"Pergi!"Seperti yang dibayangkan sebelumnya. Yujin benar-benar menolak keberadaannya. Jeonghan merasa terluka mendengar itu. Seakan jantungnya diremas dengan kuat.
Yujin sama terlukanya di sini. Tidak. Penolakannya terhadap Jeonghan bukan berarti ia tidak menginginkan keberadaan sang kakak sulung di rumah. Hanya saja, Yujin belum siap mendengar penjelasan mereka. Ia masih butuh waktu.
"Yujin, apa maksudmu dengan menyuruh Kak Jeonghan pergi?" Hanbin menatap Yujin nanar.
"Aku tidak mau melihat dia di sini!" teriak Yujin. Bahkan untuk menyebut namanya saja, si bungsu tidak mau.
Pada akhirnya Hanbin tersulut emosi. "Yujin! Berhenti bicara seperti itu! Kau akan melukai hati Kak Jeonghan!" bentaknya.
Dengan mata memerah dan pipi dibanjiri air mata, Yujin membalas, "Kakak juga melukai hatiku! Kakak berbohong dan menyembunyikan semuanya dariku! Siapa yang lebih terluka di sini, aku! Aku, Kak, Aku!"
Jeonghan diam seribu bahasa. Mati kutu mendengar perkataan adik bungsunya. Semua yang dikatakan oleh Yujin benar. Yang paling terluka di sini adalah Yujin, bukan dirinya. Dirinya yang gegabah dan seenaknya sendiri pergi tanpa memikirkan keadaan adiknya yang saat itu masih koma.
"Kalau aku bisa memilih, aku tidak ingin mengingat siapa dia!" Yujin menunjuk Jeonghan. "Lebih baik aku tidak mengingatnya, jadi dia bisa pergi jauh! Dia tidak perlu pulang ke rumah, karena aku tidak berguna lagi, kan?"
Jeonghan menggeleng. Air mata mengalir deras membasahi pipinya. "Yujin, jangan berkata seperti itu, aku tidak ---
"Maka harusnya kau tidak pergi meninggalkanku dan Kak Hanbin, padahal saat itu aku masih koma. Orang lain tidak akan tega meninggalkan saudaranya yang masih terbaring dengan alat bantu di rumah sakit. Tapi kau tega!" Kemarahan Yujin menggelegak hingga tingkat tertinggi. "Kakak macam apa yang tega meninggalkan adiknya yang masih koma? Apalagi orangtuanya baru saja meninggal. Harusnya kau masih berada dalam keadaan berduka. Apa yang ada di dalam kepalamu saat memutuskan itu?"
Jeonghan seakan tertampar kata-kata yang dikeluarkan oleh adiknya itu. Lagi-lagi, dia hanya bisa terdiam.
"Kalau aku sepenting itu sebagai adikmu, ku pikir, kau akan menungguku hingga sadar."
Hanbin langsung menyelanya. "Tapi Kak Jeonghan harus bekerja, Yujin. Karena kami tidak tahu sampai kapan kau akan terbaring koma ---
"Tapi, haruskah dia pergi ke China?" balas Yujin sarkas. "Apa di Korea tidak ada perusahaan yang mau menampungnya? Padahal kita juga kenal dengan Tuan Kim, ayahnya Kak Gyuvin. Dia bisa bekerja di sana, kan?"
Hanbin langsung diam. Tak membalas lagi sebab ucapan Yujin tidak memiliki celah untuk dibalas. Usahanya untuk membela Jeonghan dikalahkan oleh argumentasi Yujin.
--✨---✨--
Jeonghan mengalah. Ia menyeret kopernya keluar rumah, berencana menginap di hotel untuk beberapa malam ini. Sampai Yujin berhasil meredam amarah dan segala kekecewaan padanya. Atau setidaknya, saat Yujin sudah mau mendengar semua penjelasannya.
"Ayo, ku antar saja, Jeonghan," tawar Jiwoong.
Setelah beradu mulut tadi, Yujin mengunci dirinya dalam kamar. Sementara Hanbin dan Jeonghan saling pandang, sebelum akhirnya si sulung memutuskan untuk pergi.
Dengan bahasa Korea yang sedikit kaku, Jeonghan membalas, "Terima kasih, Kak Jiwoong."
Keduanya lantas masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil, suasana hening melanda. Jeonghan lebih banyak diam dan larut dalam pikirannya sendiri. Penolakan dari Yujin tentunya berdampak sangat besar baginya. Rasanya sakit, Jeonghan sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi.
"Sabar saja, Jeonghan. Lama kelamaan Yujin akan luluh. Dia masih remaja, maklum jika kadang Yujin berbicara seperti itu. Jangan diambil hati," kata Jiwoong.
Jeonghan menggeleng. "Apa yang dikatakannya benar, Kak. Mau bagaimanapun, aku yang salah di sini." Suaranya kedengaran putus asa.
Jiwoong mengangguk. "Lama kelamaan, Yujin pasti akan mengerti. Dia masih butuh waktu untuk menerima keberadaanmu."
Sementara Jeonghan malah berpikiran lain. Keberadaannya di sini hanya akan membuat Yujin terluka. Apalagi jika Yujin tahu bahwa jika bukan karena dirinya, kecelakaan itu tidak akan terjadi. Bisa semarah apa adik bungsunya itu?
"Hanbin pasti akan membujuk dia. Tenang saja, Jeonghan."
Hanbin lagi. Dari dulu sampai sekarang, selalu Hanbin yang ia bebani dengan banyak tugas. Selalu Hanbin yang menyelesaikan semuanya. Jeonghan merasa tidak becus menjadi seorang kakak. Tapi, ikatan darah memang tidak bisa dibohongi. Yujin lebih dekat dengan Hanbin karena keduanya merupakan saudara kandung. Apalagi setelah bangun dari koma hingga masa-masa penyembuhannya, selalu Hanbin yang menemani Yujin. Jeonghan hanya akan mengirim uang setiap bulan sekali dan melihat perkembangan Yujin dari pesan yang selalu dikirimkan oleh Hanbin padanya.
Jeonghan menarik napas dalam-dalam seraya memejamkan mata. "Apa Yujin akan menerima ku lagi?"
--✨---✨--
Hanbin rasa kepalanya akan pecah saat ini juga. Lantaran terlampau pusing memikirkan bagaimana caranya untuk mendamaikan kakak dan adiknya. Ia sudah menduga hal ini akan terjadi. Yujin akan menolak keberadaan Jeonghan karena sakit hati.
Demi Tuhan, sebenarnya Hanbin lebih rela bila Yujin memusuhinya karena terbukti berbohong. Tapi yang tak disangkanya, Yujin malah mengeluarkan segala uneg-unegnya pada Jeonghan. Yang berimbas Jeonghan harus rela menjauh dari keduanya.
Lantas sekarang, Hanbin harus apa? Ingin membujuk Yujin, tapi, Hanbin takut adiknya itu akan semakin marah. Ingin menemui Jeonghan juga tidak bisa. Bagaimana bisa dirinya meninggalkan Yujin sendirian di rumah? Hanbin diliputi kegamangan.
Sementara itu, di dalam kamar, Yujin menenggelamkan wajahnya pada bantal untuk meredam isak tangisnya. Menyesali beberapa kalimat yang ia keluarkan untuk membalas perkataan kakak-kakaknya tadi.
Sebenarnya Yujin tak bermaksud bicara dengan nada tinggi seperti itu. Namun, rasa kecewa seakan-akan menguasai kepala dan hatinya. Jadilah Yujin meluapkan segala kekesalannya pada Jeonghan.
Yujin kesal, kenapa Jeonghan tega meninggalkannya hanya bersama Hanbin dan tak menunggunya bangun dari koma. Dan setelah dirinya bangun dari koma, Jeonghan tidak pulang dan amnesia yang dideritanya membuat Yujin kehilangan memorinya tentang sang kakak pertama. Dan entah kenapa, Hanbin juga diam saja tanpa mau memberitahu soal Jeonghan padanya.
Mereka ini saudara atau bukan, sih? Kenapa segalanya harus disembunyikan? Padahal jika Hanbin tidak menyembunyikan fakta tentang Jeonghan dan berkata jujur soal keberadaan kakak pertamanya itu, Yujin yakin ia bisa mengerti. Bahwa Jeonghan pergi untuk bekerja di luar negeri demi membiayai seluruh biaya perawatan medisnya selama setahun.
Tapi, Hanbin menyimpan semuanya sendirian. Tanpa mau memberitahu apapun pada Yujin. Lalu, setelah Yujin tahu sendiri, barulah Hanbin mencoba menjelaskan. Bukankah artinya sama saja terlambat? Yujin sudah terlanjur kecewa.
Untuk saat ini, Yujin belum bisa menerima Jeonghan. Ia masih butuh waktu untuk memaafkan dan mengizinkan Jeonghan kembali ke rumah. Untuk sementara, seperti ini tidak apa-apa, kan?
Waktu yang akan menjawab semuanya.
--✨---✨--
[A/N]
asli, aku nulis part ini sambil nahan ngantuk @.@
Kalau agak enggak nyambung, maafkan yaa
selamat membaca, terima kasih atas apresiasinya dan sampai jumpa ~
see you next chapter ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Longing Melodic [ Zhang Hao ft. Yujin ZB1]
FanfictionMelodi kerinduan ini membuatku tersiksa. Sebab, aku tidak tahu siapa yang ku rindukan. Dia, yang selalu muncul dalam mimpiku, terlalu asing untuk dikenal. Apalagi untuk tahu namanya, itu sangat sulit. Dia bagaikan manusia di balik kabut yang sulit d...