30 | Kartu Garansi

448 48 16
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





***


Jenny menarik napas dalam-dalam, merapikan rambutnya sekali lagi di depan cermin. Dia mengoleskan sedikit lip balm ke bibirnya, memastikan tidak ada yang terlihat kering. Tepat saat dia hendak melangkah keluar kamar, pintu terbuka perlahan. Kirana muncul dari balik pintu.

"Kamu udah siap, Nak?" tanya sang mama.

Jenny mengerutkan kening, agak bingung dengan pertanyaan itu. "Udah, Ma. Kenapa?"

Kirana tersenyum kecil, seakan menyembunyikan sesuatu. "Itu, ada Gallio di bawah."

"Ha?" Mata Jenny membesar kaget. "Ngapain dia di sini, Ma?"

"Katanya mau jemput kamu, biar kalian bisa berangkat ke kampus bareng. Udah sana, temui dulu. Papa juga ada di bawah, nanti kasihan Gallio dijahili lagi."

Jenny mengambil tasnya dengan terburu-buru, keluar dari kamarnya. Dalam rangka apa Gallio menjemputnya pagi-pagi begini tanpa memberi tau lebih dulu? Ini salah satu hal yang dia takutkan sejak Gallio tau alamat rumahnya—dia bisa datang kapan saja, sesuka hati.

Saat menuruni tangga, Jenny melihat ke teras, berharap menemukan sosok Gallio. Namun, yang dia lihat hanya mobil hitamnya yang terparkir di depan rumah. "Di mana dia?" gumam Jenny, bingung.

Langkahnya terus berlanjut sampai dia mendengar suara tawa kecil dari arah taman mini di depan rumah. Dia memutar kepala, dan di sanalah, dia melihat Gallio sedang berdiri bersama Anggoro, membantu menyiram bunga. Ada sesuatu dalam cara Gallio tertawa dan berbicara dengan ayahnya yang membuat perut Jenny terasa bergejolak aneh. Mereka tampak akrab, dan ada kehangatan di antara mereka yang tak pernah dia duga.

"Gal," panggil Jenny.

Gallio menoleh, dan matanya langsung berbinar saat melihat Jenny. "Pagi, Jen," sapanya sambil tersenyum lebar. Pagi ini, dia tidak memakai jaket kulit hitamnya yang biasanya dia pakai, tapi mengenakan kaos putih polos yang dibalut kemeja denim.

"Kenapa kamu ngga bilang dulu mau datang?" Jenny langsung bertanya, suaranya terdengar protes.

Gallio tersenyum kecil, seperti anak kecil, berusaha berekspresi polos, seolah-oalah yang dia lakukan tidak salah. "Karena gue tau lo pasti nolak."

Jenny menghela napas panjang. Dia tau Gallio benar. Kalau sudah begini, tak banyak yang bisa dia lakukan selain menurut. Dia menoleh ke arah Anggoro, meminta izin.

"Pa, kita berangkat dulu," pamitnya, menyalami tangan Anggoro dengan.

Gallio mengikuti, menyalami Anggoro dengan penuh hormat. "Om, Gallio pamit dulu. Nanti Gallio mampir lagi buat cerita-cerita."

Anggoro tersenyum hangat. "Iya, hati-hati di jalan ya."

Saat mereka berdua berjalan menuju mobil, Jenny merasakan perasaan campur aduk dalam hatinya. Ada rasa jengkel, tapi juga ada percikan kecil yang tidak bisa dia abaikan. Gallio, seperti biasanya, selalu bisa membuat hari Jenny terasa berbeda. Entah itu buruk, entah itu baik. Bisa bercampur jadi satu. Dan sekarang Gallio benar-benar tau cara masuk ke hidupnya, bahkan ke keluarganya.

JENNY PRISKILLA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang