Zhang Hao tiba di Shanghai setelah menempuh tujuh jam perjalanan dari Fujian. Saat hampir tiba di stasiun, ia lekas-lekas menghubungi sepupunya itu. Dan benar saja, kala Zhang Hao menapakkan kakinya pada lantai stasiun setelah keluar dari gerbong, ia mendapati presensi Jinxin yang duduk pada kursi tunggu.
Wajah tampan sepupunya itu mendadak berubah kumal. Dengan mata menyipit menahan kantuk, Jinxin melipat kedua tangannya di depan dada sembari menyandarkan punggungnya pada kursi. Jinxin mengenakan celana piyama kotak-kotak dengan atasan jaket tebal.
"Jinxin!"
Jinxin yang nyaris terpejam langsung terlonjak dan bangkit. "Oh! Tang Ge!"
Zhang Hao menyeret kopernya lantas berjalan mendekat. "Ayo, segera antar Gege. Gege harus mengejar penerbangan tercepat."
Setelah menemukan lokasi tempat mobil Jinxin terparkir, keduanya melanjutkan perjalanan menuju bandara. Selama perjalanan Jinxin berulangkali menguap. Sebab saat ini masih dini hari, pukul empat. Biasanya dia belum bangun namun sekarang terpaksa harus bangun lantaran mengantar Zhang Hao ke bandara Shanghai.
"Ge, tunggu sebentar."
Zhang Hao yang baru membuka pintu mobil langsung menolehkan kepala.
Jinxin merentangkan tangannya. "Boleh aku memeluk Gege sebelum Gege berangkat?"
Keduanya akhirnya berpelukan sejenak. Zhang Hao menepuk-nepuk punggung sang sepupu.
"Jika Tang Ge ada waktu, berkunjunglah ke China, ya? Jinxin akan sangat merindukan Gege."
Zhang Hao tersenyum tipis. "Gege tidak bisa berjanji, Jinxin. Tapi jika ada waktu, Gege akan berkunjung ke sini."
--✨---✨--
Semalam penuh berada di kediaman milik Jiwoong, Yujin tak bisa tidur. Ia ketakutan. Sebab dalam pikirannya, jika sampai tertidur barang semenit saja, Jiwoong akan mengangkatnya dan membawanya pulang ke rumah. Yujin tidak mau pulang. Yujin masih enggan bertatap muka dengan Hanbin. Yujin tidak membenci kakak keduanya itu, kok. Hanya saja ia masih diliputi rasa kecewa.
"Tidak tidur semalaman penuh, ya?" tebak Jiwoong langsung kala laki-laki berusia dua puluh lima tahun itu masuk ke dalam kamar tamu sembari membawa nampan berisi sarapan.
Yujin memalingkan wajahnya. "Tidak, tuh. Aku tidur dengan nyenyak," elaknya.
Tapi Jiwoong tidak bisa dibohongi. Oh ayolah, siapapun bisa melihat bahwa bocah berusia tujuh belas tahun itu punya kantong mata. Tapi Jiwoong memilih diam. Memancing amarah Yujin bukanlah hal yang benar.
"Bagus jika kau bisa tidur nyenyak. Ini, sarapanlah. Pembantuku sudah membuat sarapan. Pancake dengan sirup maple. Kau suka?"
"Suka, terima kasih, Kak Jiwoong," ungkap Yujin tulus.
Jiwoong melukiskan senyum teduh seraya menepuk puncak kepala Yujin. Sebenarnya dia ingin mengatakan sesuatu. Namun, kata-kata itu seakan tertahan di tenggorokannya. Jiwoong bingung harus memulainya darimana. Karena, walau dirinya bukan siapa-siapa, Jiwoong takut apa yang akan dikatakannya menyakiti perasaan Yujin. Tapi, jika tidak dikatakan, itu akan semakin memperumit masalah. Ah, seakan-akan menjadi sebuah bumerang bagi Jiwoong.
Melihat Jiwoong tampak gelisah, Yujin seketika itu juga langsung bertanya, "Kak Jiwoong kenapa gelisah seperti itu? Ada yang ingin Kakak katakan padaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Longing Melodic [ Zhang Hao ft. Yujin ZB1]
FanfictionMelodi kerinduan ini membuatku tersiksa. Sebab, aku tidak tahu siapa yang ku rindukan. Dia, yang selalu muncul dalam mimpiku, terlalu asing untuk dikenal. Apalagi untuk tahu namanya, itu sangat sulit. Dia bagaikan manusia di balik kabut yang sulit d...