***Jenny tampak kesusahan menyeimbangkan langkah kaki Gallio yang cepat, sementara tangannya terus ditarik dan ujung kemeja flanel Gallio masih tersangkut di resleting tasnya.
"Gal, kamu jalannya jangan cepat-cepat. Aku ngga bisa ngikutin," ringis Jenny, suaranya penuh frustrasi.
Langkah Gallio terjeda. Dia menoleh ke arah Jenny dengan ekspresi marah yang belum pernah dilihat Jenny sebelumnya. Gallio tampak sangat kesal, dan Jenny bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi dan ke mana mereka akan pergi.
Deru napas Gallio terasa berat, menahan amarah yang meluap. Dia tampak berbeda dari biasanya, dan tatapan marahnya membuat Jenny merasa sedikit takut.
Dengan kasar, Gallio meraih kemejanya yang masih terjepit dan menariknya sekuat tenaga, tanpa memedulikan kemungkinan kerusakan pada kemeja atau tas Jenny.
Percobaan pertama gagal, tetapi Gallio tidak menyerah. Dia menarik sekali lagi dengan lebih kuat, dan kali ini, kemejanya akhirnya lepas—namun ayunan tangannya mengenai Jenny yang berdiri di depannya. Jenny refleks menundukkan kepala, memegangi wajah kanannya yang terkena tangan Gallio.
"Jen?" Gallio panik, cepat-cepat meminta maaf. "Sorry, sorry," katanya, cemas melihat keadaan Jenny.
Bob yang melihat Jenny tampak kesakitan segera panik dan berdecak kesal. "Ko memang kas masalah terus, iyo. Sio mama e," ucapnya dengan nada jengah menatap Gallio.
Gallio tampak frustrasi, menggaruk kepalanya sambil berdecih. Ada saja masalah baru yang muncul Sial!
"Lo duluan deh, Bob, Den, kesana. Gue nyusul," katanya, berusaha menenangkan situasi.
Kedua temannya mengangguk dan pergi, meninggalkan Gallio dan Jenny.
"Jen," panggil Gallio, mencoba menarik tangan Jenny yang menutupi wajahnya. Namun, Jenny terlihat menghindar, membuat Gallio semakin cemas. "Sini, gue lihat dulu," paksa Gallio dengan nada yang penuh kekhawatiran.
"Aku gapapa," kata Jenny, tetap menunduk dan memegangi wajahnya.
"Gue lihat dulu. Baru bisa bilang gapapa," balas Gallio, frustrasi dengan sikap Jenny yang terus menghindar. Dia terpaksa menangkup kedua sisi wajah Jenny, memastikan perempuan itu tidak bisa bergerak.
"Bisa ngga sih diem dulu? Gue cuma mau lihat. Mastiin ada luka apa engga," ujar Gallio dengan suara agak meninggi, membuat Jenny terdiam.
Apa susahnya coba untuk diam? Kalau aja dia nurut, Gallio sudah selesai dari tadi.
Perlahan, Jenny akhirnya membiarkan Gallio menarik tangannya yang menutupi wajahnya, memberi kesempatan bagi Gallio untuk memeriksa kondisi wajahnya.
Tepat saat tangan Jenny meninggalkan wajahnya, tebakan Gallio terbukti benar. Di bawah mata kanan Jenny, tampak goresan merah yang jelas, membentang dengan tajam. Goresan itu mungkin disebabkan oleh kuku Gallio atau cincinnya. Luka itu cukup perih hingga membuat Jenny memejamkan mata kanan dengan kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
JENNY PRISKILLA ✔️
Ficción GeneralGallio Alessandro Kanaka belum pernah merasa sefrustasi ini untuk menaklukan hati seseorang. Biasanya, perempuan-peremuan selalu mau padanya karena dia tampan, kaya dan populer. Perbedaannya justru membuat Gallio semakin tergila-gila. Perempuan itu...