Page 18 ꧁༼࿙[ᴀʟᴇxɪᴛʜʏᴍɪᴀ]࿚༽꧂

445 65 0
                                    

Rembulan sedang mengintip di antara awan malam, membuat sang angin berhembus ribut menggetarkan helaian daun. Malam ini terasa lebih dingin dari pada malam-malam sebelumnya, terasa meremukkan tulang dan mematikan perasa pada kulit. Namun, mata Amber seorang pemuda berambut coklat gelap tak hentinya menatap rembulan di halaman luar tanpa lapisan baju tebal.

Entah apa yang membuatnya duduk termenung merangkul kaki yang di tekuk, terduduk di batu besar berbentuk lingkaran yang menjadi jalan bagi rumah tempatnya singgah. Sirat mata Amber itu menyimpan banyak rahasia, terlihat sepercik luka yang dapat ditangkap ketika engkau menatapnya dengan lebih dekat.

Hembusan nafasnya mengeluarkan uap, menandakan hawa semakin dingin hingga membekukan tumbuh-tumbuhan walaupun tipis. Tubuhnya sedikit tersentak, ia merasakan sebuah mantel bulu tebal hinggap di bahunya, mata Ambernya melirik, mendapati seorang pemuda berambut Violet tersenyum padanya. "Kau harus melapisi tubuhmu dengan mantel walaupun kau tahan akan dingin!" ujarnya lembut, dia ikut mendudukkan diri dan meluruskan kakinya.

"Aku sudah terbiasa dengan es, bahkan dinginnya es tak seberapa dibandingkan kosongnya hidupku!" wajahnya terangkat, mata Amber itu dipejamkan guna menikmati hembusan angin yang semakin keras. "Jika begitu, kau harus mematik api untuk setidaknya mencairkan sedikit es yang membekukan kuncup mawar!" si pemilik mata Amber kembali membuka matanya, ia menoleh pada sang lawan bicara tanpa ekspresi apapun yang tertoreh.

"Aku menyadari, bahwa tidak ada satupun tupai yang pergi dari sarangnya tanpa membawa kacang pinus, mereka semua membawanya walaupun hanya satu. Bukankah kita hanya bisa diam dan menyimpan semuanya sendiri? Karena keraguan besar tengah hinggap membuat mulut keluh untuk berbagi cerita." Jungwon tahu, ada suatu hal tersembunyi dari masing-masing keenamnya, seperti tupai yang selalu membawa kacang pinusnya dan menyembunyikan kacang itu dalam mulut.

"Jungwon, berapa usiamu? Ucapanmu terlalu dalam untuk remaja seusiamu!" katanya sambil terkekeh, Jungwon hanya membalasnya dengan senyuman manis yang menimbulkan lesung pipi miliknya. "Kak Sunghoon Senka ataukah Seren?" tanya Jungwon tiba-tiba, Sunghoon tidak menjawabnya, dia meninggalkan Jungwon tanpa pamit, hanya senyuman tipis yang masih bisa di tangkap oleh mata Russete Brown milik Jungwon. Istilah itu diciptakan Riki setelah perdebatannya dengan Jongseong masalah kecurigaan satu sama lain.

Senka adalah sebutan untuk si bayangan yang tengah bersembunyi dalam topeng naif di antara mereka, dan Seren adalah sebutan untuk para orang yang memang berjuang untuk mendudukkan sang pangeran di tahtanya. Malam itu sungguh sunyi, entah kenapa ketujuh pemuda itu tidak terlalu banyak bicara dan menikmati waktunya masing-masing. Kecuali Heeseung yang sedari tadi menemani Sunoo, tangan mahirnya membuat permainan sederhana dari kayu-kayu yang ia dapatkan di kebun.

Jungwon sedikit memerhatikan bagimana Heeseung berulang kali terkikik dengan si pangeran, Jongseong yang sudah terkapar berkeliharan di alam mimpi, dan Riki yang selalu merecoki Heeseung dengan banyak pertanyaan. "Duh~ diamlah sebentar, aku tidak fokus karena pertanyaanmu itu!" keluhan Heeseung mulai keluar, Riki malah tetap merecoki sambil sesekali mengambil kentang rebus berukuran mungil milik Jaeyun.

"Sssh" Riki mendesis, dia sedikit menyandarkan tubuh di tembok kayu dekat perapian, "Sebenarnya aku ingin menjelaskan mengenai suku Lynessa Mavis di wilayah Ainsley, tetapi aku sering lupa untuk mengatakannya!". Ujarnya, lalu kembali melahap kentang karena masih kelaparan. "Hei, aku juga lupa untuk mengatakannya, istri tuan Yeonghyun sudah menyebarkannya pada penduduk desa." Jaeyun ikut bergabung dalam pembicaraan.

"Bahwa kita berasal dari suku Lynessa Mavis?" Jungwon membeo, bagaimana bisa secepat itu menyebar, posisi mereka akan dalam bahaya jika sampai ketahuan berbohong. "Bagaimana jika kabar ini terdengar sampai telinga suku Lynessa Mavis? Kita akan dalam bahaya, pasti suku itu tak akan tinggal diam!" Riki menggeleng pelan, dia menatap manik Jungwon sedikit ragu.

"Aku telah mengirimkan sinyal pada temanku di suku itu, juga sudah ku sampaikan sebuah surat mengenai hal ini. Aku ingin meminta bantuan padanya untuk singgah di sana nanti" sebenarnya sinyal itu belum mendapat jawaban, Riki hanya diijinkan menggunakan satu mantra untuk mengirim sinyal dan kabar pada temannya itu, dan tak bisa lebih.

Riki melirik pada mereka satu persatu, lalu memajukan diri tidak lagi bersandar pada dinding kayu, "Haruskah aku membahasnya sekarang?" Heeseung menghentikan aktivitasnya dalam membuat permainan kayu. "Sungguh tak adil jika Jongseong tak mendengarnya juga, bagaimanapun kita harus selaras agar tidak ada kecurigaan terhempas pada kita!"

Apa yang dikatakan heeseung ada benarnya, Riki jadi bingung karena takut lupa lagi seperti sebelumnya, jika ia ingin mengungkapkannya sekarang dia harus membangunkan Jongseong. Riki tak ingin mengganggu pemuda suku The Dusk Deer itu, dia telah terlalu lelah karena mengambil banyak pekerjaan di ladang pagi tadi agar bekal materil mereka cepat banyak. "Ingatkan aku besok, pada pertengahan malam yang sunyi!"

Riki kembali mendekat ke depan Heeseung dan Sunoo, dia mengambil salah satu permainan kayu buatan Heeseung dan meniti benda itu. "Tanganmu sangat mahir, bisakah aku memintamu untuk membuat suatu senjata kayu?" Jaeyun terlihat membolakan mata, "Tapi bukankah kita sudah memiliki belati?" kata Jaeyun.

Riki mendecih, "Apa kau yakin kita tak akan tertangkap di suatu tempat jika membawa belati secara gamblang?" Jaeyun terdiam, Riki memiliki strategi perang menyamahi Jongseong, bahkan terkadang lebih detail dan cerdas ketika mengamati sekitar. "Kita harus mengecoh siapapun itu, karena tidak ada yang bisa menolong kita selain kita sendiri!"

Sunoo tak bisa menimpali ataupun bertanya, ia terlalu bodoh untuk hal ini, mengurung diri selama bertahun-tahun sungguh membuat otaknya tak bekerja, bahkan dia tak memiliki kemanpuan bela diri untuk melindungi diri sendiri. "Tolong salah satu dari kita mencari tempat rahasia untuk berlatih bela diri, kita harus melatih pangeran dalam waktu dekat, karena bela diri membutuhkan waktu lama agar teknik matang sempurna".

Jungwon beranjak dari kursinya, ia turut duduk di lantai beralaskan karpet hijau yang agak kasar, "Serahkan padaku! Buat orang-orang tidak sadar jika aku pergi melihat-lihat sekitar ketika kita kerja besok! Aku sebenarnya menemukan tempat yang cocok, namun aku belum memastikan keamanannya!" kata Jungwon, anak itu memang sempat terfokus pada suatu sudut di dekat ladang tempat mereka bekerja tadi pagi, tetapi ia tak terlalu memikirkannya karena menganggap tidak terlalu penting.

"Sampai berapa lama kita di sini?" mereka melihat Sunoo karena pertanyaannya, "Sampai kita mendapatkan materil emas satu peti, jika lebih maka akan semakin baik untuk menunjang perjalanan kita selanjutnya, bagaimanapun juga kita butuh menyeberangi dua lautan untuk sampai di suku Lynessa Mavis. Jadi, kita butuh sekitar 2-3 peti jika ingin sedikit makan lebih enak ketika pelayaran!"

꧁༼࿙[ᴀʟᴇxɪᴛʜʏᴍɪᴀ]࿚༽꧂

꧁༼࿙[ᴀʟᴇxɪᴛʜʏᴍɪᴀ]࿚༽꧂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

August, 22 2023...

⛔ WARNING
NOT ALLOWED TO COPY THIS STORY
This story is the author's own imagination.

Alexithymia || Kim Sunoo x Enhypen √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang