagi-pagi begini? Drama ini belum selesai rupanya. Dia memandang es krim di tangan kedua laki-laki itu sejenak, menahan godaan untuk mengambil salah satunya. Sungguh, dia suka cornetto stroberi, tapi mengambilnya dari salah satu dari mereka hanya akan memperkeruh suasana. Akan ada pertengkaran setelahnya, dan dia tidak mau terjebak di antara persaingan konyol ini.
"Thank you, tapi aku lagi ngga mau," tolaknya sopan sambil melengos. Kakinya bergegas menjauh, berharap mereka mengerti maksudnya. Tapi harapan itu terlalu tinggi.
Tak butuh waktu lama, Gallio dan Alex sudah mengejar langkahnya lagi, masing-masing di sisi yang berbeda. Gallio di kiri, Alex di kanan. Mereka tak mau kalah satu sama lain. Tentu saja.
"Gue bantu bawain, Babe," kata Gallio, langsung menarik tali ransel kecil Jenny dari pundaknya.
"Aku bantu bawain, Jen," Alex ikut-ikutan mengambil buku yang didekap Jenny di dada.
Jenny mendengus pelan. "Ngapain lagi sih kalian berdua?" tanyanya dengan nada setenang mungkin, walaupun dalam hatinya sudah ingin mengusir keduanya. Tatapannya bergantian berpindah dari Gallio ke Alex, menunggu jawaban yang sudah bisa dia tebak, tidak akan masuk akal.
"Gapapa, cuma mau bantu biar lo ngga capek," jawab Gallio santai.
"Iya, biar kamu ngga repot," tambah Alex, menatap Jenny dengan senyum.
Jenny mencelos. Apa capeknya? Hanya begini doang. "Aku ngga capek, setiap hari juga kayak gini," balasnya cepat.
"Tapi kan siapa tau, kali ini lo capek," sahut Gallio, tidak mau kalah. "Emang ngga boleh gue bantuin lo, babe? Ngga ada larangannya kan di undang-undang?"
Gallio dengan segala alasannya yang selalu ada. Jenny hanya bisa menghela napas lagi, memutuskan untuk tidak berdebat lebih jauh. Dia kembali melangkah menuju kelas, mengabaikan kehadiran dua laki-laki itu di sampingnya yang kini mulai saling menyenggol, berlomba siapa yang lebih dulu bisa berjalan di sebelah Jenny.
Saat mereka tiba di kelas, Gallio langsung beraksi, buru-buru mengelap kursi yang akan Jenny duduki dengan lengan bajunya. "Biar bersih. My Queen deserves the best," katanya dengan senyum sumringah.
Alex, tidak mau kalah, menggeser kursi di sebelah Jenny hati-hati. "Duduknya di sini aja. Ini lebih bersih."
Jenny terdiam, menatap mereka berdua. Drama ini benar-benar tidak ada habisnya. Alih-alih duduk di kursi yang disiapkan Gallio, ataupun yang disiapkan Alex, dia memilih kursi lain yang lebih jauh. Mungkin itu bisa menyelamatkan kewarasannya hari ini. Semoga.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENNY PRISKILLA ✔️
General FictionGallio Alessandro Kanaka belum pernah merasa sefrustasi ini untuk menaklukan hati seseorang. Biasanya, perempuan-peremuan selalu mau padanya karena dia tampan, kaya dan populer. Perbedaannya justru membuat Gallio semakin tergila-gila. Perempuan itu...