Page 49 ꧁༼࿙[ᴀʟᴇxɪᴛʜʏᴍɪᴀ]࿚༽꧂

142 15 4
                                    

Flashback moment
.
.

Dersik angin menerpa halus surai indah dua pemuda yang sedari tadi sibuk menikmati kemekaran bunga di taman rahasia. Langkahnya ceria, dengan sejumlah kupu-kupu terbang memutari tubuh keduanya diiringi kerlip kunang-kunang meramaikan nyenyatnya malam. Salah satunya menyodorkan sekuntum bunga cantik berwarna kemerahan pada temannya yang asik sendiri dengan para kupu-kupu, 'Hisap saja kelopak bunganya, ada madu manis yang dapat memanjakan lidah ketika kau mencecapnya'

Mata keunguan itu tak lepas memerhatikan gerakan tangan dari kawannya, seolah tengah berusaha menerjemahkan pembicaraan dan langsung mencoba saran dari sosok tersebut untuk menyesap madu dari bunga-bunga taman yang segar. "Oh benar, ini manis!" mata seruncing rubah itu melengkung seperti bulan sabit, "Bagaimana kau tahu di bunga ini terdapat madu yang manis?" hei, jangan membodohkan dia, hidupnya hanya terkurung selama belasan tahun.

'Ayahku selalu membawakan bunga yang memiliki banyak madu!' hanya mengangguk sebagai respon jawaban untuk temannya, dia kembali menyesap madu dari beberapa bunga yang ada di taman itu.

Mereka memutuskan untuk tak lagi mengejar para kupu-kupu, memilih untuk terduduk mengamati sang rembulan sembari meluruskan kaki, "Omong-omong, kenapa kau memberiku bunga Verbena kemarin? Apa kau tahu arti bunga itu?" mereka sedang berbaring menikmati indahnya rembulan, tiba-tiba saja temannya itu menyerahkan sebuah kotak kayu kecil dengan ukiran daun maple yang indah. [Back to Page 43]

Mata rubah itu agak memicing, tangannya agak ragu, namun tetap menerima pemberian temannya untuk di buka. Tepat ketika peti kayu itu terbuka, betapa terkejutnya si pemilik mata keunguan. "Ka.. kau?" dia mengangguk, memberikan senyuman namun sorot matanya begitu sedih.

'Aku telah mendengar kegelisahanmu, keraguanmu terhadapku, serta apa yang tengah engkau pikirkan mengenaiku' lagi dan lagi, dia sungguh manis, dengan senyuman penuh keputus asahan seolah menyimpan banyak harapan yang tak akan terkabul. 'Ayahku telah mempersiapkanku berkorban untukmu, ia berbohong pada ibu bahwa aku cacat dan tak akan bisa naik tahta Pax Zirael'

Si pemilik mata keunguan itu atau yang telah kita kenal dengan nama Sunoo hanya terdiam membisu. 'Tapi sekarang aku tak akan khawatir pada ibu, dia telah memiliki putra baru yang tampan dan pemberani' Sunoo tahu, sosok dihadapannya tengah menyinggung kehadiran Riki yang membawakan kembali kenangan asmaraloka Sigmud terhadap Edgar sang cinta pertama.

'Maki benar, Verbena memiliki arti doakan aku' dia menunduk, tak lama kemudian kembali mengangkat wajahnya untuk melanjutkan pembicaraan bersama Sunoo. 'Tolong doakan aku, pangeran. Aku ingin menjadi peri bunga di tempat indah ini tanpa harus berurusan dengan peliknya dunia!'

Tanpa sadar Sunoo menitikkan air mata, bahkan tangannya tak sekalipun ingin menghapusnya, 'Seperti yang anda pikirkan mengenai ucapan ayah anda, aku memang putera bulan yang harus kau tikam untuk memunculkan kekuatanmu yang tersegel!'

Kini suara isakan mulai terdengar, Sunoo tak menyangka, jika Harua memiliki pendengaran tajam dan dapat membaca semua yang ia pikirkan. 'Ibu tak akan mendoakanku, ibu tak akan mengingatku, dan ibu tak akan memberikanku bunga sekelopak pun!'

Harua, sosok yang hampir ia takuti itu kini meneteskan air mata semakin deras, Ia teramat rapuh, tak memiliki sandaran untuk kehidupannya selama ini, 'Tolong ingat aku, karena aku tak memiliki seseorang lagi yang dapat mengingatku!' bagaimana Sunoo tega untuk memunculkan kekuatannya jika persyaratan itu harus menikam jantung sosok rapuh di hadapannya.

