02. Where are we

314 38 1
                                    


Fuzhou, Fujian Province, China

Musim dingin menimbun dedaunan yang rontok pada musim gugur dengan salju tipis.  Musim dingin di Fuzhou berbeda dengan musim dingin di ibukota provinsi lain di China. Salju hampir tidak terlihat, apalagi di pusat kota. Zhang Hao mengeratkan mantel hangatnya untuk menghalau hawa dingin yang nyaris membuat tubuhnya beku. Padahal, suhu udara di Fuzhou saat musim dingin hanya berkisar antara 10°C. Masih lebih dingin di Korea yang kadang bisa mencapai 1°C. Tapi, mungkin karena sudah terbiasa dengan hawa Fuzhou, Zhang Hao tetap kedinginan.   Ia menarik napas panjang, lantas membawa kakinya melangkah kembali menuju ke dalam rumah.

Begitu membuka pintu, ia langsung disuguhi secangkir cokelat hangat yang masih mengepulkan uap tebal. Ricky yang memberikannya. Dia juga mengulurkan sebuah syal rajut pada Zhang Hao.

"Pakai syalnya dan minumlah, Ge. Cuaca dingin di luar."

Zhang Hao menggumamkan kata terima kasih. Kemudian mengikuti langkah Ricky menuju perapian yang menyala. Keduanya mengambil tempat di masing-masing single sofa.

"Gege tadi menelepon Kak Hanbin?"

"Ya, aku meneleponnya sebentar. Sudah cukup lama aku tidak mendengar suaranya," jawab Zhang Hao. Ia mengalasi cangkir dengan telapak tangan kirinya.

Ricky mengambil potongan kayu menggunakan penjepit, lantas memasukkannya ke dalam perapian kala dirasanya nyala api mulai mengecil. "Selama beberapa tahun di sini, apakah Gege pernah berpikir untuk pulang?"

Pertanyaan tiba-tiba yang keluar dari bilah bibir Ricky memicu timbulnya rasa pedih di hati Zhang Hao. Ia memasang senyum tipis seraya mengangguk. "Tentu pernah," tuturnya. Menatap kosong pada potongan kayu yang mulai dilalap api. "Tapi aku menahannya. Aku tidak boleh pulang sebelum semuanya berakhir."

"Keadaan adikmu belum membaik, ya?"

"Salah satunya itu, namun ada lebih banyak alasan mengapa aku harus mengundur kepulanganku ke Korea."

Untuk alasan mengapa ia harus pergi ke China dan bekerja keras di sini, Zhang Hao tidak pernah  memberitahu siapapun. Termasuk Ricky yang keluarga besarnya membantu Zhang Hao mendapatkan pekerjaan dengan gaji tetap.

Ricky paham bagaimana rumitnya urusan Zhang Hao. Laki-laki yang lebih tua empat tahun darinya itu menyimpan banyak beban pikiran. Maka dari itu, Ricky memutuskan untuk berhenti bertanya kala didapatinya air muka Zhang Hao tampak mendung. Ia meraih cangkir mug bergambar anjing mini pom putih di atas meja, kemudian minum. "Ah, hampir lupa. Aku akan kembali ke Shanghai pada pukul lima sore nanti. Shuaibo Gege sudah mengirim pesan bahwa dia akan tiba di sini pukul tiga sore, jadi, Zhang Hao Ge tidak akan kesepian," ujarnya.

"Shuaibo menaiki transportasi apa? Apakah perlu dijemput?" tanya Zhang Hao.

"Oh, dia naik pesawat dari Liaoning. Gege jemput saja di Bandara Internasional Changle pada pukul setengah tiga sore," jelas Ricky. "Aku sudah memberitahu Shuaibo Ge untuk menunggu Hao Gege di pintu kedatangan."

Zhang Hao mengangguk. "Baiklah."

--✨---✨--

Cheonan, Chungcheongnam-do, South Korea

"Aku mau gulbab*! Berikan itu padaku, Kak Gunwook!" raung Yujin penuh emosi saat ia tahu Gunwook mengambil separuh gulbab dari mangkuk besar. Padahal Jiwoong membawa gulbab itu untuk Yujin makan sendirian, tetapi si beruang bau itu malah mengambil lebih banyak! Hah! Sangat tidak tahu diri!

Longing Melodic [ Zhang Hao ft. Yujin ZB1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang