24

1K 25 3
                                    

"Tunggu!"

Aku menghampiri wanita paruh baya yang mengenakan jilbab hitam itu.
Wanita itu berhenti namun tak membalikkan badannya.

"Ngapain mama disini?" Tanyaku sesudah di depan nya, aku menatap lekat iris matanya.

Ia tampak terkejut dengan keberadaan ku "Saya permisi" Belum sempat pergi dari hadapan ku, aku mencekal tangannya.

"Mah, papa udah nggak ada" Ujarku lembut.

Wanita yang ku panggil mama itu tetap diam, dia mengalihkan tatapannya.

"Mah mama baik-baik saja?" Tanyaku lembut.

Aku yang duduk di kursi roda susah payah mendorong untuk berhadapan dengan nya.

"Saya baik"

Aku tersenyum lembut suara itu yang kurindukan kembali terdengar lagi.
Aku tak ingin suara itu kembali hilang, aku sangat lah merindukan nya jika saja aku tak memakai kursi roda seseorang yang berada dihadapan ku ini sudah ku peluk.

"Mama boleh Jessi bicara sebentar?"

Mama Rosa mengangguk "Bicara di sini saja, saya sibuk"

"Boleh Jessi bicara sama mama di taman, mau lihat bulan sama mama"

"Saya sibuk, disini saja atau saya akan pergi!"

Aku membuang nafasku kasar "Mama sehat? Penyakit mama udah nggak kambuh lagi? Gimana keadaan papa Riko sama kak Dewa baik? Mama Jessi rindu" Ujarku seraya menatap manik mata, di sana hanya terpancar mata teduh dengan kerutan di wajahnya.

Mama Rosa membelai rambutku dengan lembut "Jangan bertanya tentang kondisi orang lain, lihatlah dirimu"

Aku tersenyum lembut menanggapi ucapan mama Rosa, menikmati belaian dari tangan yang nampak mengkerut.

"Saya permisi, jagalah dirimu"

Aku mencekal tangan mama yang hendak pergi "Mah Jessi kangen, Jessi pengen di peluk mama"

Mama melepaskan tanganku sedikit kasar karena aku engan melepaskan nya.

"Mah" Lirih ku dan saat itu juga air mataku membasahi pipiku.

Mama pergi meninggalkan ku di sini sendirian, dunia terlalu jahat untuk gadis yang haus akan kasih sayang.

Begitu banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan padanya, rasa benci itu lenyap begitu saja saat menatap manik mata itu. Aku membenci sifatnya dulu bukan orang nya, aku merindukan sifatnya sebelum semuanya berantakan.

"Hai, kenapa kamu menangis, saya nyariin kamu dari tadi!?" Sentak mas Abi yang datang entah dari mana.

Tubuh mas Abi mensejajarkan dengan tubuhku, ia membawa ku kedalam dekapannya.

"Mas hiks kangen mama!"

"Bunda kan di kamar sama Reksa" Mas Abi mengusap punggung ku agar aku lebih tenang.

"Bukan bunda, mama Jessi yang ngelahirin Jessi. Suaminya papa Ersan yang pertama bukan mama tiri Jessi hiks" Jelas ku.

"Tadi ketemu mama hm?"

"Iya, ngapain mama kesini juga? Ngapain mama ke rumah sakit?"

"Nanti saya cari tau ya" Ujar mas Abi melepas pelukan nya.

Aku mengangguk, mengusap ingus yang sempat keluar dari hidungku dan air mata.

"Ke kamar aja pasti bunda nungguin" Ujarku.

Aku dan dokter Abi tadi sempat melihat bulan sejenak namun bunda telpon ia berada di kamar. Namun di tengah jalan saat ingin ke ruangan mas Abi ijin ke toilet dari situ aku melihat mama yang berjalan, aku mengejarnya dengan mendorong kursi roda ku dengan susah payah.

My Husband DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang