Hari sudah mulai sore, tetapi para anak muda itu tak kunjung ingin keluar ruangan, mereka lebih memilih bermain-main di sana setelah latihan beladiri. "JUNGWON ADA DI BELAKANGMU!" terdengar suara seruan Sunghoon dalam permainan. Mereka tengah bermain 'The Blind Wolves' yang membuat dua orang harus mengenakan tutup mata untuk mencari-cari mangsa yang akan mereka jadikan bagian dari Pack mereka.
Dua orang yang menjadi serigala pemburu adalah Sunoo dan Jaeyun. Mereka berlari kewalahan sambil meraba-raba mencari keberadaan kawannya itu. HAP satu orang tertangkap oleh Sunoo, tetapi dia tidak tahu siapa yang ia tangkap. Sunoo harus menyebutkan nama mangsanya agar bisa ia jadikan bagian Pack, "Siapa ini? Dia tidak mau bersuara sedikitpun!" Sunoo mengeluh.
Jaeyunpun berteriak, "Gelitiki saja, nanti dia akan bersuara!" Sunoo menurut, sayang sekali dia tetap tak mendapatkan suara mangsanya, berulang kali dia mendecak kesal, sampai terlintas satu orang dalam otaknya, "TAKI!" namun Sunoo justru mendengar banyak suara tawa, apa dia salah menebak?
"Itu bukan Taki!" suara Heeseung menginterupsi, tetapi malah memudahkan Jaeyun menggapai Heeseung untuk ia masukkan Pack,"HEESEUNG" Jaeyun merasa senang mendapatkan satu mangsa. Dengan terpaksa Heeseung keluar dari permainan, dan memerhatikan teman-temannya yang masih asyik bermain.
"Ini sebenarnya siapa sih? Aku menandai aromanya tetapi tak tahu siapa dia, apa kau tak ingin sedikit bersuara?" Sunoo menggerutu, pasalnya sudah tiga kali dia menangkap orang yang sama tetapi tetap saja ia tak bisa menebaknya. Sunoo sudah berusaha membuat mangsanya itu bersuara, dari menggelitik sampai memcubit. "Menurutmu aku siapa" bisik mangsanya itu dengan suara pelan.
"RIKI!" Sunoo berseru, dia agak kesal karena tak menyadari sedikitpun jika orang yang berulang kali ia tangkap adalah si bungsu kesayangannya. "Kau itu tahan sekali menyembunyikan suaramu" protes Sunoo. Bagi Riki, digelitik atau dicubit sama sekali tak berasa untuknya, ia sudah terbiasa akan rasa sakit lebih dari itu, yang bahkan dia harus menahannya tanpa suara atau nyawanya melayang.
Permainan itu selesai ketika rembulan telah datang bersama para bintangnya. Mereka semua membaringkan diri di rerumputan segar menikmati angin yang bertiup lembut menerpa surai mereka. "Apa kita kembali ke ruangan?" tanya Maki pada siapapun yang ingin menjawabnya.
"Tentu, kita tidak mungkin tidur di sini, bagaimana jika hujan mendadak? Atau kalian mau tidur di dalam rumah gelap itu?" Sunghoon menunjuk satu-satunya rumah yang berada dekat dengan lapangan yang mereka pijak. "Omong-omong soal rumah gelap itu, apakah dia tidak takut? Dia sendirian di dalam sini, dan dia di dalam rumah itu tak memiliki lilin atau obor!" Jaeyun memerhatikan bangunan yang mulai lapuk dengan banyak lumut menempel serta dikerumuni oleh tanaman rambat.
"Sepertinya dia telah terbiasa, entah berapa lama dia mendekam di dalam rumah itu, dia bahkan tak sedikitpun bergaduh atau sekedar berteriak karena takut!" Heeseung menimpali, ada rasa iba dalam kalimatnya, melihat bagaimana dulu Sunoo bertahan di dalam kamarnya, ternyata ada yang lebih parah dari pangeran junjungannya itu.
Riki tiba-tiba berdiri dan pergi entah ke mana, mereka hanya melihat pemuda itu menjauh dan hilang setelah melewati tugu lapangan. Hampir beberapa belas menit Riki kembali, dengan membawa empat mangkuk lilin di kedua tangannya. "Bisakah kalian membantuku membuka pintu rumah itu?" Maki merelakan diri dan membuka pintu, membantu Riki meletakkan lilin di beberapa sudut agar seseorang yang berada di dalamnya bisa melihat di dalam gelapnya malam.
Suara gemerincing rantai panjang terdengar ribut, ada sesosok anak muda yang terlihat memundurkan diri ketakutan, "Rotimu habis? Apa kau ingin lagi?" Riki mendekat, dan berusaha menggapai surai kecoklatan milik sosok itu hanya untuk membelainya. "Apa mau aku ambilkan lilin lagi untuk kamar mandi itu?" Maki bertanya pada Riki.
Riki menyetujui pemikiran Maki, bagaimanapun penerangan di dalam kamar mandi itu penting, anak itu bisa saja terpeleset saat ingin ke sana. Maki pergi, untuk mencari lilin di terowongan danau pendek yang pagi tadi mereka lewati. Sedangkan Riki sendiri terus menatap anak yang terbilang kurus di hapannya. "Jangan takut, aku tak akan melukaimu!" kata Riki.
Mata Cognag Brown itu menangkap gelagat ketakutan serta tubuh yang gemetar dari pemuda di hadapannya. Mata tajam Riki memindai setiap luka yang tertoreh mengerikan pada tubuh kurus itu, dia terlalu mungil, bahkan lebih mungil dari Jaeyun, padahal dia seusia dengan Riki.
Tok tok tok...
Suara ketukan pada pintu membuat atensi Riki teralihkan, ia menatap pada ambang pintu yang menampakkan kehadiran Sunoo dengan tatapan berkabut. Sunoo mendekati dua orang itu, lalu duduk menyamakan diri pada Riki dan melihat lekat pada pemuda ringkih yang mencoba memundurkan diri karena takut. Sunoo seperti melihat dirinya sendiri sebelum bertemu dengan para pengawalnya itu, menyimpan rasa takut dan luka mendalam untuk sekedar bertemu dengan orang.
Jika dia memiliki kasih sayang sang ibunda ratu, sang jendral setianya, serta keluarga jendral itu, maka anak di hadapannya ini tak memiliki siapapun yang menggapai tangannya ketika gemetar, tak memiliki seseorang yang mau memeluknya ketika ia ingin berteriak ketakutan. Hal itu membuat Sunoo menangis, dia sedikit tersedu lalu Riki memeluk pangeran itu guna menenangkan.
"Riki, maukah kau membawa satu sosok lagi yang menyerupai diriku?" mata keunguan itu terlihat basah, "Aku tahu kau membenci ibunya, tetapi dia adalah korban tak bersalah di tangan ibunya sendiri" Riki mengusap air mata di pipi Sunoo sembari mengangguk dan mengajak kawannya segera keluar dari Cryptic Chamber. Riki melirik pada sesosok bertubuh ringkih itu, "Aku akan kembali, dan membawamu terlepas dari rantai-rantai ini!"
Riki mengelus rambut kecoklatan itu lalu pergi. Jadwal makan malam telah datang, mereka jelas dipinta bebersih diri sebelum datang ke meja makan. Di sana, Sigmud sudah menanti dengan senyuman untuk Riki. Jongseong memutar bola matanya merasa malas, tingkah Sigmud sangat menjijikkan, tapi dia diam saja karena tak mau di usir dari meja makan.
Riki datang paling lambat, dia mendudukkan diri dengan wajahnya yang datar tanpa menyapa Sigmud terlebih dahulu. "Bagaimana latihanmu?" tanya Sigmud, Riki mengangguk-angguk kecil seraya menjawab singkat, "Lumayan!" lalu menyuapkan sepotong daging rusa ke dalam mulutnya.
"Kenapa ibu melakukannya?" Sigmud terdiam, ia menatap Riki yang sibuk memotong-motong hidangan di piringnya. "Maksudmu?" Sigmud bertanya, ia tetapi tersenyum dan tangannya membelai surai Maple Brown Riki. "Aku tahu, ibu mengerti tentang siapa yang aku bicarakan!" jawab Riki, anak itu menyesap teh daun mint.
"Anak cacat itu tak pantas untuk mendapat gelar árchontas -pangeran- Pax Zirael. Dan sekarang kaulah yang akan aku nobatkan sebagai árchontas!" Sigmud tersenyum lebar, Sigmud sepenuhnya menganggap hanya Riki putra yang ia miliki, yah semuanya adalah imajinasinya bahwa Riki adalah putranya bersama Edgar.
꧁༼࿙[ᴀʟᴇxɪᴛʜʏᴍɪᴀ]࿚༽꧂
December, 06 2023...
⛔ WARNING
NOT ALLOWED TO COPY THIS STORY
This story is the author's own imagination.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alexithymia || Kim Sunoo x Enhypen √
Fanfiction[Story End] TRILOGI 1 ALEXITHYMIA The Center Eagle mungkin terdengar aneh, namun ini bukanlah burung elang yang berada ditengah kerumunannya, tetapi ini adalah negara yang berada dalam titik rendah dan diambang kehancuran, karena kekosongan kekuasa...