26

1.7K 116 22
                                    

Aula Pedang tempat singgasana pemimpin lotus pier berada sangatlah berantakan. Seakan ada pesta besar yang kemudian ditinggalkan dengan terburu-buru. Hal itu membuat alis Lan Wangji sedikit bertaut. Baginya ini suatu keanehan.

"Benar-benar menjijikan para anjing Wen itu! Lihatlah begitu banyak lalat di sini! Puih, benar-benar anjing!" suara Ketua Sekte Yao begitu menggelegar.

Lan Wangji menoleh pada Wei Wuxian. Dia melihat Wei Yingnya berjengit. Mendengar kata Anjing Wen pasti masih sangat berbekas di benaknya hingga respon tubuhnya buruk. Bertahun-tahun sebelum Siege Burial Mound di kehidupan sebelumnya, kata Wen Dog menjadi sumpah serapah yang umum dan menyakitkan. Terutama bagi orang-orang yang dilindungi Wei Wuxian sampai mati.

Lan Wangji menelusupkan tangannya untuk menggenggam Wei Wuxian. Pemuda itu mengerjapkan mata dan menoleh padanya. Kekasihnya memberikan senyum terima kasih padanya. Kemudian mengeratkan pegangannya.

"Sebaiknya kita berpencar mengecek seluruh tempat ini. Kita tidak tahu apakah masih ada orang yang bersembunyi. Aku akan menyuruh murid-muridku untuk membersihkan ruangan ini." ucap Jiang Fengmian.

Mereka semua berpencar.  Lan Wangji dan Wei Ying berjalan bersama. Tapi tiba-tiba Wei Ying mulai terdistrak. Dia menemukan sesuatu yang menarik di salah satu ruangan.

Lan Wangji hanya menggelengkan kepala pelan. Dia senang Wei Ying masihlah sama seperti biasanya. Dia biarkan Wei Ying sibuk di sana dan perlahan berjalan mundur.

Langit sudah begitu gelap. Sosok tambun seorang ketua sekte berjalan hati-hati di titian dermaga yang berdenyit saat diinjak. Hidungnya mengkerut mencium bau amis area ini. 

"Ya, ya. tempat ini memang terlihat indah. Namun tetap saja bau." gerutunya.

Dia ingin menyelinap dan mencari alkohol atau makanan. Tadi dia sudah mengecek ke dapur lotus pier. Sungguh tidak ada yang bisa diambilnya. Sepertinya para anjing Wen itu bersemangat menghamburkan persediaan Yunmeng Jiang. Hanya tersisa beberapa karung beras dan sayuran mentah. Memangnya dia kambing.

"Aku yakin masih ada brotel yang buka. Mereka pasti sangat butuh pelanggan bukan." ujarnya pada diri sendiri.

Dia sudah lama tidak mendapat kesenangan. Terutama dengan perang yang terus menerus membuat dirinya tidak bisa sekedar makan enak. Dia mungkin bukan ketua sekte bergelimang harta. Tapi dia juga bisa makan enak di sektenya. Jika di barak perang, persediaan makanan sangat terbatas membuat sup saja sangat hambar rasanya.

Sekelebat bayangan putih melewatinya. Ketua Sekte Yao segera menegakkan badan dan meletakkan tangannya di gagang pedang. Bersiap menghunus walau ada perasaan takut di hatinya. 

"Siapa?!"

Tubuhnya berbalik ketika mendengar suara langkah makhluk itu berhenti di belakangnya. Dia berbalik badan dengan tangan menarik pedang. 

"Hangguang jun?" Seketika tubuhnya rileks melihat tuan muda Gusu tersebut. "Hangguang-jun. Kau membuat saya takut. Hahaha hakh."

Tawa hambar itu terputus oleh rasa sakit di dadanya. Tubuh Ketua Sekte Yao gemetar. Kilau putih pedang menembus dadanya.

Bichen! Bichen menembus dadanya!

"Hang..Gu...Groaaakh." 

Tanpa ampun Lan Wangji memelintir pedang tersebut. Menghancurkan pompaan jantung di dalam rangka. Lalu menariknya dengan cepat. 

Orang itu tidak bisa menyelesaikan ucapannya. Tubuhnya limbung ke samping. Bunyi air yang terciprat akibat benda berat yang jatuh ke permukaannya terdengar. Air beriak sesaat sebelum kembali tenang. 

Warna merah darah tersamar langit malam. Tanpa penerangan di arena titian ini, tidak akan ada yang tahu bahwa telah terjadi pembunuhan. Berikut daun-daun lotus yang besar menyamarkan apapun di bawah airnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Don't Mess Up With HanGuang JunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang