[Telah Terbit Novel]
❗ FOLLOW DAN VOTE SEBELUM MEMBACA ❗
Bagaimana bisa, seorang pelukis dan desainer yang bertemu dengan tanpa disengaja, tiba-tiba saja sepakat melakukan sebuah sandiwara pernikahan?
Suatu ketika mantan kekasih Evelyn muncul dan m...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🪻🪻🪻
Sepeninggalan Henry, Evelyn kembali termenung menatap ujung gaun putih yang ia kenakan, perasaannya bercampur aduk. Pandangannya beralih mengarah ke gantungan kunci yang menggantung pada tasnya, ia berjalan mengambil gantungan kunci itu dan menarik garis senyum pada sisi bibirnya, "Kenapa semenjak menemukan gantungan kunci ini aku kembali memikirkan pria itu. Seandainya saja waktu bisa di putar, aku akan memberikan mu kabar dan kita masih saling berhubungan. Bagaimana keadaan mu sekarang? Apa kau melewati hari mu dengan bahagia? Ah ... Apa kau tau semenjak aku pindah seakan keberuntungan tak lagi memihak ku." Evelyn berdialog dengan gantungan kunci kucing itu.
Tak lama kemudian seseorang membuka pintu ruangan Evelyn, "Eoh ... oppa kau cepat sekali padahal baru saja kau kelu- ...." Belum selesai Evelyn menyelesaikan kalimatnya, ia terkejut dengan kehadiran seseorang yang berjalan memasuki ruangannya.
Pria itu berjalan semakin mendekat, menampilkan seringai seakan ingin menerkam apa yang ada di hadapannya, sedangkan Evelyn mengundurkan langkahnya hingga membentur meja di belakangnya, ia meremas ujung meja, rasa takut menyelimuti dirinya, peluh dingin keluar membasahi dahi.
Pria tersebut semakin mengikis jarak ,belum sempat Evelyn menghindar dari lelaki berjas rompi hitam dengan gerakan cepat ia menutup mulut Evelyn dengan saputangan putih yang ia keluarkan dari saku celananya.
. . .
Setelahnya, Evelyn tidak begitu ingat, bagaimana hari itu akhirnya berjalan, entah baik atau buruk, dia benar-benar lupa. Hingga ia kini dalam penglihatannya ruangan itu tak lagi sama. Seperti benang kusut yang mulai mengurai satu per satu momen pagi itu. Ia kini terbangun, tersentak begitu keras dengan peluh memenuhi pelipisnya.
"Kau sudah bangun?" Dan pertanyaan itu seolah memiliki kekuatan magis yang seketika membuatnya lumpuh. Pria yang terakhir kali di lihat Evelyn memasuki ruangan riasnya kini duduk di ujung ranjang.
"Kau ?!" Kedua manik Evelyn membulat, seakan ada tekanan pada dadanya yang membuatnya sesak. Ia menarik selimut yang menutupi tubuhnya dan meremasnya, mengundurkan tubuh hingga ke ujung ranjang. Ia berusaha kembali mengatur napasnya tuk kembali bersuara. "Menjauh dari ku!" teriak Evelyn.
"Sstt ... jangan berbicara keras, nanti aegi kita akan terbangun di dalam sana." Dante mengelus lembut perut Evelyn yang masih mengenakan gaun pengantinnya namun, Evelyn menepis tangan Dante dengan kasar.
"Cih ... apa kau bilang? Aegi kita? Yang benar saja!? Saat kau mengetahui aku hamil, kau ingin aku mengugurkannya dan kau malah menikahi wanita lain!" Kini rasa sesak di dadanya berubah menjadi rasa kesal dan amarah yang mengingatkannya pada kejadian waktu itu.
"Makanlah." Dante menyodorkan sebuah nampan berisi sandwich, susu dan buah, "Aegi membutuhkan nutrisi di dalam sana." Namun nampan berisi makanan itu langsung di tepis Evelyn hingga terjatuh dan berserakan di atas lantai.