Sunoo menggeleng-geleng, "Bisakah aku tak melakukannya?" suara Sunoo bergetar, sungguh~ hatinya cukup pilu untuk kehilangan sosok polos dihadapannya. 'Ini adalah keharusan bagimu, pangeran!' Harua telah menyerahkan dirinya, seperti pesan sang ayah sebelum kematiannya belasan tahun lalu, tangannya mengambil belati indah dalam kotak berukir daun maple itu dan menggenggamkannya pada Sunoo.

Sorot sendu mereka saling bertatapan, 'Perang akan tiba, dan tak akan bisa dihindari oleh siapapun. Terima kasih telah menghadirkan teman-teman baru untukku'

Dia kembali tersenyum secara tulus, memeluk Sunoo sebentar lalu mengarahkan tangan Sunoo untuk menikamnya, tepat di bawah cahaya rembulan yang begitu terang. Sunoo menangis sejadi-jadinya, ia merengkuh Harua yang memandanginya sembari menahan rasa nyeri pada jantungnya.

Dia tersenyum begitu indah, sembari salah satu tangannya melambai-lambai lalu terpejam untuk selamanya. "Harua Harua Harua" Sunoo mengguncang tubuh itu cukup keras, batinnya menginginkan agar anak polos itu kembali menyapanya dan meliuk-liukkan tangan untuk berbicara dengan bahasa isyarat ajaran Taki dan Maki.

Untuk ketiga kalinya, Sunoo kehilangan sosok yang begitu indah dalam dekapannya, rasanya sangat menyakitkan, kala melihat mereka tersenyum namun jiwanya pergi dari pelukanmu meninggalkan raga yang memucat. "Kenapa semua pergi dariku seperti ini?" kesedihan itu diam-diam menikam jantung Sunoo, ia tak mampu lagi untuk merasakan sakit yang membara.

Bahkan ketika tubuh Harua terbang menjadi kelopak mawar putih yang berserakan, Sunoo terus meraung sembari memukul dadanya yang begitu sesak.

Ia tak lagi peduli, sungguh~ membiarkan sebuah cahaya memutari tubuhnya seperti rantai yang kemudian terlepas, memunculkan sebuah jubah keperakan membalut tubuhnya beserta armor emas berukir bulan sabit tepat di tengah dadanya. Tubuhnya terasa terbakar, seolah ada api yang memang menjalar pada seluruh tubuhnya.

Ia hanya bisa pasrah, hingga kegelapan menyelimuti seolah menarik nyawanya dari raga. Mungkin ini terlihat seperti mimpi, Sunoo merasakan hawa begitu sejuk yang melingkupi tubuhnya itu.

Ia tak dapat mengontrol segala tindakannya, kakinya ingin melompat keluar dari taman bunga dan terbang begitu saja seperti ada sayap di punggungnya.

Pandangannya kembali menggelap, ia melihat kobaran api yang memilukan dan memancing hatinya untuk mendendam begitu parah. Sekelebat, ia melihat Riki yang tengah memberikan sorot terkejut serta kebingungan pada dirinya, entah... Dia sungguh tidak tahu apa yang terjadi.

Sunoo melihat Riki yang tiba-tiba terjatuh kesakitan, pemuda itu meremat dadanya dan meraung menahan gejolak aneh yang tiba-tiba saja terasa mengekang. Hingga kemudian Riki menggeram layaknya serigala kelaparan lalu mengikutinya melompat pada dahan-dahan tak berdaun itu. Beberapa menit kemudian, Riki mengeluarkan pedang yang entah didapatkan dari mana.

Pedang itu menyambar-nyambar seperti kilat namun juga menggelegar seperti petir. Ia bisa melihat bagaimana prajurit musuh mulai tumbang tak berdaya bergeletakan di tanah pantai, ia juga seolah bisa hilang menjadi bayang-bayang yang terus mengawasi Riki menghampiri istana East Siren Grafter untuk menumpas habis sang raja beserta para pelayan setianya tanpa memberikan pengampungan.

Sunoo hanya tersenyum, lalu membuat sebuah lubang pusaran untuk membersihkan raga tanpa jiwa yang tergeletak mengotori istana dan di wilayah-wilayah yang terlibat oleh perang ini. Dia tetap memberikan perlindungan pada penduduk desa yang tak bersalah.

꧁༼࿙[ᴀʟᴇxɪᴛʜʏᴍɪᴀ]࿚༽꧂

꧁༼࿙[ᴀʟᴇxɪᴛʜʏᴍɪᴀ]࿚༽꧂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mei, 22 2024...

⛔ WARNING
NOT ALLOWED TO COPY THIS STORY
This story is the author's own imagination.

Alexithymia || Kim Sunoo x Enhypen √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang