21

2K 254 50
                                    

Lan Wangji menunggu di luar ruangan. Tabib Luhan sedang menangani kakaknya di ruangan tempat mereka istirahat. Penanganannya akan lama jadi lebih baik dia menyingkir. Matanya melihat langit biru yang sedikit memiliki awan tipis. Sebentar lagi yang terlihat di sana adalah asap dan mendung yang dibawa perang.

Kata perang selalu membuat lidahnya pahit. Dia tumbuh bersama perang. Umur delapan belas tahun ikut turun ke medan perang demi menjatuhkan tirani di masanya. Demi mendapatkan perdamaian. Tapi bahkan setelah perang usai, masih ada perang lain yang harus di perangi.

Keserakahan

Begitu satu pemimpin kuat menghilang, orang lain berlomba untuk mendapatkan posisi tertinggi. Mereka menjadi serakah atas segala sesuatu yang bisa mereka ambil. Jika tidak bisa, lebih baik mereka hancurkan daripada dimiliki orang lain. Lan Wangji ingat jelas keserakahan itulah yang membunuh Wei Ying. Keserakahan ingin memiliki kekuatan yang tidak bisa dimiliki.

Hal itu mengingatkan Lan Wangji untuk membunuh Jin Guangshan secepatnya setelah perang. Orang itu lebih baik mati daripada mengacau lagi. Satu lagi Jin Guangyao, dia tidak tahu laki-laki itu ada dimana. Di masa ini kakaknya tidak ditolong olehnya saat pelarian. Kedua biang kerusuhan itu harus dimusnahkan sebelum pengikutnya bertambah banyak.

Lan Wangji masih tidak bisa melupakan kematian Wei Ying yang kedua kali. Para suporter Jin Guangyao terlalu loyal karena makhluk pendek itu memberikan sokongan dana pada sekte-sekte kecil. Mereka tidak terima Jin Guangyao mati dan menyalahkannya pada Wei Ying. Pada akhirnya Wei Ying kembali jadi kambing hitam.

Wei Ying tidak salah.

Wei Ying tidak pernah salah.

Tangannya mengepal erat hingga kuku-kukunya meninggalkan bekas bulan sabit. Lan Wangji menutup mata untuk menenangkan emosi. Tidak ada hal baik dia lepas kendali. Perang baru akan dimulai. Sementara fokusnya adalah menyelesaikan perang ini dan memastikan Wei Yingnya aman.

Lan Wangji mendengar langkah kaki mendekat. Dia segera berbalik untuk melihat. Ada ayahnya, pamannya dan Ketua Sekte Nie. Lan Wangji memberi hormat pada mereka.

"Wangji, bagaimana keadaan Xichen?"

"Sedang ditangani oleh tabib Luhan."

"Ah, begitu rupanya. Ayah harus berterima kasih padanya dan Ketua Klan Wei."

"Ketua Klan Wei?" Nie Mingjue terlihat tertarik.

"Iya. Dia membantu kami saat kami diserang. Dia juga yang menyelamatkan Xichen dalam pelarian."

"Dia mengabarkan kalau dia terluka. Tapi dia tidak pernah menjelaskan seberapa parah lukanya. Apa sangat parah hingga harus keluar dari gedung pertemuan lebih dulu?"

Nie Mingjue terlihat khawatir. Dia dan Xichen adalah teman dekat. Lan Wangji juga akan melakukan hal yang sama kalau dia punya teman dekat. Sayangnya teman Lan Wangji hanya Wei Wuxian saja. Tidak hanya khawatir, Lan Wangji akan jadi mother hen kalau Wei Yingnya terluka.

"Hal itu..." jawab Qinghengjun.

Pintu ruangan terbuka memunculkan Luhan. Qinghengjun tersenyum kecil. Dalam hati berterimakasih pembicaraannya terpotong. Dia segera memberi hormat pada Luhan.

"Tabib Luhan."

"Ketua Sekte Lan, Master Lan, Ketua Sekte Nie dan Lan Er-gongzi, salam." dia membungkuk. "Anda semua bisa masuk sekarang."

Mereka masuk untuk mengecek. Lan Xichen terbaring di tempat tidur. Wajahnya masih pucat untuk ukuran seorang Lan Xichen. Dia berusaha duduk saat melihat banyak yang masuk.

"Tidak perlu Xichen, tetaplah berbaring." tahan Nie Mingjue.

"Mingjue, maaf membuatmu melihatku dalam kondisi ini."

Don't Mess Up With HanGuang JunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang